tirto.id - Djoko Soegiarto Tjandra, 70 tahun, dikenal sebagai salah satu pendiri Mulia Group, gergasi properti yang punya aset hotel dan gedung pencakar langit di Jakarta. Kendati buron selama 11 tahun dan diketahui berada di Indoensia selama beberapa bulan terakhir, jejaring bisnis Djoko diduga terus terawat hingga kini.
Salah satu tandanya muncul dari sengketa di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Saat ini, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melayangkan gugatan kepada PT Sanggarcipta Kreasitama terkait sewa gedung Wisma Mulia 1 selama tiga tahun sejak 17 Januari-14 Juli 2021 sebesar Rp412,30 miliar. Gugatan perdata nomor 373/Pdt.G/2020/PN JKT.SEL terdaftar di PN Jakarta Selatan sejak 12 Mei 2020.
Wisma Mulia 1 merupakan bagian dari jejaring bisnis Djoko Tjandra. Alamat Sanggarcipta Kreasitama berada di Wisma Mulia, Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan. Pengacara Djoko Tjandra, Anita Kolopaking mengonfirmasinya saat tampil di Mata Najwa, Rabu (23/7/).
Saat itu Anita ditanya terkait hubungan Brigjen Pol Prasetijo Utomo dalam skandal surat jalan Djoko Tjandra. Prasetijo dicopot dari jabatan dan terancam pidana.
Dalam acara itu, Boyamin Saiman, yang giat mengungkap Djoko Tjandra, mencecar Anita terkait sengketa Djoko Tjandra dan OJK.
"Ada hubungan kerjaan juga dengan Pak Prasetijo, dua pekerjaan, di luar kasus Djoko Tjandra. Ini tidak ada urusan surat jalan. Kebetulan dia [Prasetijo] Kakarowas, ada permasalahan dalam hal ini [sengketa dengan OJK] terkait dengan beliau," kata Anita.
Boyamin menimpali, "Apa itu terkait dengan OJK? Berkaitan dengan perusahaan Pak Djoko Tjandra?
"Iya [Sanggarcipta Kreasitama] Mulia Grup," kata Anita, seraya menambahkan ada rencana melaporkan OJK ke Bareskrim Polri.
"Ini artinya Bu Anita mengurusi perkara-perkara Pak Djoko yang lain. Termasuk perkara perdata nomor 373 di Pengadilan Jakarta Selatan. Sudah saya cek itu perusahaan terkait sewa-menyewa [Wisma] Mulia 1 oleh OJK," sebut Boyamin.
Selama 2018-2019, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mencatat soal sewa Wisma Mulia I oleh OJK masuk dalam pelanggaran administratif. Selain membayar sewa, menurut Ihktisar Hasil Pemeriksaan (IHPS) Semester I 2019, OJK membayar service charge (biaya pelayanan) pada 2018 sebesar Rp57,05 miliar."OJK tidak memanfaatkan Gedung Wisma Mulia I, sehingga beban dibayar dimuka per 31 Desember 2018 sebesar Rp303,12 miliar tidak memiliki manfaat," dikutip dari IHPS I 2019 BPK.
Setelah laporan BPK, kini OJK melayangkan gugatan perdata, di antaranya ada petitum untuk mengembalikan biaya sewa dan service charge. Kini di PN Jaksel, ada dua kasus terkait Djoko Tjandra: peninjauan kembali (PK) kasus hak penagihan Bank Bali dan gugatan perdata OJK ke jejaring perusahaannya.
Bisnis Rahasia Djoko Tjandra di Luar Negeri
The International Consortium of Investigative Journalists (ICIJ) mengungkap tabir rahasia jejaring bisnis Djoko Tjandra lewat investigasi firma hukum Mossack Fonseca yang dikenal The Panama Papers. Nama Djoko Tjandra dengan penulisan ‘Joko Soegiarto Tjandra’ tercatat setidaknya di dua perusahaan cangkang yang lazim untuk merahasiakan aktivitas bisnis.
Djoko Tjandra terdaftar sebagai pemilik perusahaan cangkang Shinc Holdings Limited di yurisdiksi British Virgin Islands, sejak 11 Mei 2001 hingga 2012. Kepemilikannya diteruskan dua anaknya, Jocelyne Soegiarto Tjandra dan Joanne Seogiarta Tjandranegara. Hingga kini perusahaan cangkang masih aktif.
Di perusahaan yang alamatnya sama dengan Mossack Fonseca di Panama ini, Djoko dan kedua putrinya dari hasil pernikahan dengan Anna Boentaran, mencatatkan alamat rumah di Jalan Simprung Golf Kaveling 89 RT 3/RW 8, Grogol Selatan, Jakarta Selatan. Alamat itu digunakan Djoko untuk membuat KTP Elektronik yang belakang menunjukkan kehadirannya di Indonesia.
Joanne Seogiarta Tjandranegara juga tercatat sebagai komisaris PT Mulia Industrindo, bagian dari Mulia Group, yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
The Panama Papers juga mencatat perusahaan yang pernah dipakai berbinis Djoko Tjandra untuk C + P Holdings Limited sejak 3 November 1986. Djoko nonaktif dari entitas bisnis ini sejak 17 Oktober 2014 dan dicoret sejak 30 April 2020. Ada empat nama terkoneksi di perusahaan ini, yang merupakan saudara kandung dan kolega bisnis Djoko Tjandra: Eka Tjandranegara, Gunawan Tjandra, Peter Jusmin Chandra, dan Prajogo Pangestu.
Prajogo Pangestu, 76 tahun, merupakan konglomerat Indonesia lewat grup Barito Pacific. Menurut Forbes, Prajogo pernah menjadi orang terkaya ketiga di Indonesia dengan kekayaan USD 6,7 miliar.
Menurut Tempo dalam edisi investigasi Jejak Korupsi Global dari Panama pada 5 April 2016, dua perusahaan Shinc Holdings Limited dan C + P Holdings, masing-masing bermodal USD 50 ribu dengan harga USD 1 per saham. Djoko punya 14 ribu saham dan Prajgo punya 22.500 saham di C + P Holdings, lalu Djoko menjual 4.000 saham ke Prajogo pada 2006. Ada sekitar 27 berkas atas nama Joko Tjandra di The Panama Papers. Paling tua dibuat pada 1986.
Ketika muncul investigasi The Panama Papers di Indonesia pada 2016, aparat penegak hukum berjanji menindaklanjuti, mulai dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hingga Presiden Joko Widodo. Janji pemerintah menindaklanjuti dokumen rahasia itu terhenti sebatas mempelajari sebagai data pembanding pajak negara-negara G-20, termasuk Indonesia. Kini tak terdengar lagi apa hasil dari upaya tersebut.
Penulis: Zakki Amali
Editor: Dieqy Hasbi Widhana