tirto.id - Peneliti kebijakan publik dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Rusli Abdulah memandang anggaran pendidikan yang setara 20 persen Anggaran Pendapatan dan Belanja (APBN) belum digunakan secara efektif. Pengawasannya pun belum optimal.
Menurutnya, sebagian besar dana tersebut hanya digunakan untuk pembangunan infrastruktur fisik pendidikan. Namun, Rusli menilai pembangunan itu tidak meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. Untuk itu, Rusli meminta para kandidat di Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 memperhatikan permasalahan ini.
"Kita lihat dari nilai PISA, kita tersaingi dari Vietnam dan Thailand. Padahal sudah ada dana 20 persen APBN untuk pendidikan sejak zaman Presiden SBY," ujar Rusli kepada Tirto usai diskusi publik INDEF, Rabu (7/11/2018).
Temuan Rusdi menunjukkan bahwa ada sebuah daerah tidak memiliki sekolah. Lalu, anggaran pendidikan digunakan untuk membangun sekolah. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) akan menilai pembangunan itu tidak bermasalah apabila realisasi anggaran sesuai peruntukannya.
"Kalau sudah sesuai, berarti kemungkinan tidak ada korupsi," ujar Rusli.
Bagi Rusli, penilaian seperti tidak cukup. Efektivitas anggaran, misalnya dalam pendidikan, juga harus memperhitungkan outcome dan impact dari suatu program.
"Apakah di daerah itu, kebutuhan sekolahnya memenuhi rasio yang ideal? Jangan-jangan tidak ada siswa yang mau sekolah di situ. Otomatis tidak ada outcome dalam penganggaran," katanya.
Sedangkan, impact yang dimaksud Rusli mencakup, misalnya, "Ketika ada siswa yang sekolah di situ. Bagaimana dengan pengajarannya? Apa siswa semakin percaya diri, kecerdasan verbal atau motorik bertambah sehingga ketika lulus bisa mendapatkan pekerjaan."
Selain itu, Rusli juga menengarai anggaran pendidikan akan banyak diserap untuk membiayai birokrasi. "Misalnya, untuk memenuhi tuntutan guru honorer yang ingin diangkat sebagai PNS," ujarnya.
Penulis: Husein Abdulsalam
Editor: Alexander Haryanto