tirto.id - Peneliti Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda, memandang program Tapera lebih banyak memberikan dampak negatif, khususnya pada perekonomian negara. Alih-alih menguntungkan pihak buruh dan perusahaan, Tapera cuma jadi sarana pemerintah meraup untung.
Kajian Celios memprediksi, dampak iuran Tapera pada kondisi ekonomi saat ini, berpotensi menyebabkan penurunan PDB nasional hingga Rp1,21 triliun. Risiko ini muncul karena iuran wajib Tapera akan membuat tingkat konsumsi masyarakat melemah. Ditambah kondisi saat ini di mana daya beli sudah loyo dan biaya hidup semakin meroket.
“Pendapatan pekerja turut terdampak, dengan risiko penurunan sebesar Rp200 miliar, yang berarti daya beli masyarakat bisa berkurang,” kata Huda.
Selain itu, Tapera membuat surplus bisnis bakal mengalami penurunan sebesar Rp1,03 triliun. Hal ini mengindikasikan bahwa profitabilitas dunia usaha secara agregat di berbagai sektor menurun akibat kebijakan Tapera. Pada akhirnya, Tapera akan berdampak pada hilangnya 466,83 ribu pekerjaan.
“Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan iuran wajib Tapera berdampak negatif pada lapangan kerja, indikasi dari adanya pengurangan konsumsi dan investasi oleh perusahaan,” ujar Nailul.
Sementara itu, pengamat kebijakan publik, Trubus Rahadiansyah, memandang Tapera akan bermanfaat jika pemerintah hadir di sana sebagaimana mandat UUD soal hak hunian bagi masyarakat. Sayangnya, dalam UU Tapera, penyediaan rumah rakyat justru dibebankan dan diwajibkan ditanggung oleh masyarakat.
“Memaksakan Tapera itu bisa saja menjadi suatu perbuatan yang sewenang-wenang. Apalagi dia tidak menjelaskan pemerintah berkontribusi seperti apa di sana,” kata Trubus kepada reporter Tirto, Selasa (4/6/2024).
Trubus menilai, selain sewenang-wenang, negara berpotensi melanggar hak asasi manusia karena mewajibkan Tapera dengan cara paksa. Padahal, tidak semua pegawai wajib dan memprioritaskan kepemilikan hunian, mereka juga berhak memilih untuk memiliki hunian sendiri secara kontrak atau sewa.
“Pemerintah jika tidak bisa menjamin akuntabilitas dan hanya kumpulin dana doang, maka negara berpotensi kembali gagal melindungi uang masyarakat,” ujar Trubus.
Menurut dia, Tapera sangat jelas hanya terkait kepentingan negara dalam mendulang dana bagi kepentingan proyek-proyek yang belum rampung. Jika program ini terus berlanjut, kata Trubus, maka akan dikenang menjadi warisan buruk rezim Jokowi, sekaligus membebani pemerintahan baru mendatang.
“Ini [Tapera] akan jadi legacy Pak Jokowi yang buruk dan membebani di mata masyarakat. Dan ini terus nekat dilanjutkan Prabowo, maka pemerintah dia tidak akan lama karena akan terus digugat masyarakat,” tegas Trubus.
Penulis: Mochammad Fajar Nur
Editor: Abdul Aziz