tirto.id - PT Ratu Prabu Energi Tbk menyatakan sanggup untuk membangun kereta ringan (light rail transit/LRT) sepanjang 400 kilometer di wilayah Jakarta, Bogor, Tangerang, dan Bekasi (Jabotabek). Dana yang dibutuhkan untuk merealisasikan proyek tersebut ditaksir mencapai Rp400 triliun.
Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Salahuddin Uno mengatakan, Ratu Prabu memiliki modal untuk membangun kereta ringan itu. Sandiaga mengklaim, Ratu Prabu sudah mengerjakan kajian proyek selama dua tahun, bahkan menggunakan jasa konsultan Bechtel International.
Setelah bertemu dengan pihak Ratu Prabu di Balai Kota, Jakarta, pada Kamis (4/1/2018), Sandiaga telah menyampaikan inisiatif perusahaan berbasis sektor energi ini kepada pemerintah pusat.
“Tadi sudah dibicarakan, dan Bu Menteri [Menteri BUMN Rini Soemarno] bilang kalau ada swasta yang mau membangun dan menggunakan dana sendiri tanpa bantuan dari pemerintah, kita harus kaji,” kata Sandiaga di Jakarta, Senin (8/1/2018).
Sandiaga mengklaim, Menteri Rini memiliki pandangan yang sama dengan Pemprov DKI Jakarta. Sandiaga pun lantas mengindikasikan kalau kajian proyek memungkinkan untuk direalisasikan, maka inisiasinya bisa terus didorong agar pelaksanaannya dipercepat.
Pria kelahiran Rumbai, 28 Juni 1969 ini pun mengatakan selama ini Ratu Prabu telah menjalin komunikasi dengan Kementerian Perhubungan dan Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ).
Dalam kesempatan yang sama, Sandiaga mengaku dirinya telah mengenal Direktur Utama PT Ratu Prabu Energi Tbk, Burhanuddin Bur Maras sejak lama. Sandiaga menuturkan, Bur Maras sudah aktif di industri minyak dan gas dalam kurun waktu 20-30 tahun terakhir.
“Saya cukup terkejut dengan kedatangannya di Balai Kota. Ini bisnis baru di bidang transportasi, tapi dilandasi dengan studi yang sangat mendalam, jadi kita tentunya akan kaji bersama-sama dengan Kementerian Perhubungan dan Kementerian BUMN,” kata Sandiaga.
Rekam Jejak Ratu Prabu
Berdasarkan laporan tahunan 2016, PT Ratu Prabu Energi Tbk pada awalnya bernama PT Arona Binasejati sebelum akhirnya berganti nama pada 2008. PT Ratu Prabu Energi Tbk berdiri sejak 31 Maret 1993. Perusahaan ini bergerak di bidang jasa minyak dan gas, dan properti.
Hingga per 31 Desember 2016, komposisi pemegang saham di perusahaan ini terdiri dari: PT Ratu Prabu sebesar 47,4 persen, Dana Pensiun Bukit Asam sebesar 9,38 persen, PT Tricore Kapital Sarana sebesar 8,65 persen, dan masyarakat sebesar 34,57 persen.
Sebagai perusahaan yang telah berdiri lama, Ratu Prabu pernah tercatat menggarap sejumlah proyek, antara lain: Gedung Perkantoran Ratu Prabu 1 dan Ratu Prabu 2, Ratu Prabu Residences, dan beberapa kontrak kerja dengan perusahaan energi, seperti ConocoPhillip Indonesia, Inc Ltd, Cnooc SES Ltd, Petronas, PT Pertamina Drilling Services Indonesia, Premier Oil, dan Nico Resources.
Pendapatan Ratu Prabu terbilang menurun secara year-on-year, dari yang tadinya Rp169,19 miliar di kuartal III-2016 menjadi Rp162,94 miliar di kuartal III-2017. Selain itu, beban pokok pendapatannya pun menurun dari Rp89,8 miliar menjadi Rp81,9 miliar (year-on-year).
