tirto.id - Istri Hakim PN Surabaya, Erintuah Damanik, Rita Sidauruk, mengklaim mengalami syok dan ketakutan setelah mengikuti kegiatan pemeriksaan suaminya dan penggeledahan di kediamannya. Ia pun mengalami hal tersebut setelah penyidik memasuki kamar sebelah apartemen miliknya.
Hal itu diketahui berawal saat Rita menceritakan proses penggeledahan serta penangkapan yang dilakukan penyidik terhadap suaminya. Perempuan yang dihadirkan sebagai saksi dalam kasus dugaan suap vonis bebas terpidana kasus penganiayaan, Ronald Tannur, untuk terdakwa Erintuah Damanik dan Mangapul ini mengatakan, kejadian penangkapan berlangsung pada 23 Oktober 2024 pagi. Proses penangkapan berawal seseorang mengetuk apartemennya saat dirinya tengah memasak dan Erintuah sedang menonton tayangan berita.
"Sudah bangun tidur, lagi duduk biasanya bapak lagi dengar berita, saya masak. Kan kelihatan, karena apartemen itu kecil, jadi saya bilang 'Ada pah yang ketuk' 'yaudah gapapa buka aja'. Saya buka. Kemudian saya buka, terus mereka (penyidik) masuk lah," tuturnya di ruang sidang Tipikor, Jakarta Pusat, Selasa (7/1/2025).
Rita mengaku kaget mendengar orang yang mengetuk pintu kamarnya adalah penyidik Kejaksaan Agung.
"Katanya 'Dari Kejaksaan Agung'. Kita buka pintu masuk semua. Saya terus terang syok di situ kaget saya 'Ada apa ini' saya gak bisa ngomong saya diam," ucapnya.
Kemudian, Rita menerangkan, pihak Kejaksaan melakukan pemeriksaan dan penggeledahan di apartemennya dari pagi sekitar pukul 06.00 hingga pukul 17.30 WIB. Menurutnya, dia dan Erintuah tetap berdiam di dalam apartemen saat penggeledahan tersebut.
Usai penggeledahan, penyidik hendak membawa Erintuah ke Kejaksaan Tinggi Jawa Timur. Ia pun sempat meminta penyidik untuk mengajaknya demi mengetahui keberadaan suaminya.
"Saya mohon sama Jaksa (penyidik) waktu itu 'Pak saya ikut, saya mau lihat suami saya dibawa ke mana' jadi saya minta ikut," katanya.
"Dibawa ke Kejaksaan Agung, eh Kejaksaan Tinggi. Malah lebih stres saya pak," tambahnya.
Sesampainya di Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, Rita langsung dipisahkan dari Erintuah. Rita pun diminta menunggu dan sekitar jam 22.00 WIB. Penyidik lantas memintanya untuk pulang dan memberi tahu bahwa Erintuah tak bisa pulang bersamanya.
Ia pun mulai ketakutan setelah pulang dari pemeriksaan di Kejaksaan Tinggi Jawa Timur. Saat tiba di apartemen, Rita menemui salah seorang jaksa yang menggeledah kamarnya. Ia sempat menawarkan untuk beristirahat. Namun, jaksa tersebut menolak permintaan dan masuk di kamar apartemen sebelahnya.
"Ketika saya pulang, saya syok karena waktu penggeledahan itu ternyata mereka kan saya kasih juga pak karena ada beberapa yang duduk 'saya bilang pak, baring aja di sini' saya kasih alas tidur. Terus saya lihat jaksa itu masuk ke sebelah ke sebelah apartemen saya. Itu yang buat saya, saya nggak berani lihat orang lagi pak," kata Rita.
"Ketakutan saya, mencekam saya, sampai berapa minggu, di situ juga ada ketuk-ketuk saya gak bisa tidur berhari hari pak," lanjutnya.
Diketahui, ketiga hakim pada PN Surabaya, yaitu Erintuah Damanik, Mangapul, dan Heru Hanindyo didakwa telah menerima suap untuk memberikan vonis bebas kepada Ronald Tannur, yang telah menganiaya kekasihnya, Dini Sera, hingga meninggal dunia.
Suap tersebut diberikan oleh pengacara Ronald Tannur, Lisa Rahmat, dan ibu Ronald Tannur, Meirizka Widjadja. Erintuah Damanik, menerima SGD48 ribu terlebih dahulu, kemudian dia kembali menerima SGD140 ribu, kemudian dibagi SGD38 untuk Erintah, serta masing-masing SGD36 ribu untuk Heru dan Mangapul. Sisanya, SGD30 ribu disimpan oleh Erintuah.
Dalam dakwaannya, jaksa penuntut umum pada Kejaksaan Agung juga menyebut bahwa Lisa Rahmat dan Meiriza meminta bantuan kepada mantan penjabat Mahkamah Agung, Zarof Ricar yang kemudian dikenalkan oleh Zarof kepada ketiga hakim tersebut untuk memberikan suap.
Atas perbuatannya, ketiga hakim tersebut didakwa telah melanggar Pasal 12 Huruf c juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Penulis: Auliya Umayna Andani
Editor: Andrian Pratama Taher