tirto.id - Menteri Pertanian Amran Sulaiman mengklaim Indonesia surplus produksi jagung dan bisa mengekspor hingga 380 ribu ton. Namun, pemerintah malah mengimpor jagung saat produksi dalam negeri itu diklaim sedang naik.
Pernyataan Amran membuat Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution angkat bicara. Darmin menyebut klaim Amran berpotensi disalahpahami dan berujung kecurigaan kepada pemerintah karena keputusan izin impor sudah dibahas dalam rapat terbatas dan dimohonkan Amran.
"Impor jagung itu rapatnya saja dibuat karena permintaan Menteri Pertanian. Surat usulannya dari Menteri Pertanian. Jangan mereka mulai belok-belokkan,” kata Darmin sebelum meninggalkan gedung Kemenko Perekonomian, Jakarta Pusat, Rabu malam (7/11/2018).
Darmin mengaku heran dengan permintaan impor di tengah melimpahnya produksi jagung dalam negeri. Namun, kata dia, permintaan itu akhirnya disetujui setelah mendengar penjelasan Amran soal banyaknya peternak mandiri yang berteriak soal tingginya harga jagung di pasar.
"Mereka bilang produksinya surplus 13 juta ton. Harganya naik, banyak yang marah, mau demo segala macam. Kemudian Mentan [Amran] bilang 'minta diimpor, deh.' Berapa? Seratus ribu," kata Darmin menceritakan kronologinya.
Meski demikian, Darmin enggan menjelaskan problem yang jadi sebab harga jagung melambung untuk peternak mandiri. Yang jelas, kata dia, ini bukan karena sistem resi gudang Bulog yang belum berjalan maksimal.
"Jangan salahkan yang lain. Kalau harga naik berarti ada yang kurang. Sederhana saja," kata Darmin. "Kalau surplus itu besar sekali 13 juta ton, tapi harga naik, terus apa kesimpulannya?"
Pada Selasa (6/11), Amran sempat menjelaskan masalah ini muncul karena distribusi yang tersendat. Selama ini, stok jagung Bulog yang digelontorkan pemerintah lebih banyak terserap ke perusahaan besar untuk campuran pakan ternak.
"Perusahaan besar menyerap jagung karena tidak mengimpor gandum untuk pakan, yang biasa dicampurkan, kan. Jatahnya kami keluarkan 200 ribu ton. Akhirnya petani kecil berteriak. Yang perusahaan besar, kan, diam," kata Amran.
Belakangan, Amran meminta polemik impor 100 ribu ton jagung tak perlu diperpanjang. Ia menyebut masalahnya bukan terletak pada produktivitas pertanian dalam negeri.
Tak hanya itu, Amran sempat menyebut impor bisa saja dibatalkan jika Bulog bisa menjaga stabilitas harga jagung dengan memanfaatkan suplai berlimpah dalam negeri. Yang jelas, kata dia, persoalan distribusi tidak boleh tergantung agar harga jagung di pasar tetap stabil.
"Kecil sekali memang [impornya], saya, sih, berharap begitu [dari dalam negeri]. Terserah. Bulog [impor] boleh juga, tapi intinya jangan sampai petani kecil berteriak. Datanya sudah saya cek di Jawa Timur, ternyata diijon." kata Amran, Selasa lalu.
Saat kembali ditanya pada Kamis (8/11), Amran sudah melontarkan jawaban berbeda. Ia menyampaikan tak ada opsi, selain impor 100 ribu ton jagung untuk mengontrol harga bagi peternak kecil mandiri.
Menurut dia, menjaga stabilitas harga dengan mengoptimalkan produksi dalam negeri sudah seharusnya menjadi tugas Bulog. Namun, kata dia, "Bulog bukan hanya itu saja tugasnya. Banyak. Ini Bulog sudah bekerja maksimal."
Diprotes Petani
Ketua Asosiasi Petani Jagung Indonesia (APJI) Sholahuddin menyayangkan keputusan impor yang diambil pemerintah. Menurutnya, itu merupakan pukulan telak bagi petani jagung di Indonesia jelang masa panen.
Beberapa daerah di Jawa Timur, seperti Jember, Tuban, Kediri, Jombang, dan Mojokerto, misalnya akan panen raya pada dua pekan ke depan. "Saya khawatir kebijakan pemerintah ini akan menurunkan semangat petani," kata Sholahuddin saat dihubungi reporter Tirto, Kamis pagi.
Selain itu, keputusan impor saat ini juga kurang tepat. Saat direalisasikan, kata dia, masuknya jagung dari luar berpotensi bentrok dengan masa panen raya yang bakal berlangsung Januari mendatang.
"Kalau panen raya ada impor masuk, ya, melanggar Undang-undang karena impor harga-harga jadi anjlok," kata Sholahuddin.
Penulis: Hendra Friana
Editor: Abdul Aziz