ARTI tercatat memiliki bisnis utama di bidang jasa minyak dan gas (migas) serta properti. Pundi-pundi terbesarnya datang dari sektor penyewaan bangunan dan jasa dengan pendapatan senilai Rp64,46 miliar, sedangkan dari penyewaan rig dan peralatan minyak senilai Rp53,96 miliar, dan jasa perminyakan lainnya menyumbang sebesar Rp3,7 miliar.
Adapun jumlah aset perseroan per akhir September 2017 tercatat sebesar Rp2,5 triliun. Angka tersebut mengalami penurunan dari posisi aset di akhir 2016 yang senilai Rp2,61 triliun. Untuk total liabilitas ARTI per 30 September 2017 adalah Rp798,7 miliar.
Meski jumlah asetnya hanya sebesar Rp2,5 triliun, namun Ratu Prabu mengaku siap mendanai proyek LRT yang memakan biaya sekitar Rp400 triliun. Saat dikonfirmasi langsung Direktur Utama PT Ratu Prabu Energi Tbk Bur Maras, ia mengatakan bahwa dana tersebut didapat dan telah disetujui oleh bank asal Cina, Exim Bank.
Bur Maras menyatakan, kalau skema pendanaan bakal dibagi menjadi tiga fase. Untuk fase pertama, Bur Maras memproyeksikan dana yang dibutuhkan sebesar Rp108 triliun.
“Seluruhnya itu bukan dana pribadi, tapi pinjaman dari bank. Untuk porsi, itu orang bank yang menentukan. Sudah disetujui, jadi bukan mengajukan lagi,” kata Bur Maras mengklaim saat dihubungi via telpon, Senin sore.
Selain itu, Bur Maras juga mengungkapkan kalau pinjaman dari bank tersebut dapat segera dicairkan apabila sudah ada izin proyek dari pemerintah. Oleh karena itu, ia telah melakukan presentasi di hadapan Sandiaga Uno selaku Wakil Gubernur DKI Jakarta dan para stafnya, serta menunggu persetujuan dari Kementerian Perhubungan.
“Kami tulis surat resmi ke Gubernur DKI Jakarta untuk presentasi. Sebelum Natal disampaikannya, ditanggapi dalam dua minggu,” kata Bur Maras.
Saat disinggung mengenai kesiapan dari hasil kajian yang telah dilakukan, Bur Maras mengatakan kalau semua aspek telah diperhitungkan. “Ini proyek bagi saya sangat penting. Kalau Anda siap datang [ke kantor untuk melihat kajiannya], datang saja. Kami terbuka, tidak ada yang ditutup-tutupi,” ujarnya.
Namun, berdasarkan pengumuman di BEI pada 8 Januari 2018, PT Ratu Prabu Energi Tbk melakukan klarifikasi melalui surat : 001/RPE-Corsec/IDX/I/2018 kepada otoritas bursa, soal penjelasan atas pemberitaan media massa. Mereka mengklaim tak ada kaitan dengan proyek LRT Jakarta.
"ARTI tidak memiliki kaitan dengan proyek LRT. Pengembangan LRT akan dilakukan PT Ratu Prabu selaku pemegang saham PT Ratu Prabu Energi Tbk," jelas manajemen PT Ratu Prabu Energi Tbk menjawab permintaan penjelasan BEI.
Minat swasta yang tinggi terhadap proyek LRT patut diapresiasi. Namun, persis yang disampaikan oleh Rini Soemarno, tetap harus ada kajian. Jangan sampai Jakarta mengulang kesalahan masa lalu saat proyek monorel mangkrak karena investornya terkendala pendanaan.
PT Jakarta Monorail sempat terpilih menjadi investor monorel Jakarta, hingga lintas gubernur dari Fauzi Bowo hingga Jokowi. Mereka sempat menggandeng Ortus Holdings Limited dan sempat melakukan groundbreaking pada Oktober 2013. Sampai akhirnya proyek ini dihentikan oleh Pemprov DKI Jakarta karena tak ada perkembangan.
_________________________
Catatan:
Pada naskah ada tambahan keterangan dari pihak ARTI soal klarifikasi kepada pihak BEI.
Penulis: Damianus Andreas
Editor: Abdul Aziz