tirto.id - Koordinator Jaringan Islam Antidiskriminasi (JIAD), Aan Anshori menilai larangan bermukim bagi warga non-muslim, yang sempat berlaku di Dusun Karet, Pleret, Kabupaten Bantul, cacat hukum.
Pasalnya, menurut Aan, peraturan tersebut bertentangan dengan konstitusi UUD 1945 dan Pancasila yang menjamin kesetaraan perlakuan bagi semua warga negara Indonesia.
"Pemkab Bantul harus berani mencabut peraturan itu sesegera mungkin dan tidak boleh tunduk pada gerakan intoleransi," kata Aan lewat rilisnya yang diberikan ke wartawan Tirto, Rabu (3/4/2019) siang.
"Slamet [warga yang sempat dilarang tinggal di Karet] harus diperbolehkan tinggal di mana saja yang ia mau, termasuk tinggal di dusun tersebut. Dalam pandangan JIAD, Slamet bukan orang kafir. Ia muwathinun [warga negara] yang wajib diperlakukan setara dengan yang lain," tambah dia.
Aan menegaskan JIAD mengecam pelarangan yang sempat diberlakukan kepada keluarga Slamet untuk tinggal di dusun Karet. Ia menilai hal tersebut bentuk nyata diskriminasi berbasis keyakinan dan agama.
"Setiap orang punya hak untuk tinggal di mana saja sepanjang tidak melanggar hukum dan ketentuan yang telah disahkan pemerintah pusat dan daerah," kata Aan.
Dia menambahkan, praktik diskriminasi tempat tinggal berbasis agama yang mulai menjamur. Misalnya, dalam bentuk perumahan berembel-embel syariah di banyak daerah di Indonesia.
"Bahkan ada indikasi beberapa di antaranya malah disokong oleh dana APBN. Pemerintah perlu melakukan audit-multikulturalisme di proyek perumahan," kata Aan.
Keberanian Slamet menolak aturan itu, menurut Aan, perlu diapresiasi karena telah menyuarakan protes pada ketidakadilan dan diskriminasi.
"Keberanian ini hendaknya mendorong siapa pun berani bersuara ketika mengalami diskriminasi. Diam bukan solusi. Sudah saatnya 'yang waras tidak ngalah'," kata Aan.
Penulis: Haris Prabowo
Editor: Addi M Idhom