tirto.id - Sejak dilantik sebagai Presiden Indonesia ke-7 pada Oktober 2014, Presiden Joko Widodo (Jokowi) dikenal sebagai pemimpin yang gemar mengeluarkan “kartu sakti” sebagai senjata ampuhnya. Kartu-kartu ini juga menjadi alat kampanye Jokowi saat gelaran Pilres 2014.
Saat kampanye Pilpres 2014, ia mengenalkan dua kartu andalannya; Kartu Indonesia Pintar (KIP) dan Kartu Indonesia Sehat (KIS). Program ini langsung direalisasikan pada tahun pertama ia menjabat. Akan tetapi, tak mudah bagi Presiden Jokowi menerapkannya, karena dalam APBN yang disahkan pada masa pemerintahan sebelumnya, tidak mengenal nomenklatur anggaran untuk program ini.
Pro dan kontra terkait program KIP dan KIS ini pun tak dapat dihindarkan. DPR menilai program tersebut tidak ada nomenklatur anggarannya sehingga pemerintah harus terlebih dahulu melakukan koordinasi dengan legislatif jika ingin peluncuran program ini.
Namun, pemerintah tetap bergeming. Bambang Brodjonegoro yang saat itu menjabat sebagai menteri keuangan mengatakan, program KIS dan KIP tidak perlu izin legislatif, karena anggaran program tersebut sudah ada dalam nomenklatur anggaran yang telah disusun.
Pemerintah beralasan, ketentuan anggaran KIS ada pada anggaran Badan Penyelenggaran Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Sementara anggaran KIP adalah anggaran yang dialokasikan untuk bantuan Beasiswa Siswa Miskin (BSM).
Setelah dua program ini berjalan, setiap kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan bantuan sosial (bansos) pada masyarakat, Jokowi selalu menerbitkan kartu baru. Hingga saat ini, terhitung sudah ada sekitar lima kartu yang dikeluarkan Jokowi terkait dana bantuan pemerintah ini.
Misalnya, di sektor pendidikan ada KIP, KIS pada program Jaminan Kesehatan Nasional, Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) sebagai penanda keluarga kurang mampu sekaligus pengganti Kartu Perlindungan Sosial (KPS). Selain itu, pemerintah juga mengeluarkan kartu Beras Sejahtera (Rastra) serta Program Keluarga Harapan (PKH) bagi program perlindungan sosial melalui pemberian bantuan tunai kepada Rumah Tangga Sangat Miskin (RTSM).
Saat ini, pemerintah berencana menggabung berbagai kartu bantuan sosial itu secara nontunai. Kartu seperti KIP, KIS, Rastra, dan PKH nantinya akan diintegrasikan menjadi satu dalam kartu KKS.
KKS ini nantinya dapat digunakan untuk membeli berbagai keperluan melalui program Elektronik Warung Gotong Royong (E-Warong). Program ini juga rencananya akan melibatkan perbankan untuk mencatat seluruh transaksi dari KKS.
“Rencananya memang ke depan ini pemerintah akan menyalurkan bansos nontunai yang berkaitan dengan PKH, KIP, KIH, Rastra di E-Warong,” kata Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK), Puan Maharani.
Rencana integrasi dalam satu kartu dan penyaluran nontunai ini bertujuan agar penyaluran dana bantuan sosial ini dapat lebih transparan, terkontrol, dan tepat sasaran. Karena program ini dapat dikatakan berhasil apabila orang yang menerima uangnya tepat waktu, jumlahnya tidak berkurang, serta tepat sasaran.
Di sisi lain pemerintah juga harus mempertimbangkan kebanyakan para pemegang kartu tersebut adalah masyarakat pedesaan yang masih gamang dengan perkembangan teknologi. Karena itu, teknis penyaluran bantuan pemerintah ini juga harus mempertimbangkan kondisi ini.
Program Unggulan
Pemerintahan Joko Widodo – Jusuf Kalla menjadikan program pemerintah melalui kartu-kartu sakti di atas sebagai program unggulan. Laman resmi Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) menyebut, dengan pelaksanaan program ini, pemerintah dapat meningkatkan martabat keluarga kurang mampu dengan pelindungan dan pemberdayaan.
Misalnya, melalui Kartu Keluarga Sekajtera (KKS). Kartu ini diterbitkan pemerintah sebagai penanda keluarga kurang mampu. Kartu ini juga berfungsi sebagai pengganti Kartu Perlindungan Sosial (KPS) yang diterbitkan saat pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono.
Pada mulanya, KPS ini berguna untuk mendapatkan manfaat dari program subsidi beras untuk masyarakat yang berpenghasilan rendah (Program Raskin). Selain itu, KPS juga dapat digunakan untuk mendapatkan manfaat program Beasiswa Siswa Miskin (BSM) dan Program Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) sebagai bentuk kompensasi kenaikan BBM pada masa Presiden Yudhoyono.
