Menuju konten utama

Jadwal dan Isi Tuntutan Buruh Demo Tapera di Istana 6 Juni

Demo Tapera oleh serikat buruh akan dilaksanakan pada Kamis, 6 Juni 2024 di Istana Negara. Isi tuntutan demo dapat disimak dalam artikel ini.

Jadwal dan Isi Tuntutan Buruh Demo Tapera di Istana 6 Juni
Pegawai aparatur sipil negara (ASN) melihat rumah siap huni yang dipasarkan sebuah pengembang perumahan di dekat kawasan Puspiptek, Tangerang Selatan, Banten, Kamis (17/6/2021). ANTARA FOTO/Muhammad Iqbal.

tirto.id - Para buruh akan melakukan demo untuk memprotes kebijakan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) yang diteken oleh Presiden RI Joko Widodo melalui PP Nomor 21 Tahun 2024.

Terdapat tiga macam produk yang ditawarkan program Tapera, yakni KPR dan KBR Tapera bagi pekerja yang belum memiliki rumah serta KRR Tapera bagi pekerja yang sudah memiliki rumah.

Aturan Tapera bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS) bukanlah hal yang baru, iuran tersebut sudah diwajibkan kepada mereka sejak 2016.

Program serupa juga pernah diterapkan di masa pemerintahan Presiden Soeharto dengan nama Taperum-PNS (Tabungan Perumahan PNS).

Alih-alih menuai respons baik dari masyarakat, kebijakan yang diperbarui tersebut justru lebih banyak mendapat kritik.

Masyarakat utamanya menyoroti pembaruan tentang wajibnya iuran Tapera untuk seluruh pekerja baik yang berada di bawah naungan lembaga pemerintah maupun lembaga swasta.

Program tersebut dinilai memberatkan pekerja, karena iurannya dipotong dari gaji bulanan sebesar 3 persen.

Isi Tuntutan Buruh Demo Tapera di Istana Negara

Penolakan pembaruan iuran Tapera tersebut telah memasuki babak baru, Partai Buruh bersama KSPI menyatakan akan melakukan demo.

Said Iqbal selaku Presiden Partai Buruh menyatakan bahwa ribuan buruh akan turun berdemo di Istana negara pada 6 Juni 2024.

Iqbal menyampaikan bahwa terdapat 6 tuntutan utama mengenai pencabutan PP Tapera dan pembatalan kewajiban iuran. Tuntutan tersebut di antaranya adalah sebagai berikut:

1. Pungutan sebesar 3% kepada pekerja dan pengusaha tidak serta merta menjamin kepemilikan rumah. Buruh tetap tidak akan bisa membeli rumah meski telah menjadi peserta Tapera selama 10-20 tahun.

2. Kejelasan tentang tanggung jawab pemerintah. Tidak ada keterangan penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang akan ikut disisihkan untuk membantu iuran buruh.

3. Iuran Tapera yang ditarik setiap tanggal 10 dari penghasilan bulanan pekerja dinilai memberatkan. Dijelaskan bahwa total potongan gaji buruh bisa membengkak hingga 12 persen buntut program ini.

4. Mewanti-wanti bahwa iuran Tapera bisa menjadi ladang korupsi baru. Pihaknya menyebut bahwa Tapera tidak termasuk dalam sistem jaminan sosial yang berasal dari iuran peserta dan dikelola oleh lembaga non pemerintah ataupun bantuan sosial yang berasal dari APBN dan APBD dan dikelola oleh pemerintah. Dana program ini hanya berasal dari iuran masyarakat tanpa iuran negara, namun pemerintah malah berperan sebagai penyelenggara.

5. Ia menilai keberadaan Tapera adalah sebuah bentuk pemaksaan dari negara.

6. Merasa bahwa program Tapera tidak jelas dan diklaim bahwa buruh akan mengalami kesulitan dalam proses pencairan manfaatnya di masa depan.

Mengapa Iuran Tapera Ditolak Banyak Pihak?

Respons negatif tidak hanya datang dari pekerja yang keberatan dengan kebijakan wajib iuran Tapera, melainkan juga datang dari perusahaan, pengusaha, hingga partai politik. Lantas mengapa iuran Tapera ditolak banyak pihak?

Terdapat beberapa poin perubahan yang menuai polemik, awalnya publik kecewa karena pegawai lepas dan pegawai swasta ikut diwajibkan menjadi peserta.

Kemudian bak menuangkan minyak tanah ke api, kekecewaan publik tak hanya disebabkan perubahan kewajiban yang turut menyasar pegawai non-pemerintah. Mereka juga kecewa karena pemotongan gaji untuk iuran Tapera mencapai 3 persen dari penghasilan bulanan.

Dengan rincian sebesar 2,5% ditanggung pegawai, sementara 0,5% sisanya akan ditanggung perusahaan atau pemberi kerja. Di sisi lain, pekerja lepas atau mandiri harus menanggung iuran Tapera sebesar 3% dari keseluruhan penghasilan bulanannya.

Ditambah lagi pegawai yang sudah memiliki rumah turut diwajibkan untuk membayar iuran Tapera secara rutin dan kekhawatiran adanya mudarat seperti potensi korupsi. Deretan alasan inilah yang kemudian menjadi latar belakang penolakan iuran Tapera dari banyak pihak. Belum lagi adanya kemungkinan korupsi dari penyelenggaraan.

Baca juga artikel terkait TAPERA atau tulisan lainnya dari Aisyah Yuri Oktavania

tirto.id - Ekonomi
Kontributor: Aisyah Yuri Oktavania
Penulis: Aisyah Yuri Oktavania
Editor: Dipna Videlia Putsanra