tirto.id - “Saya beri izin dulu, hanya mengajar,” kata Uskup Mgr. Paskalis Bruno Syukur OFM dari Keuskupan Bogor kepada tim kolaborasi Tirto dan The Jakarta Post.
“Hanya mengajar?” tanya kami lagi, memastikan.
“Hanya mengajar. Tidak mengizinkan yang lain-lain,” tambah Paskalis di kompleks Katedral Bogor, 24 Agustus lalu.
Kami bertanya tentang pertemuan Uskup Paskalis dengan Lukas Lucky Ngalngola, yang mengaku diri Bruder Angelo, pada Mei 2015. Angelo datang kembali ke wilayah Keuskupan Bogor, dengan tujuan berkarya yang diutus oleh kongregasinya, Blessed Sacrament Missionaries of Charity (BSMC), berpusat di Malolos, Filipina.
Vikaris Judisial Keuskupan Bogor RD. Yohanes Driyanto, dalam pertemuan yang sama denga kami, menambahkan bahwa Angelo hanya diizinkan mengajar di sebuah sekolah tapi, klaimnya, malah dikeluarkan dari sekolah tempatnya mengajar karena tidak disiplin.
Romo Dri juga ditugaskan Uskup Paskalis untuk menguji status Bruder Angelo. Ia meminta Angelo menunjukkan statuta BSMC, tapi tak bisa memberikan bukti yang sahih, menurut cerita Romo Dri.
Seorang bruder harus berasal dari kelompok yang memiliki statuta dan konstitusi. Ia harus melalui perizinan Vatikan. Sementara, Angelo dan kelompok yang ia klaim sebagai tarekat tidak memilikinya, menurut Romo Dri.
“Nasihat saya berbunyi, ‘Tidak ada yang melarang kamu berbuat baik. Tetapi tidak boleh pernah pakai kata bruder karena kamu bukan bruder sebagaimana mestinya dalam Gereja Katolik’,” ujar Romo Dri, mengulangi hal sama yang dia sampaikan kepada Angelo pada 2015.
“Saya beritahu kamu itu bukan bruder sebagaimana tarekat pada umumnya,” cerita Romo Dri. “Dia menangis waktu saya bilang begitu.”
Tim kolaborasi bertemu dengan tiga belas pejabat Keusukupan Bogor—delapan pengacara dari Komisi Hukum dan lima pastor termasuk Uskup Paskalis—salah satunya untuk mengonfirmasi bagaimana Angelo bisa membuka misi pelayanan di wilayah mereka.
Meski Keuskupan Bogor mengklaim hanya mengizinkan Angelo mengajar, dengan masa uji coba selama tiga bulan, tetapi Angelo melanjutkannya dengan membuka panti asuhan. Ia mendirikan Yayasan Kencana Bejana Rohani pada Desember 2015, lalu mengontrak dua rumah di Perumahan Mutiara Depok, serta menyewa satu rumah di Jl. Belimbing, yang menampung sekitar 70 anak sampai tahun lalu.
Ketika Angelo dilaporkan kasus pencabulan pada 13 September 2019, berbasis pengakuan tiga anak panti asuhannya, lalu ditangkap esoknya oleh Polres Depok, Keuskupan Bogor membuat surat pernyataan, diedarkan internal, pada 19 September. Ditandatangani Uskup Paskalis, pernyataan itu menyebut Keuskupan Bogor tidak mengakui status “bruder” Angelo. Ia juga meragukan status tarekat BSMC.
Ia menyebut Angelo “telah berjanji untuk tidak melakukan karyanya atas nama Gereja, khususnya dalam mencari sumbangan.” Angelo juga ditegur untuk tidak mengaku sebagai rohaniawan ataupun bruder sejak April 2019.
Pendeknya, segala tindak-tanduk Angelo tak ada kaitannya dengan tanggung jawab Keuskupan Bogor atau terkait dengan Gereja Katolik. Kejahatan Angelo adalah kesalahan personal—“tanggung jawab pribadi,” kata Romo Driyanto.
