tirto.id - Artikel sebelumnya: Imigran China yang Berkubang dalam Tambang Emas & Rel Kereta Api
Dalam seratus tahun terakhir kedatangannya, imigran China di AS telah mendapatkan berbagai perlakuan. Disambut, diintimidasi, disanjung, dicaci, dilindungi, tetapi akhirnya tetap dikucilkan.
Yung Wing mendapatkan kewarganegaraan AS pada bulan Oktober 1852 melalui proses naturalisasi yang mengacu pada Undang-undang Naturalisasi tahun 1790 dan 1795.
Perbedaan mencolok dari kedua undang-undang adalah syarat tinggal permanen, dari yang semula harus tinggal selama dua tahun menjadi lima tahun.
Yung Wing mendapatkan persyaratan tersebut karena sudah tinggal untuk kuliah di AS hampir delapan tahun. Tekun dan banyak prestasi, dia juga mendapatkan banyak penghargaan. Koleganya banyak karena pergaulannya juga luas dengan berbagai kalangan.
Setelah lulus dan menjadi misionaris, ia juga mendapat pengakuan dalam memulihkan hubungan China dan AS, terutama di bidang pendidikan.
Gedung Misi Pendidikan China kemudian didirikannya di Hartford tahun 1870. Sebagai kantor pusat, gedung tersebut memfasilitasi para mahasiswa yang akan belajar di AS. Dilengkapi ruang kelas modern, gedung juga menyediakan asrama untuk mahasiswa China.
Sebelum China membuka kedutaan pertamanya di AS tahun 1878, Yung Wing menjadi penghubung dalam komunikasi antar diplomat. Ketika ada pejabat China datang, ia akan mengkoordinir pertemuan dengan pejabat AS.
Pun begitu sebaliknya, ketika pejabat AS akan mengunjungi China, ia akan disibukkan untuk mengurus izin, dokumen, dan kebutuhan lainnya.
Aneka kegiatan itu dijalaninya selama tiga tahun, mulai 1875 sampai gedung kedutaan China berdiri tahun 1878.
Tahun 1876, dia mendapatkan gelar Doktor Kehormatan dari Universitas Yale tak lama usai mempersunting gadis Amerika, Marry Kellog. Memiliki keluarga dan meneruskan misi pendidikan sampai mengembuskan napas terakhirnya tahun 1912.
Lain Yung Wing, lain pula nasib para imigran China yang kurang beruntung di AS.
Kekerasan di Sejumlah Wilayah
Tanggal 24 Oktober 1871, kerusuhan melanda Pecinan di Los Angeles. Kerusuhan yang menewaskan 18 orang ini dipicu upaya pembersihan etnis oleh sekelompok kulit putih.
Sekitar 500 penyerang menyerbu permukiman pada jam 4 sore ketika suasana kota dalam kondisi tenang. Beberapa orang sedang membereskan pekerjaannya, ada juga keluarga yang sedang bercengkerama satu sama lain.
Teror sore itu datang tiba-tiba ketika kelompok penyerang mulai bertindak tanpa pandang bulu. Mereka memukul, menjarah, dan menembak secara membabi buta. Mayat-mayat kemudian bergelimpangan di jalanan. Mereka juga menggantung orang China tanpa perlawanan.
“Ini adalah pembersihan etnis,” kata Gabriel Chin, seorang profesor hukum di UC Davis yang mempelajari undang-undang anti-China, sebagaimana dilansir Los Angeles Times.
Sebelumnya, penyerangan terjadi di San Franscisco pada 1867 saat komplotan kulit putih mengusir pekerja China, menewaskan satu pekerja dan melukai 12 orang. Diduga pelakunya berasal dari Asosiasi Anti Kuli yang dibentuk pasca Perang Sipil dua tahun sebelumya.
Ada 10 orang yang kemudian diamankan polisi federal, tapi bebas beberapa hari kemudian setelah asosiasi tersebut melakukan upaya negosiasi serta jaminan.
