Menuju konten utama

Jimly: Dirdik KPK Seharusnya Tunduk pada Pimpinan

Jimly Asshiddiqie mengatakan, semestinya Dirdik KPK tunduk terhadap keputusan pimpinan lembaga antirasuah.

Jimly: Dirdik KPK Seharusnya Tunduk pada Pimpinan
Ketua Umum Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia Jimly Asshiddiqie memberikan keterangan kepada wartawan mengenai sikap ICMI Terhadap Fenomena Aktual Terkini di Kantor ICMI, Jakarta, Rabu (9/8). ANTARA FOTO/ Reno Esnir.

tirto.id - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Jimly Asshiddiqie angkat bicara soal kehadiran Direktur Penyidikan (Dirdik) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Rapat Dengan Pendapat yang digelar Pansus Hak Angket KPK di DPR, pada Selasa (29/8/2017). Jimly mengatakan, semestinya Dirdik KPK tunduk terhadap keputusan pimpinan lembaga antirasuah itu.

“Seorang staf seharusnya tunduk dengan pimpinan. Dia [Dirdik] bisa dikenakan kode etik internal. Kita serahkan saja kepada mekanisme internal KPK,” kata Jimly dalam diskusi bertajuk 'Pengajian Konstitusi' di Jakarta, seperti dikutip Antara, Rabu (30/8/2017) malam.

Pernyataan Jimly tersebut menanggapi polemik soal Direktur Penyidikan KPK, Aris Budiman yang memenuhi undangan rapat Pansus KPK di DPR RI meski sudah dilarang oleh pimpinan KPK.

Jimly mengaku secara pribadi sudah berulang kali mengimbau pimpinan KPK untuk melayani permintaan Pansus KPK untuk hadir dalam rapat, agar tidak terjadi hal-hal yang di luar perkiraan. Salah satunya peristiwa Direktur Penyidikan KPK yang hadir dalam rapat Pansus Hak Angket tanpa restu pimpinan KPK.

“Jadi menurut saya keduanya mengambil langkah tidak tepat, baik pimpinan KPK yang tidak melayani dengan semestinya permintaan Pansus maupun seorang staf (Dirdik) yang jalan sendiri,” kata Jimly.

Ketua Umum Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) itu mengimbau agar pimpinan KPK melayani panggilan Pansus Hak Angket KPK di DPR. Sedangkan soal informasi yang dapat diberikan di hadapan Pansus, kata Jimly, tidak perlu diungkapkan semua.

“Saya berkali-kali bilang KPK hadir saja di Pansus, tapi pertanyaan soal bukti tentu tidak boleh dikasih. Pansus kan bukan lembaga penegak hukum, dia hanya alat pemeriksaan oleh lembaga politik. Yang penting direspons dulu undangan Pansus KPK, soal dia minta seratus, kasih 60 kan bisa,” kata dia.

Lebih jauh soal pembantahan yang dilakukan Dirdik KPK, Jimly menduga persoalan ada pada kesalahan komunikasi antara pimpinan dengan bawahan. Di banyak lembaga negara, kata Jimly, seringkali seorang staf sudah berkarier hingga puluhan tahun, sementara seorang pimpinan lembaga kerap berganti setiap lima tahun. Sehingga mungkin saja seorang staf yang merasa berpengalaman menganggap remeh pimpinan baru.

Baca juga: Aris Budiman, Video Editan, dan Persaingan di Internal KPK

KPK Gelar Sidang Dewan Pertimbangan Pegawai

Dalam kasus ini, KPK telah menggelar sidang Dewan Pertimbangan Pegawai (DPP) untuk membahas kehadiran Direktur Penyidikan KPK, Brigjen Pol Aris Budiman.

“KPK punya aturan internal untuk pelanggaran apapun, kami punya aturan. Oleh karena itu segera tadi pagi ada sidang DPP. DPP terdiri dari seluruh eselon I Deputi, Sekjen di KPK ditambah Biro Hukum, dan pengawasan internal,” kata Ketua KPK, Agus Rahardjo di gedung KPK, Jakarta, Rabu (30/8/2017) malam.

Namun, Ketua KPK itu menyatakan belum mendapatkan hasil dari sidang DPP terkait Aris Budiman tersebut. Kata Agus, pihaknya akan dalami dan mengikuti langkah yang nantinya direkomendasikan dalam DPP.

“Kami akan perkuat pengawasan internal sehingga mungkin dalam waktu yang sangat dekat kami akan lihat hasilnya dan bagaimana langkah-langkah kami terhadap peristiwa kemarin,” kata dia.

Ia pun belum memastikan apakah telah terjadi pelanggaran yang dilakukan Aris Budiman yang menghadiri rapat Pansus itu. “Segala bentuk yang tidak sesuai, SOP (prosedur standar operasi) itu kalau pegawai atau pejabat struktural menunggu DPP,” kata Agus.

Baca juga:Nasib Aris Budiman Tergantung Hasil Sidang DPP KPK

Dalam RDP Pansus Hak Angket KPK, Aris tidak saja membantah tuduhan dirinya menerima uang sejumlah Rp2 miliar, namun ia juga buka-bukaan soal rumor persaingan “geng” di internal penyidik KPK.

“Tuduhan saya menerima Rp2 miliar benar-benar upaya menghancurkan karier saya. Saya akan menjaga kehormatan KPK, maka saya tidak pernah menerima itu,” kata Aris.

Tuduhan Aris menerima Rp2 miliar bermula dari video kesaksian mantan anggota Komisi III DPR, Miryam S. Haryani, yang diputar dalam sidang tindak pidana korupsi proyek KTP elektronik (e-KTP).

Dalam video itu Miryam mengungkap ada tujuh orang dari unsur penyidik dan pegawai salah satunya diduga setingkat direktur di KPK menemui anggota Komisi III DPR. Ia menyatakan, Direktur Penyidikan menerima Rp2 miliar dalam pertemuan itu.

Terkait kesaksian Miryam itu, KPK pun melakukan pemeriksaan internal terhadap tujuh orang itu termasuk Aris Budiman. Aris membantah dan menyebutnya fitnah. Ia beralibi, ia tidak pernah mengenal seorang pun anggota Komisi III DPR selain Wenny Warouw, mantan atasannya.

Baca juga artikel terkait HAK ANGKET KPK atau tulisan lainnya dari Abdul Aziz

tirto.id - Hukum
Reporter: Abdul Aziz
Penulis: Abdul Aziz
Editor: Abdul Aziz