Menuju konten utama

Implementasi BPJS Kesehatan Menuju Kelas Standar, Bisa Lebih Baik?

Penerapan BPJS Kesehatan kelas standar mulai berlaku awal 2023. Peserta JKN akan mendapatkan hak rawat inap sesuai dengan standar yang ditetapkan.

Implementasi BPJS Kesehatan Menuju Kelas Standar, Bisa Lebih Baik?
Petugas melayani peserta BPJS Kesehatan dengan tanpa tatap muka di Kantor BPJS Kesehatan cabang Jakarta Selatan, Jakarta, Selasa (6/10/2020). ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/hp.

tirto.id - Implementasi penerapan BPJS 'kelas standar' di seluruh rumah sakit milik pemerintah maupun swasta akan mulai dilakukan awal 2023. Berlakunya kelas standar ini, secara otomatis menghilangkan kelas I, II, dan III.

Anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), Asih Eka Putri menuturkan, standarisasi menuju kelas standar ini bukan hal baru. Implementasi tersebut sudah ada sejak 2004, ditetapkan melalui Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), pasal 19 prinsip ekuitas.

"Jadi seharusnya itu sudah berlaku sejak 2014. Namun kita diberi waktu penahapan pada saat itu, karena tidak terjadi kesepakatan diantara para pihak," kata Asih kepada reporter Tirto, Senin (13/6/2022).

Kesepakatan muncul saat itu adalah memberlakukan kelas I, II dan II melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Sosial. Kemudian kembali diterbitkan Perpres Nomor 111 Tahun 2013 Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan.

"Kemudian diberikan tenggat waktu lima tahun untuk selesaikan ini. Melalui peta jalan jaminan kesehatan nasional. Yaitu Perpres 76/2014 dikasih waktu harusnya selesai 2019 sudah kelas rawat inap standar," ungkapnya.

Perpres 76/2014 yang mengatur tentang Pedoman Penyusunan Peta Jalan Penyelenggaraan Jaminan Sosial Bidang Kesehatan dan Bidang Ketenagakerjaan itu rupanya belum juga menemui kesepakatan. Akhirnya pemerintah kembali terbitkan Perpres 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan. Perpres itu mengizinkan masih diberlakukannya kelas I, II dan III.

"Lalu bagaimana muncul lagi Perpres 64/2020 tambahan waktu dua tahun sampai akhir tahun 2022 ini. Jadi kita sekarang, kita jelang tenggat akhir dari perintah penahapan," jelasnya.

Merujuk Perpres 64/2020 pasal 54 poin a dijelaskan bahwa tenggat waktu penerapan BPJS Kelas Standar sampai akhir 2022. Kemudian Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 47 Tahun 2021 juga menjelaskan soal tenggat waktu standarisasi pada 1 Januari 2023.

Melalui peraturan itu, seluruh rumah sakit wajib dan harus implementasikan BPJS Kelas Standar dan menghapus kelas I, II dan III sebelumnya berlaku. Asih menambahkan, untuk menuju kelas rawat inap standar membutuhkan berbagai kesiapan.

Mulai dari tempat tidur yang standar, hingga memenuhi aspek 12 indikator keselamatan mutu dan keselamatan pasien. Terlebih selama ini, kata Asih, BPJS Kesehatan kelas I, II, dan III secara terukur belum memenuhi standarisasi

"Karena standarnya betul-betul diperhatikan. Karena ada 12 kriteria dan butuhkan waktu dan pemenuhannya. Jadi kita perbaikan kualitas. Jadi peserta JKN akan mendapatkan hak rawat inap itu sesuai dengan standar yang ditetapkan," jelasnya.

Bagaimana Iuran dan Kesiapan Rumah Sakit?

Asih tidak menampik, adanya perubahan menuju kelas standar berdampak kepada penyesuaian tarif iuran dibayar oleh masyarakat. Saat ini pihaknya sedang menghitung dan merumuskan terkait itu. Termasuk aturan terkait penyesuaian gaji peserta BPJS Kesehatan.

"Untuk itu saya belum bisa menginformasikan lebih jauh karena ini masih dalam rancangan. Karena tentu dengan adanya perubahan kelas I, II, III menuju satu standar tadi ada penyesuaian-penyesuaian," jelasnya

Mengacu pada Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 64 Tahun 2020 Tentang Perubahan Kedua Atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 Tentang Jaminan Kesehatan, besaran iuran berlaku saat ini bagi masyarakat miskin dan tidak mampu terdaftar sebagai peserta PBI, iurannya sebesar Rp42.000. Ini dibayarkan oleh pemerintah pusat dengan kontribusi pemerintah daerah sesuai kekuatan fiskal tiap daerah.

Sementara itu, bagi peserta pekerja penerima upah (PPU) atau pekerja formal, baik penyelenggara negara seperti ASN, TNI, Polri dan pekerja swasta, besaran iuran sebesar 5 persen dari upah, dengan rincian 4 persen dibayarkan oleh pemberi kerja dan 1 persen oleh pekerja. Adapun untuk perhitungan iuran ini berlaku pula batas bawah, yaitu upah minimum kabupaten atau kota dan batas atas sebesar Rp 12 juta.

Bagi kelompok peserta sektor informal yang tidak memiliki penghasilan tetap, dikelompokkan sebagai peserta Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Bukan Pekerja (BP). Terkait jenis kepesertaan, peserta dapat memilih besaran iuran sesuai yang dikehendaki.

Kelas 1 sebesar Rp150.000 per orang per bulan, kelas 2 sebesar Rp100.000 per orang per bulan, dan kelas 3 sebesar Rp35.000 per orang per bulan.

Asih melanjutkan, saat ini DJSN tengah melakukan survei tahap akhir untuk kesiapan rumah sakit dalam implementasikan BPJS kelas standar. Dari hasil survei dilakukan DJSN, Kementerian Kesehatan, BPJS Kesehatan, dan Persatuan Rumah Sakit Indonesia akan melihat bagaimana kesiapan rumah sakit mampu atau tidak terapkan 12 indikator tersebut.

"Implikasinya seperti apa lalu kemudian solusinya seperti apa itu sedang dalam tahap final survei sedang dilakukan. Survei kita tunggu hasilnya," pungkasnya.

Baca juga artikel terkait IURAN BPJS KESEHATAN atau tulisan lainnya dari Dwi Aditya Putra

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Dwi Aditya Putra
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Intan Umbari Prihatin