Menuju konten utama

Isi Tujuh Poin Alasan Setya Novanto Mangkir dari Pemeriksaan KPK

Kepala Biro Humas KPK Febri Diansyah mengatakan surat itu memuat sejumlah informasi terkait ketidakhadiran Ketua DPR tersebut.

Isi Tujuh Poin Alasan Setya Novanto Mangkir dari Pemeriksaan KPK
Ketua DPR Setya Novanto memberikan pidato dalam Sidang Paripurna DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (15/11/2017). ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay.

tirto.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menginformasikan isi tujuh lembar surat yang diserahkan pihak kuasa hukum Setya Novanto. Kepala Biro Humas KPK Febri Diansyah mengatakan surat itu memuat sejumlah informasi terkait ketidakhadiran Ketua DPR tersebut.

"Sekitar pukul 10.00 pagi ini, KPK menerima surat tertanggal 14 November 2017 dengan kop surat kantor pengacara. Surat pemberitahuan tidak dapat memenuhi panggilan KPK tersebut berisikan tujuh poin," kata Febri dalam keterangan tertulis yang diterima Tirto, Rabu (15/11/2017).

Surat tersebut ditandatangani langsung oleh penasihat hukum Setya Novanto Fredrich Yunadi. Selain itu, surat tersebut ditembuskan ke sejumlah pihak yakni Presiden RI, Ketua MK RI, Ketua MA RI, Ketua Komnasham, Kapolri, Jaksa Agung RI, Kabareskrim Polri, Kapolda Metro Jaya, Kajati DKI serta Setya Novanto selaku klien.

Febri mengatakan, isi tujuh poin surat yang disampaikan sama dengan surat sebelumnya. Poin pertama, pihak Novanto membenarkan kalau klien mereka telah menerima surat panggilan pemeriksaan KPK tanggal 10 November 2017.

Poin kedua, pihak Novanto membenarkan bahwa Ketua Umum Partai Golkar itu dipanggil dengan nama lengkap dan jabatan Novanto.

Pada poin ketiga dan poin keempat, pihak Setya Novanto menyampaikan sejumlah pasal sebagai alasan ketidakhadiran dalam pemeriksaan KPK.

Disebutkan dalam surat itu sejumlah pasal yang dijadikan dasar pertimbangan bahwa Setya Novanto selaku Ketua DPR RI tidak perlu memenuhi pemeriksaan KPK. Beberapa aturan tersebut di antaranya pasal 1 (3) UUD 1945 lantaran Negara Indonesia adalah Negara Hukum, pasal 20 A huruf (3) UUD 1945, pasal 80 UU No. 17 Tahun 2014 tentang hak imunitas, pasal 7 UU No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan dan Perundang-undangan, serta UU No. 17 Tahun 2014 Pasal 224 ayat (5) (Hak Imunitas Anggota DPR) dan Pasal 245 ayat (1).

Sementara itu, dalam poin 5, poin 6, dan poin 7, mereka menjelaskan pertimbangan tidak hadir selain perundang-undangan.

Alasan di luar aturan perundangan yakni mereka tengah melakukan judicial review di Mahkamah Konstitusi. Pihak kuasa hukum bahkan menghubungkan dengan Pansus Hak Angket KPK. Seperti diketahui, KPK tidak pernah hadir dalam pemanggilan pansus hak angket KPK dengan alasan mereka masih menggugat di Mahkamah Konstitusi. Analogi yang sama juga dijadikan alasan ketidakhadiran Setnov karena masih mengajukan uji materi di MK, ditambah juga karena ada tugas negara.

"Bahwa adanya tugas negara pada klien kami untuk memimpin dan membuka sidang Paripurna DPR pada tanggal 15 November 2017," kata Febri mengutip isi surat Setnov.

"Berdasarkan alasan-alasan hukum di atas maka klien kami belum bisa memenuhi panggilan tersebut sampai adanya putusan MK RI terhadap permohonan judicial review yang kami ajukan tersebut," lanjut Febri.

KPK direncanakan memanggil Ketua DPR Setya Novanto untuk dimintai keterangan sebagai tersangka, Rabu (14/11/2017). Meskipun pihak Setya Novanto sudah mengonfirmasi tidak akan hadir, KPK tetap berharap Novanto memenuhi panggilan penyidik tanpa menggunakan alasan.

Pengacara Ketua DPR Setya Novanto Fredrich Yunadi menegaskan Ketua DPR Setya Novanto tidak akan memenuhi panggilan penyidik KPK, Rabu (15/11/2017). Fredrich pun mengklaim sudah mengirimkan alasan kepada KPK terkait ketidakhadiran tersebut.

"Kita kan sudah bikin surat resmi, saya yang bikin surat resmi. Jadi tentu tidak hadir," kata Fredrich saat dihubungi Tirto, Rabu (15/11/2017).

Dalam surat tersebut, Fredrich menjelaskan kalau Setya Novanto tidak akan hadir memenuhi panggilan dengan alasan tengah menggugat kewenangan KPK yang bisa memanggil dan memeriksa anggota DPR yang dilindungi UUD 45. Kedua, pihak Novanto menguji apakah KPK melakukan pencegahan.

Surat tersebut dikabarkan sudah dikirim kepada KPK. Namun, informasi yang dihimpun, pihak lembaga antirasuah belum menerima surat tersebut. Fredrich mengaku surat diserahkan tidak langsung kepada penyidik. "Kalau itu penyidiknya mungkin kurang komunikasi. Kan surat kita gak bisa kasihkan penyidik. Kita kan Surat pasti kita kasihkan ke bagian penyuratan (surat-menyurat)," ujar Fredrich.

Fredrich menegaskan, pihak Novanto ingin mendapatkan perlindungan hukum. Mereka tidak mempunyai motif kecuali hal tersebut. Apabila KPK melakukan upaya paksa kepada Novanto, KPK bersikap diskriminatif terhadap pansus hak angket.

"Kalau beliau bisa, berarti KPK juga hadir dong ke DPR. Pansus DPR hak angket itu adalah pro justicia loh. Sama loh dengan pada polisi. Dia punya upaya paksa," kata Fredrich.

Baca juga artikel terkait KORUPSI E-KTP atau tulisan lainnya dari Maya Saputri

tirto.id - Hukum
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Maya Saputri
Editor: Maya Saputri