Secara bersamaan, tahun 1865 atau setelah Perang Sipil berakhir, Ku Klux Klan yang dikenal juga dengan The Klan didirikan. Organisasi ini adalah sekumpulan kulit putih yang meneror warga kulit hitam dan imigran Asia.
Ideologi mereka adalah mengukuhkan supremasi kulit putih di tanah Amerika. Anggotanya sebagian besar veteran Perang Sipil.
The Klan yang di selatan menargetkan teror kepada orang kulit hitam dan orang kulit putih yang menjadi majikannya. Sedangkan di barat, mereka meneror orang China dan majikannya.
Kevin Waite, penulis buku West of Slavery: The Southern Dream of a Transcontinental Empire (2021) menulis laporannya dan menemukan lebih dari selusin serangan yang dikaitkan dengan The Klan di California dari tahun 1868 hingga 1870.
Musim semi 1868, teror dilakukan kepada para pekerja China di beberapa peternakan California Utara. Satu tahun kemudian, gereja di San Jose dan Sacramento yang jemaatnya terdiri dari orang-orang China dibakar. Mereka diintimidasi dan dipukuli. Para pelaku beralasan, sebuah dosa besar melayani orang China.
Di Rock Spring, 28 penambang China dibantai oleh sekelompok penambang kulit putih yang membawa luka “Demam Emas”.
Kekerasan yang terus terjadi terhadap imigran China kemudian dilegitimasi oleh pemerintah, baik federal maupun pusat.
Gubernur California, Henry Haight, yang dilantik pada 5 Desember 1867 dalam pidato pengukuhannya menyebutkan secara terang-terangan tentang bahayanya orang kulit hitam dan China jika memiliki hak pilih.
“Sejauh menyangkut California, orang-orang di Negara Bagian ini telah menyatakan penentangan mereka terhadap hak pilih negro dan China,” ujarnya.
Pada 6 Mei 1882, Presiden Chester A. Artur menandatangani Chinese Exclusion Act atau Undang-undang Eksklusi China, yang bertujuan melarang masuknya imigran China ke Amerika Serikat, khususnya California.
Undang-undang juga melarang warga China menjadi warga negara. Hal ini jelas makin mengukuhkan kedudukan supremasi kulit putih.
Meski begitu, orang-orang China yang menetap di AS tidak tinggal diam. Mereka berusaha melakukan berbagai perlawanan.
Upaya Mendapatkan Kesetaraan dan Hak-Hak Sipil
China dan Amerika Serikat menandatangani Perjanjian Burlingame-Seward yang disepakati tahun 1868. Salah satu isi perjanjian ini adalah mencabut pembatasan gelombang imigran China ke AS yang sebelumnya dikekang oleh Dinasti Qing.
Kedua negara kemudian meratifikasi perjanjian ini tahun 1880 melalui Perjanjian Angell. Secara garis besar perjanjian ini mengatur klasifikasi imigran China yang akan masuk ke AS.
Klasifikasi pertama adalah imigran kelas pekerja terampil dan tidak terampil yang sebagian besar menjadi buruh untuk sementara waktu dibatasi dan ditangguhkan masuk ke AS dalam waktu tertentu. Sedangkan klasifikasi imigran kedua adalah kelas pekerja profesional, seperti guru, pejabat perusahan, dan diplomat. Mereka diperbolehkan datang ke AS.
Dalam perjanjian juga disebutkan tentang adanya perlindungan dan hak-hak sipil warga China yang sudah menetap di AS.
Musim panas 1885, seorang binatu bernama Yick Wo ditangkap Sheriff Peter Hopkins karena membuka usaha tanpa izin. Dimasukkan ke penjara dan dinyatakan bersalah oleh pengadilan yang menghukumnya denda USD10.
Yick Wo menolak denda, lantas dikurung selama sepuluh hari. Ia kemudian mengajukan petisi ke Mahkamah Agung California dan meminta bantuan Serikat Binatu.
Solidaritas datang dari rekan seprofesi, pengusaha, Serikat Binatu, dan konsulat China di AS. Mereka mengumpulkan dana untuk menyewa pengacara terkemuka saat itu, Hall McAllister.
