Menuju konten utama

INDEF Nilai Swasembada Bawang Sulit Tercapai Tanpa Dukungan Swasta

Peneliti INDEF, Rusli Abdullah menyarankan pemerintah memberikan insentif untuk mendorong para investor swasta terlibat dalam pertanian bawang putih di dalam negeri.  

INDEF Nilai Swasembada Bawang Sulit Tercapai Tanpa Dukungan Swasta
Pekerja mengangkat bawang putih di Pasar Bitingan, Kudus, Jawa Tengah, Sabtu (17/6). Sejak tiga hari terakhir harga bawang putih jenis kating di wilayah itu naik dari Rp73 ribu menjadi Rp 80 ribu per kilo yang dipicu kurangnya stok. ANTARA FOTO/Yusuf Nugroho/aww/17.

tirto.id - Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Rusli Abdullah mengingatkan pemerintah memerlukan peran investor swasta untuk merealisasikan target swasembada bawang putih pada 2021.

Menurut Rusli, langkah pemerintah yang baru mengandalkan produksi benih bawang dari program yang didanai APBN, petani, dan kewajiban tanam 5 persen dari rekomendasi impor, belum cukup.

Dia juga pesimistis target swasembada bawang putih tercapai meski seluruh produksi domestik dipakai untuk memenuhi kebutuhan benih.

"Pemerintah perlu melibatkan swasta, tapi di saat yang sama jangan menghambat mereka juga," kata Rusli saat dihubungi reporter Tirto pada Senin (15/4/2019).

Rusli menilai selama ini pengusaha swasta menilai sektor pertanian berisiko tinggi. Alhasil, sulit mendapatkan pinjaman perbankan untuk mendanai investasi di sektor ini.

Kalau pun ada, kata dia, bunga yang ditawarkan juga tergolong besar sehingga semakin membuat sektor pertanian menjadi kurang diminati pengusaha.

Meskipun demikian, kata Rusli, pemerintah dapat mendorong pengusaha melirik investasi di sektor pertanian dengan memberikan insentif. Misalnya, memberikan subsidi yang menekan bunga pinjaman untuk investasi di sektor pertanian, terutama bawang putih.

"Kalau diserahkan ke swasta tanpa insentif ya mana ada yang mau. Margin petani kan gak besar apalagi kalau dipotong suku bunga pinjaman. Belum, kalau gak berhasil, ya gak ada yang tetarik," ucap Rusli.

Selain itu, Rusli juga mengkritik langkah pemerintah yang mewajibkan penanaman benih 5 persen dari rekomendasi impor.

Menurut dia, aturan ini memberatkan importir karena kewajiban penanaman bawang menambah tanggungan perusahaan yang membutuhkan biaya tidak sedikit. Belum lagi, secara kemampuan mereka lebih condong sebagai importir ketimbang bertani bawang.

Rusli berpendapat kewajiban itu semestinya dibarengi dengan dukungan perbankan untuk modal importir menanam bawang. Tanpa dukungan seperti itu, menurut dia, banyak importir bisa ragu untuk mengimpor bawang karena dibebani kewajiban yang berat. Akibatnya, harga bawang bisa terus melonjak karena kelanggkaan barang di pasar.

"Masa pedagang disuruh menanam bawang ya gak bisa lah. Mereka kan beda skill. Risiko sektor ini tinggi dan bank jarang mau kasih pinjaman modal," ucap Rusli.

Baca juga artikel terkait BAWANG PUTIH atau tulisan lainnya dari Vincent Fabian Thomas

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Vincent Fabian Thomas
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Addi M Idhom