Narasi Angelo di ‘Majalah Hidup’
Mingguan Katolik Majalah Hidup, yang juga menerbitkan versi daring, mempublikasikan dua artikel memuat pujian yang sama tentang kiprah Angelo. Artikel berjudul ‘Panti Asuhan Kencana Bejana Rohani: Lagu Cinta dari Bejana Rohani” dimuat majalah pada 10 Februari 2019 tapi dirilis versi daring pada 14 Maret 2019. Sementara artikel berjudul ‘Bruder Angelo Ngalngola BSMC: Menjadi Orang Tua Puluhan Anak” dimuat majalah pada 1 September tapi dirilis versi daring pada 4 Oktober 2019.
Kedua artikel itu mengisahkan bagaimana Angelo, orang Tanimbar, diutus tarekatnya dari Filipina sampai ia membuka panti asuhan di Depok.
Dalam narasi itu, Angelo mengajar bahasa Inggris di sekolah Santa Theresia Depok dan anak-anak pemulung di Cileungsi; mengajar agama bagi anak-anak katolik di sekolah negeri di Paroki Santo Andreas Ciluar; memberikan rekoleksi dan retret untuk murid SMP Santo Don Bosco Seruni Pondok Indah, SD Santa Theresia Depok, kelompok kur Gratia Plena Keuskupan Bogor, dan WKRI Keuskupan Bogor.
Angelo memiliki agenda kunjungan dua kali dalam sebulan ke permukiman pemulung; kunjungan sekali sebulan ke panti jompo di Cilangkap; melayani pembagian komuni setiap hari minggu di Paroki Santo Andreas Ciluar; serta menampung dan merawat sepuluh anak-anak dari keluarga miskin.
Setelah masa uji coba selesai, klaim Angelo dalam artikel itu, Keuskupan Bogor mengizinkan BSMC melanjutkan misi, lalu ia mendirikan Yayasan Kencana Bejana Rohani.
Datang dan Pergi ke Indonesia dan Filipina
Dalam profil Yayasan Kencana Bejana Rohani, termuat dalam dua blog, tarekat Blessed Sacrament Missionaries of Poor (BSMP)—yang kemudian berubah nama BSMC—mengutus Angelo untuk membuat karya di Indonesia. Angelo memulai dengan ide mendirikan panti asuhan pada 2007. Ia mengontrak sebuah rumah di Cileungsi.
Bardo, bukan nama sebenarnya, yang tinggal di panti sejak umur 12 tahun, mengisahkan kepada Tirto bahwa ia pernah diajarkan bahasa Inggris oleh Angelo di Cileungsi pada 2007. Rumah Bardo berdekatan dengan lokasi karya Angelo.
“Waktu itu saya masih kelas 4 SD,” ujarnya.
Angelo ditarik oleh tarekatnya ke Filipina, menurut narasi dalam hidupkatolik.com, lalu kembali pada Januari 2010, berkarya di wilayah Cilangkap dan Tangerang. Tapi, ia ditarik lagi pada tahun itu.
Kedatangan berikutnya pada 9 Maret 2015. Pada tahun inilah ia bertemu dengan Uskup Paskalis Bruno Syukur dari Keuskupan Bogor. Demi meyakinkan Keuskupan Bogor, Angelo mengajak Superior General Bruder Anthony Bautista BSMP. Uskup Paskalis tetap tak bisa diyakinkan dengan kesahihan tarekat mereka, meski mengaku menyambut baik kedatangan tersebut.
Mengecoh Negara. Menulis Surat dari Tahanan Polres Depok.
Angelo pernah mendatangi Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) dan bertemu dengan menteri saat itu Yohana Susana Yembise pada 13 Juni 2019. Ia membawa sembilan anak panti. Ia bahkan mengubah nama panti asuhannya menjadi Panti Asuhan Pancasila Theresia Calcutta. Ia minta dukungan negara.
Dalam artikel yang kemudian dihapus (masih bisa dibaca viacache), Angelo mengecoh banyak orang yang peduli anak, di antaranya Koalisi Anak Madani, Seto Mulyadi dari Lembaga Perlindungan Anak Indonesia, dan sejumlah aktivis anak, termasuk juga Johanis Tanak, seorang jaksa yang pernah dicalonkan jadi pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi.
