tirto.id - Sekujur tubuh Ali Achmad Firmansyah penuh dengan luka. Mukanya lebam. Selaput putih matanya memerah. Bibirnya jontor. Perut dan punggungnya bolong-bolong dan menghitam seperti bekas disundut rokok. Tangannya pun bengkak.
Iyan, demikian Ali biasa dipanggil keluarga, ditemukan dengan kondisi seperti itu setelah 17 Agustus lalu menghilang dari rumahnya di Cempaka Putih Utara, Kemayoran. Dia ditemukan sehari setelahnya di Panti Sosial Bina Insan, Kedoya.
Yang menemukan Iyan adalah keluarganya langsung, meski mereka menginformasikannya juga lewat sosial media.
Henni Irmala Sari, kakak Iyan, mengatakan adiknya itu meninggalkan rumah setelah kejang-kejang dan linglung.
Iyan, 20 tahun, adalah penyandang disabilitas psikososial, demikian aku Sari. Dia dan keluarga yang lain membiarkan saja Iyan berkeliaran di sekitar rumah setelah kejang-kejang sebab itu memang sudah jadi kebiasaannya.
"Setelah kejang, dia bakal jalan ke mana-mana. Biasanya setelah sadar pasti akan pulang lagi. Ternyata hingga magrib tidak pulang, padahal jam dua siang masih ada di dekat rumah," kata Sari kepada Tirto, Senin (20/8/2018).
Sari pun bergegas mencari adiknya. Tak lupa, ia menyebarkan pesan lewat sosial media, bahwa siapa saja yang menemukan Iyan harap menghubunginya atau diantarkan langsung ke rumah.
Beberapa rumah sakit dan panti sosial juga didatangi. Di Bina Insanlah adiknya ditemukan. Menurutnya, pihak dinas mengatakan Iyan dibawa ke tempat mereka pada Sabtu pukul 12.17.
Kepala Pusat Pelayanan Panti Sosial Bina Insan Kedoya, Untung, mengatakan ketika datang Iyan sudah dalam kondisi demikian. "Ketika datang, keadaannya sudah luka-luka di wajah dan badan, bekas pukulan dan luka bakar," katanya.
Sebelum menyerahkan pada keluarga, Untung bertanya dulu apakah Iyan ketika meninggalkan rumah sudah dalam keadaan luka-luka atau tidak. Jawaban keluarga tidak, tentu saja. Dapat disimpulkan kekerasan yang menimpa Iyan terjadi antara Jumat (17/8) siang hingga Sabtu (18/8) siang.
"Yang mengantar namanya Darussalam. Ditemukan di Lapangan Banteng, Jakpus," katanya.
Tentu saja keluarga tak terima Iyan diperlakukan demikian. Kecurigaan mereka mengarah pada aparat, lebih tepatnya Satpol PP, sebagai biang keladi kekerasan. "Ini mungkin aparat, mungkin Satpol PP," kata Sari.
Sari mengaku sudah melapor ke Polres Jakarta Pusat. "Kami berharap ditindak tegas siapa yang melakukan tindak kekerasan ke adik saya," katanya.
Pernyataan Sari didukung oleh Anies Baswedan, Gubernur DKI. Anies, yang mengaku sudah tahu mengenai ini dari sosial media, telah menginstruksikan jajarannya untuk melakukan pemeriksaan.
"Instruksinya jelas: siapa pun yang melanggar, maka dia akan kena sanksi, dan apabila tindakan ini masuk klasifikasi ranah pidana, maka akan diproses secara hukum oleh pihak kepolisian, agar dilaporkan," katanya.
Kepala Satpol PP DKI Jakarta Yuni Wahyu mengakui tahu kejadian ini. Menurutnya, dari keterangan informan, Iyan terlebih dulu ditangkap pihak keamanan acara pameran flora dan fauna "Flona Synergreen 2018."
"Katanya sempat ada yang meneriaki maling, makanya diamankan," lanjut Yuni.
Yuni mengatakan pihaknya akan berani tanggung jawab dan menindak bawahannya jika ada yang diketahui terlibat menganiaya Iyan.
"Enggak mungkinlah Satpol PP menggunakan cara biadab seperti itu," katanya.
Sari tak percaya dengan pernyataan Yuni ketika kami mintai tanggapan pernyataan ini. Menurutnya, tak masuk akal jika ada yang meneriaki seseorang maling tapi yang bersangkutan malah dibawa ke panti, bukan kantor polisi.
"Uang di kantong Iyan masih ada, dan dibawa Panti Sosial, bukan kantor polisi. Otomatis bukan warga yang mengira ini maling. Logikanya, kan, begitu," kata Sari.
Penulis: Haris Prabowo
Editor: Rio Apinino