Dalam persidangan bertajuk Yick Wo v. Hopkins, McAllister menguraikan fakta-fakta di lapangan yang dianggap diskriminatif.
Di San Francisco ada 320 binatu yang harus mendapat izin usaha dari Dewan Pengawas Kota yang memiliki aturan bias dan tidak konsisten. Misalnya, untuk memiliki izin harus ada persetujuan 12 warga di lingkungannya.
Lalu persyaratan berubah dengan keputusan tempat usaha harus menetap di bangunan batu atau bata untuk menghindari kebakaran dan pencegahan sanitasi buruk. Padahal sebagian besar rumah di San Francisco saat itu terbuat dari kayu.
Yick Wo sudah 22 tahun berada di bisnis binatu dan selama ini izinnya cukup jelas dan telah disetujui oleh otoritas lokal selama bertahun-tahun. Cuciannya bersih, keselamatan kebakaran dan sanitasinya juga lolos inspeksi sampai tahun 1884.
Dewan Pengawas Kota tidak memperpanjang izin usahanya dan 200 binatu lainnya yang dimiliki orang China. Sementara dalam kondisi dan persyaratan yang sama, 80 binatu milik orang kulit putih atau 25 persen dari binatu yang ada di San Francisco diizinkan beroperasi.
Yick Wo mengajukan petisi, tapi ditolak oleh Mahkamah Agung California.
Ia kemudian mengajukan banding yang membawa kasusnya ke Mahkamah Agung AS pada bulan April 1886.
Hakim T. Stanlew Mathews yang memimpin persidangan menguji hakim lainnya mengenai kasus tersebut dengan acuan Amandemen Keempat Belas Konstitusi. Sedangkan pengacara McAllister menyebut peraturan Dewan Pengawas Kota telah melanggar isi Perjanjian Angell antara China dan Amerika Serikat pada tahun 1880 yang menyebutkan perlindungan dan hak-hak sipil orang China yang sudah lama menetap di AS.
Sementara salah satu butir Amandemen Keempat Belas Konstitusi tidak terbatas pada perlindungan warga negara AS, tetapi juga orang-orang asing yang tinggal di AS.
"Negara mana pun tidak boleh merampas kehidupan, kebebasan, atau properti siapa pun tanpa proses hukum yang semestinya; atau menolak siapa pun dalam yurisdiksinya perlindungan hukum yang sama."
Hakim Matthews kemudian melihat kasus ini sebagai upaya mengganggu usaha orang dengan aturan yang diskriminatif mengatasnamakan pemerintah yang seharusnya bisa bersikap adil.
Maka jelas dalam hal ini, ia cukup berempati kepada Yick Wo.
“Oleh karena itu, pemenjaraan para pemohon tidak sah dan mereka harus dibebaskan. Dan administrasi publik yang memberlakukannya merupakan pengingkaran atas perlindungan hukum yang setara dan pelanggaran terhadap Amandemen Keempat Belas Konstitusi. Oleh karena itu, pemenjaraan para pemohon tidak sah dan mereka harus dibebaskan,” ujarnya dalam putusan akhir persidangan pada tanggal 10 Mei 1886.
Kegembiraan imigran China di AS tidak berlangsung lama setelah kemenangan kasus Yick Wo di atas.
Tiga tahun kemudian, seorang pekerja China lainnya, Chae Chan Ping, ditolak kembali masuk ke AS meskipun memiliki surat-surat dan dokumen hukum yang sah.
Hukum imigran di AS saat itu mengacu pada Undang-undang Scott yang diberlakukan pada bulan Oktober 1888. Isinya menyebutkan bahwa imigran China dilarang bepergian ke luar negeri. Dan bagi mereka yang sudah keluar negeri, tidak diizinkan untuk kembali ke AS.
Akibatnya, 20.000 orang China yang memiliki dokumen resmi terkatung-katung di kapal pelayaran ketika hendak kembali ke AS.
Lantas, upaya apa saja yang dilakukan imigran China agar bisa masuk kembali ke AS?
Bersambung...
Penulis: Ali Zaenal
Editor: Nuran Wibisono