Angelo meminta anak asuhnya menulis surat untuk Presiden Joko Widodo dan mendukung Yohana agar dipilih kembali menjadi Menteri PPPA. Anak-anak itu menulis surat agar negara bisa bantu pendirian rumah panti yang tetap agar “katong tinggal tenang dan katong bisa sekolah dengan baik.”
Sekretaris Jenderal LPAI Henny Hermanoe menolak wawancara dengan kami ihwal cerita Angelo bertemu dengan Kementerian PPPA. Seorang wartawan yang menghubungi LPAI dan Kementerian PPPA untuk mewujudkan pertemuan itu, berkomentar kepada kami bahwa “kepedulian saya waktu itu pada anak-anak, bukan pada Bruder Angelo.”
Seto Mulyadi, biasa dipanggil Kak Seto, berkata tak mengenal Angelo sebelum pertemuan itu. “Waktu itu kita peduli dengan kepentingan anak-anak.”
Tiga bulan setelahnya, 14 September, Angelo ditahan di Polres Depok. Ia menghadapi laporan kasus pencabulan.
Tim kolaborasi mendapatkan salinan surat yang ditulis Angelo dari tahanan. Angelo menulis “surat perjanjian” menyerahkan pengasuhan anak-anak, termasuk fasilitas Yayasan Kencana Bejana Rohani, kepada Darius Rebong, warga awam Gereja Katolik, yang rumahnya kini menampung sekitar 44 anak. Surat itu ditulis pada 14 Oktober 2019.
Surat kedua, ditulis Angelo pada 16 Oktober, memuat tiga halaman permohanan maaf kepada anak-anak asuhnya.
Namun, cerita berbalik. Angelo hanya ditahan tiga bulan karena Polres Depok gagal melengkapi berkas penyidikan untuk membawa kasusnya ke pengadilan. Angelo dibebaskan pada 9 Desember 2019.
Membuka Yayasan Baru, Mengubah Nama ‘Geovanny’
Setelah bebas, Angelo mendirikan yayasan baru dengan nama Fajar Cahaya Harapan di Vila Pamulang pada 14 April 2020. Ia bergiat di Panti Asuhan Devine Mercy. Angelo masih mengumpulkan anak-anak dan memakai jubah bruder.
Penelusuran tim kolaborasi mendapati Angelo masih melaksanakan upacara 17 Agustus 2020 dengan memakai jubah bruder. Beberapa anak asuh menjadi petugas dan peserta upacara. (Video ini dihapus per 27 Agustus 2020.)
Kami mendatangi kediaman Angelo pada 23-24 Agustus di Vila Pamulang, menitipkan surat kepada Aloysius Tolok, staf setia Angelo, dan melayangkan pesan singkat. Angelo tak merespons konfirmasi dari kami. Alo berkata singkat bahwa Angelo tidak ada dan sedang keluar kota. (Penelusuran digital: Angelo berkunjung ke Palangka Raya pada 24 Agustus 2020.)
Tim Kolaborasi mewawancarai orangtua yang sempat menitipkan anaknya ke yayasan baru Angelo. Artemas, bukan nama sebenarnya, menitipkan anaknya Conan—juga bukan nama sebenarnya—ke Yayasan Fajar Cahaya Harapan pada Juli 2020.
Artemas berharap Conan bisa belajar selama COVID-19 dan tertarik begitu melihat peraturan yayasan milik Angelo. Namun belum genap seminggu, Artemas menarik Conan pulang setelah mengetahui kasus pelecehan seksual Angelo dari seorang kerabat.
“Baru beberapa hari aku titipkan Conan, aku dapat info, brudernya enggak benar. Aku jadi takut. Seram, ah,” ujarnya kepada kami pada 27 Agustus 2020.
Dari kesaksian Artemas pula, diketahui Angelo telah mengubah nama panggilannya menjadi Bruder Geovanny Ngalngola. Penamaan itu terpampang pada spanduk kegiatan yayasan.
========
Laporan ini terbit berkat kolaborasi Tirto dan The Jakarta Pos di bawah tajuk 'Nama Baik Gereja' untuk mengusut dugaan kasus-kasus kekerasan dan pelecehan seksual di lingkungan Gereja Katolik.
Penulis: Alfian Putra Abdi & Aulia Adam
Editor: Fahri Salam