Namun, fungsi di atas sudah berubah pada era pemerintahan Presiden Jokowi. Misalnya, di era Jokowi tidak ada lagi program BSM, karena sudah diganti dengan program baru yang diberi nama Kartu Indonesia Pintar (KIP).
Program KIP ini adalah pemberian bantuan tunai pendidikan kepada seluruh anak usia sekolah (6 - 21 tahun) yang menerima KIP, atau yang berasal dari keluarga miskin dan rentan seperti dari keluarga atau rumah tangga pemegang Kartu Keluarga Sejahtera. Dalam persyaratan untuk mendapatkan KIP juga disebutkan bahwa penerima BSM dari keluarga pemegang KPS juga berhak menerima KIP.
Hal yang sama juga berlaku dalam program Raskin. Akan tetapi di era Presiden Jokowi berganti nama menjadi program Beras Sejahtera (Rastra). Persyaratan dan ketentuan penerima program ini juga lebih rinci dari Program Raskin di era Yudhoyono.
Ada beberapa indikator yang harus dipenuhi oleh penerima program Rastra ini. Misalnya, sumber penghasilan kepala rumah tangga adalah petani dengan luas lahan 500 m2, buruh tani, nelayan, buruh bangunan, buruh perkebunan dan pekerjaan lainnya dengan pendapatan di bawah Rp600.000 per bulan.
Selain itu, penerima Rastra juga tidak memiliki tabungan/barang yang mudah dijual dengan minimal Rp500.000, seperti sepada motor kredit/non kredit, emas, ternak, kapal motor, atau barang modal lainnya. Pendidikan tertinggi kepala rumah tangga tidak sekolah/tidak tamat SD/tamat SD, dan masih banyak indikator lainnya.
Sementara PKH (Program Keluarga Harapan) merupakan program baru di era Jokowi. PKH ini merupakan program perlindungan sosial melalui pemberian bantuan tunai kepada Rumah Tangga Sangat Miskin (RTSM).
Syarat penerima PKH salah satunya adalah perempuan hamil, nifas atau memiliki anak balita, memiliki anak usia 5 – 7 tahun yang belum masuk pendidikan dasar (anak pra sekolah), anak usia SD dan sederajat, anak usia SLTP, serta anak usia 15 - 18 tahun yang belum menyelesaikan pendidikan dasar termasuk anak dengan disabilitas.
Besaran bantuan yang diterima berdasarkan Keputusan Menteri Sosial RI No. 23/HUK/2016 tentang Indeks dan Komponen Bantuan Sosial Program Keluarga Harapan Tahun 2016 tanggal 16 Maret 2016. Dalam hal ini, Kementerian Sosial menambahkan komponen bantuan sosial, di antaranya: bantuan tetap sebesar Rp500.000, bantuan anak usia di bawah 6 (enam) tahun, ibu hamil/menyusui sebesar Rp 1.200.000, bantuan lanjut usia 70 tahun ke atas sebesar Rp2.400.000.
Serta bantuan anak peserta pendidikan setara SD/MI atau sederajat sebesar Rp450.000, bantuan anak peserta pendidikan setara SMP/MTS atau sederajat sebesar Rp750.000, bantuan anak peserta pendidikan setara SMA/MA atau sederajat sebesar Rp1.000.000, dan bantuan penyandang disabilitas berat sebesar Rp3.600.000.
Bagaimana dengan KIS? KIS adalah kartu identitas peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikelola oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. KIS ini digunakan untuk mendapatkan layanan kesehatan melalui program BPJS ini.
Namun, pada praktiknya KIS ini masih mendapatkan kendala serius. Tak sedikit pasien yang menggunakan KIS ini ditolak oleh pihak rumah sakit. Hal ini merupakan tugas berat bagi pemerintah ke depan untuk memperbaiki sistem dan layanan bagi para pemegang kartu KIS ini.
Pertanyaannya, efektifkah kartu-kartu di atas diintegrasikan menjadi satu kartu dalam KKS?
Jika merujuk pada persyaratan dari masing-masing kartu di atas, maka ide integrasi kartu sakti dalam KKS akan efektif. Ini karena setiap penerima kartu sakti yang diterbitkan pemerintah, salah satu syaratnya adalah pemegang KKS, kartu yang diterbitkan pemerintah sebagai penanda keluarga kurang mampu.
Di sisi lain, rencana integrasi dalam satu kartu dan penyaluran nontunai ini bertujuan agar penyaluran dana bantuan sosial ini dapat lebih transparan, terkontrol, dan tepat sasaran. Maka akan sangat efektif jika kepala keluarga hanya memegang satu kartu, tapi memiliki banyak fungsi.
Penulis: Abdul Aziz
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti