tirto.id - Ratusan perwira menengah Kepolisian Republik Indonesia (Polri) harus bersaing ketat untuk menjadi perwira tinggi. Hingga akhir 2015, Polri tercatat memiliki 1.300 perwira menengah (Pamen) berpangkat komisaris besar (Kombes) atau melati tiga. Mereka semua harus bersaing untuk menjadi perwira tinggi (Pati), yang kapasitasnya hanya 250 personel.
“Sekarang ini polisi terbebani oleh SDM-nya. Sekarang ada sekitar 1.300 Kombes semuanya akan mengejar ke jabatan Pati yang berjumlah 250-an," kata Adrianus Meliala, Komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) periode 2012-2016, kepada Tirto.id, pada Selasa (17/5/2016).
Menurut Adrianus, ratusan pamen berpangkat Kombes tak punya jabatan. Sementara problem lainnya, banyak Kombes yang diposisikan sebagai Analisis Kebijakan (Anjak) dan tak segera mendapat kejelasan. Padahal mereka sudah lulus Sekolah Staf dan Pimpinan Tinggi (Sespimti) Polri atau Lemhanas. "Jadi sudah ada yang menjadi Analisis Kebijakan (Anjak) dua tahun, tapi tidak kunjung mendapatkan jabatan," katanya.
Penjelasan yang sama disampaikan Bambang Widodo Umar, pengajar Program Pascasarjana Kajian Ilmu Kepolisian, Universitas Indonesia. Dengan adanya kelebihan Pamen, maka mereka ditempatkan sebagai Anjak sembari menunggu penempatan.
“Kalau mendengar dari beberapa anggota kepolisian, jumlah perwira menengah seperti kombes kelebihan. Jadi jumlah job untuk pangkat itu kurang, tapi banyak dari mereka yang sudah punya pangkat sama. Akibatnya, mereka ditempatkan sebagai Anjak (Analis Kebijakan) sambil menunggu penempatan,” katanya.
Sebagai informasi, ada tiga jalur pendidikan untuk menghasilkan seorang perwira polisi, yakni Akademi Kepolisian (Akpol) dan Sekolah Inspektur Polisi Sumber Sarjana (SIPSS). Dari dua jalur ini, setiap tahunnya dilahirkan sekitar 350 perwira polisi. Pembagiannya; 300 perwira dari Akpol dan 50 perwira dari SIPSS.
Masih ada satu jalur lagi, yakni Sekolah Alih Golongan Perwira (SAG Perwira), yakni sekolah bagi para bintara senior yang berpangkat Aipda atau Aiptu yang ingin melanjutkan karier mencapai jenjang perwira. Tambahan jumlah perwira polisi setiap tahun ini, tentu berpotensi menjadi penumpukan di tingkat kombes jika manajemen kenaikan pangkat untuk tingkatan perwira tak dipersiapan dengan rapi.
Menurut Bambang Widodo Umar, membengkaknya jumlah kombes menunjukkan bahwa manajemen personalia di tubuh Polri masih kurang rasional. “Kalau hal seperti itu terus terjadi, maka akan ada kelebihan pati (perwira tinggi). Kalau kelebihan pati, nanti mereka ditugaskan di dapartemen atau di tempat lain. Artinya manajemen personalia kurang rasional,” ujarnya.
Persoalan tersebut harusnya bisa diantisipasi sejak jauh hari. Sayangnya, kepolisian dinilai tidak memiliki rencana jangka panjang. “Solusi itu ada, akan tetapi dengan berganti pimpinan, berganti tahun, maka kebijakannya juga berubah-ubah,” kata Adrianus.
Kompolnas yang memiliki tugas membantu Presiden dalam menetapkan arah kebijakan Polri, sempat mengusulkan beberapa jalan keluar. Misalnya perampingan dengan menerapkan pensiun dini, atau melepas mereka dengan alih tugas.
Opsi lainnya, menghentikan sementara pendidikan Sespimti hingga ratusan kombes tadi mendapat kepastian kerier mereka. "Sebaiknya 2-3 tahun ke depan Sespimti berhenti dulu. Kan dana yang digunakan bisa untuk yang lain. Sehingga para Anjak ini dapat terserap, daripada Polri mencetak terus nanti membludak," ujarnya.
Adrianus menilai, Polri harus membuat peta besar yang menggambarkan kebutuhan SDM Polri, terutama di jajaran pamen dan pati.
“Saat ini mapping tidak tercipta di kepolisian, sehingga banyak kelebihan SDM. Dan Polri tidak bisa mengantisipasi itu,” ujarnya. Semoga elite Polri bisa segera membuat peta besar guna mengatasi menumpuknya jumlah kombes dan juga pati di tubuhnya.
Penulis: Kukuh Bhimo Nugroho
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti