tirto.id - Berkebun kerap dikaitkan dengan aktivitas yang membawa ketenangan dan kedamaian. Melihat hamparan hijau atau warna warni tumbuhan, mengamati detail, menanam, atau memanen diyakini bisa menghilangkan penat.
Klaim semacam itu tidak sepenuhnya salah. Studi yang dilakukan oleh Agnes E van den Berg berjudul “Allotment Gardening and Health: A Comparative Survey Among Allotment Gardeners and Their Neighbors Without an Allotment” (2010, PDF) menyimpulkan bahwa berkebun memang memiliki efek positif bagi kebahagiaan, kepuasaan hidup, serta bisa mengurangi rasa kesepian. Berkebun juga memberi kontribusi sangat baik terhadap kesehatan, kebahagiaan, dan mental kata Carly Wood, pengajar di jurusan Nutrisi dan Ilmu Olahraga, University of Westminster.
Tidak heran bila para astronot NASA yang sedang bertugas di luar angkasa juga menyempatkan waktu untuk bercocok tanam. Hidup berbulan-bulan di ruang hampa sangat berpotensi membuat stres, membikin kesepian, dan mengganggu kewarasan.
Maka, untuk membunuh kesunyian, menanam dan merawat tumbuhan adalah kegiatan yang dilakukan beberapa astronot. Beberapa jenis tumbuhan yang ditanam di di lingkungan Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS) antara lain bunga kertas, kedelai, brokoli, bunga matahari dan lainnya. Mereka menggunakan lampu LED merah, hijau dan biru selama 10 jam sehari untuk merangsang pertumbuhan tanaman.
Tak hanya bagus untuk kesehatan mental, berkebun bisa membantu mengurangi efek rumah kaca, meningkatkan koordinasi kekuatan tangan, menurunkan berat badan, hingga mengurangi risiko demensia.
Selain manfaat itu, berkebun juga punya kemungkinan memberikan bonus berupa panjang umur.
Dan Buettner, seorang penulis dan penjelajah berkebangsaan Amerika Serikat, dalam sebuah proyek bernama Blue Zone telah mempelajari lima tempat di seluruh dunia yang penduduknya terkenal berumur panjang. Tempat tersebut adalah Okinawa di Jepang, Nicoya di Kosta Rika, Icaria di Yunani, Loma Linda di California, dan Sardinia di Italia. Ada kesamaan yang ditemukan Buettner dari orang-orang yang rata-rata usianya 80 sampai 90 tahun di tempat itu: mereka semua rutin berkebun.
"Jika Anda berkebun, Anda mendapatkan aktivitas fisik berintensitas rendah hampir setiap hari, dan Anda cenderung bekerja secara rutin," kata Buettner dikutip dari BBC.
Studi yang dilakukan C.D.Reimers dkk berjudul "Does Physical Activity Increase Life Expectancy? A Review of the Literature" (2012, PDF) membenarkan bagaimana aktivitas fisik berkontribusi terhadap umur panjang karena mengurangi penyakit seperti hipertensi arteri, diabetes mellitus tipe 2, dislipidemia, penyakit jantung koroner, stroke, dan kanker.
Para peneliti memakai 1.932 studi literatur yang menyelidiki harapan hidup orang yang aktif secara fisik versus orang yang tidak aktif. Hasilnya, semua studi melaporkan adanya tambahan usia harapan hidup yang lebih tinggi antara 0,43 hingga 6,9 tahun pada subjek yang aktif secara fisik. Tetapi penelitian tersebut belum bisa mengungkapkan apakah aktivitas fisik olahraga dengan intensitas tinggi lebih meningkatkan harapan hidup atau tidak.
Keterkaitan antara akses ke ruang hijau dengan penurunan angka kematian pernah diteliti oleh Peter James dkk dari Harvard University berjudul "Exposure to Greenness and Mortality in a Nationwide Prospective Cohort Study of Women" (2016, PDF).
Secara garis besar, temuan dalam studi tersebut adalah bahwa orang yang memiliki akses ke taman atau tinggal di dekat taman memiliki kemungkinan lebih rendah untuk terserang kanker atau penyakit pernapasan, dan lebih cenderung untuk sering berolahraga. Mereka yang berada di daerah paling hijau ditemukan 34 persen lebih kecil kemungkinannya meninggal karena penyakit pernapasan, dan 13 persen lebih kecil kemungkinannya meninggal akibat kanker.
Studi tersebut melibatkan 108.630 orang responden wanita Amerika Serikat yang diamati selama delapan tahun (2000 - 2008). Sebanyak 8.604 wanita diantaranya meninggal dunia selama periode penelitian. Risiko kematian kemudian dibandingkan dengan tingkat vegetasi yag ada di sekitar rumah responden yang diukur menggunakan citra satelit.
Hasilnya, para peneliti menemukan bahwa wanita dengan ruang hijau terbanyak dengan luas wilayah 250 meter di sekitar rumah, memiliki tingkat kematian 12 persen lebih rendah dibandingkan dengan wanita dengan sedikit ruang hijau.
"Kami terkejut melihat hubungan kuat antara peningkatan paparan hijau dengan tingkat kematian yang lebih rendah," kata Peter James selaku peneliti utama, dilansir dari The Spectator.
Tetapi faktor lain penunjang panjang umur dalam studi tersebut juga perlu diperhatikan. Seperti paparan polusi di rumah responden yang rendah, suasana hening, serta adanya peluang interaksi sosial dan aktivitas fisik.
Editor: Nuran Wibisono