Menuju konten utama

Jelang Putusan MK, Perludem Yakin Pemilu Terbuka Tak Diubah

MK akan menggelar sidang pembacaan putusan sistem pemilu pada Kamis pekan ini.

Jelang Putusan MK, Perludem Yakin Pemilu Terbuka Tak Diubah
Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini bersama Ketua KPU Arief Budiman memberikan paparan saat menjadi narasumber dalam diskusi polemik di Jakarta, Sabtu (17/3/2018). ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga

tirto.id - Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini menyakini Mahkamah Konstitusi (MK) tidak akan mengubah sistem pemilu yang saat ini menggunakan proporsional terbuka. Sebab, hal itu merupakan kewenangan pembentuk Undang-undang.

Hal itu disampaikan Titi merespons MK yang akan menggelar sidang pembacaan putusan pengujian materiil Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum pada Kamis (15/6/2023). Hakim konstitusi akan memutuskan sistem pemilu apakah dilaksanakan secara terbuka atau tertutup.

"Saya menyakini MK tidak akan ubah rule of the game di tengah pertandingan. Namun, MK harus ingatkan pembentuk UU, jika ingin evaluasi, mesti secara komprehensif, inklusif, dengan partisipasi semua pemangku kepentingan secara bermakna," kata Titi saat dihubungi reporter Tirto, Senin (12/6/2023).

Titi menjelaskan fakta, dinamika, dan keterangan ahli dalam persidangan hampir semua memandang bahwa tidak ada sistem pemilu yang ideal. Namun, sistem pemilu yang dibutuhkan itu adalah yang cocok atau relevan untuk konteks sosial, budaya, hukum, politik, dan karakter lokal suatu negara.

Selain itu, kata dia, bahwa tidak ada norma konstitusi yang ditabrak pembentuk UU ketika memilih sistem pemilu proporsional terbuka.

"Pilihan sistem bisa beragam dan hal itu mestinya menjadi kebijakan yang diputuskan oleh pembuat UU, yaitu DPR dan pemerintah," ucap Titi.

Ia berpandangan bahwa tidak ada isu konstitusionalitas soal pilihan sistem pemilu ini. Pasalnya, hal itu merupakan ranah pembentuk UU. Di sisi lain, UUD 1945 tidak mengatur secara spesifik soal sistem pemilu untuk pemilu legislatif. Namun, UUD hanya mengatur secara tegas sistem pemilu untuk pilpres.

"Inklusivitas dan akuntabilitas dalam memilih sistem lah yang harus dijaga konstitusionalitasnya oleh MK," tegas Titi.

Dalam praktiknya, kata dia, sistem itu bisa menjadi tidak demokratis ketika dibuat atau dipilih secara sewenang-wenang alias otoriter.

"Misalnya untuk memberangus kekuatan kontrol/penyeimbang atau pun partisipasi politik masyarakat yang bermakna," imbuh Titi.

Juru Bicara MK Fajar Laksono sebelumnya mengatakan pihaknya tidak bisa memastikan apakah para pihak terkait akan hadir dalam sidang pembacaan putusan pada Kamis mendatang.

"Kamis ini nanti pukul 09.30 WIB. Soal hadir atau tidak akan diketahui nanti saat sidang," tutur Fajar saat dihubungi Tirto pada Senin (12/6/2023).

Baca juga artikel terkait GUGATAN SISTEM PEMILU atau tulisan lainnya dari Fransiskus Adryanto Pratama

tirto.id - Hukum
Reporter: Fransiskus Adryanto Pratama
Penulis: Fransiskus Adryanto Pratama
Editor: Fahreza Rizky