Menuju konten utama

Imbauan BMKG & Cerita Warga Pesisir Jakarta Hadapi Banjir Rob

BMKG mengimbau warga yang tinggal atau beraktivitas di pesisir pantai utara Pulau Jawa untuk waspada potensi pasang air laut. Bagaimana kesiapan mereka?

Imbauan BMKG & Cerita Warga Pesisir Jakarta Hadapi Banjir Rob
Warga beraktivitas di Pelabuhan Kali Adem, Muara Angke, Jakarta, Kamis (9/1/2020). ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/aww.

tirto.id - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengimbau warga yang tinggal atau beraktivitas di pesisir pantai utara Pulau Jawa untuk waspada atas potensi pasang air laut. Kondisi ini diperparah dengan potensi hujan intensitas sedang dan lebat sehingga terbuka kemungkinan terjadi banjir rob.

Akan tetapi, sejumlah warga pesisir utara Jakarta tak memusingkan imbauan BMKG itu. Suminah (43 tahun) salah satunya. Warga RW 22 Kelurahan Pluit, Penjaringan, Jakarta Utara ini menganggap banjir rob sudah menjadi bagian dari kehidupannya sehingga ia sudah tak terlalu pusing.

“Iya, setiap [laut] pasang selalu begini," kata Suminah saat ditemui reporter Tirto, di rumahnya, Jumat (10/1/2020).

Baru Kamis kemarin permukiman Suminah dilanda banjir rob. Akibatnya, jalanan yang masih beralas tanah menjadi berlumpur. Genangan pun masih tampak di sana sini. Namun, air tidak sampai masuk ke rumah warga karena memang mereka telah beradaptasi dengan membuat rumah menjadi model panggung.

Meski demikian, bukan berarti rumah mereka tak pernah terendam air. Pada awal 2019 misal, air sampai masuk setinggi betis di rumah Suminah, tapi ia masih enggan mengungsi.

Alasannya, pertama karena memang air cepat surut. “Biasanya sore sudah surut,” kata dia. Alasan kedua karena pemerintah pun tak menyiapkan pengungsian.

Cerita berbeda diungkapkan Tepi, seorang warga RW 22 lainnya. Menurut dia, bisa tiap bulan sekali banjir rob menerjang rumahnya, dan menggenang sampai semata kaki. Pengecualian pada awal tahun 2020, ketinggian air mencapai betis.

Beruntung waktu itu air laut sedang surut. Jika tidak, kata Tepi, banjir rob pasti akan lebih tinggi.

Tepi tinggal di Muara Angke sejak 1998. Tepi mengaku saat itu daerahnya masih berupa “empang.” Ia lantas membeli puing seharga Rp100 ribu untuk satu truk digunakan untuk menimbun supaya bisa didirikan rumah.

Hal itu tak dilakukan ia sendiri, tapi juga oleh warga lainnya.

Karena itu, ia enggan menyalahkan alam ketika tiap bulan harus mengangkut barang ke lantai dua. Ia sadar, air memang tengah kembali ke tempatnya semula.

Namun dengan begitu, bukan berarti ia pasrah pada keadaan. Ia dan warga lain pernah membuat selokan agar air bisa mengalir, tapi rupanya ada warga yang menolak dan menutup selokan di depan rumah masing-masing. Telinga Tepi pun telah kebal dengan aneka janji pejabat publik.

"Calon ini, calon itu, semua ngasih janji, tapi mana? Hasilnya nihil," kata dia.

Selain Muara Angke, wilayah lain yang disebut rawan terhadap banjir rob adalah Kamal Muara, Penjaringan, Jakarta Utara.

Aisyah (60 tahun) mengaku tahu hal itu dari informasi yang disampaikan cucunya. Untuk itu, ia telah mempersiapkan dokumen dan baju-baju jika sewaktu-waktu harus mengungsi.

"Namanya bencana ya siapa yang tahu?" kata Aisyah saat ditemui di rumahnya.

Aisyah menyebut wilayahnya relatif aman dari banjir rob. Setiap pasang disertai hujan lebat memang akan muncul genangan di jalan, tapi tidak tinggi dan akan segera surut.

Persiapannya kali ini didasari pada kekhawatiran banjir rob beberapa tahun lalu terulang kembali. Saat itu banjir mencapai paha rumahnya, dan orang-orang telah diarahkan untuk mengungsi.

Salah satu alasannya ialah karena tanggul laut di wilayah ini belum sepenuhnya rampung.

Memang benar, tampak belasan hingga dua puluhan pekerja masih sibuk membangun.

Iqbal, seorang pekerja dari Wika Beton yang meninjau di lokasi menyebut proyek ini ditargetkan rampung pada Desember 2019, tapi karena kendala tertentu prosesnya molor hingga hari ini.

Akan tetapi, saat ini proses pemasangan pancang telah selesai dan tinggal memasang balok penutup (capping beam).

Lurah Kamal Muara, Helwin Ginting mengaku telah bersiap menghadapi potensi banjir rob dari tanggal 8-11 Januari 2019.

Dia mengatakan telah mengerahkan 100 personel mulai dari ASN, Satpol PP, hingga PPSU untuk bersiap menghadapi banjir rob. Selain itu, ia juga telah mengumpulkan ketua RT, karang taruna, hingga pemuka agama untuk bisa menjadi saluran komunikasi ke warga.

Selain itu, pihak kelurahan juga telah menyiapkan tiga posko dan satu pengungsian di GOR Kamal Muara, serta dapur umum di RPTRA Kamal Muara.

"Jadi semua sudah disikapi secara positif, namanya itu masih prediksi, tapi kami menyikapinya bahwa ini benar-benar terjadi. Apakah terjadi atau tidaknya itu kuasa yang maha kuasa," kata dia saat dihubungi reporter Tirto.

Sekretaris Dinas SDA Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Dudi Gardesi mengatakan, instansinya pun telah bersiaga dan mengantisipasi kedatangan banjir rob di daerah Jakarta Utara.

Untuk itu, kata dia, Pemprov DKI telah menyediakan pompa air sebanyak 478 unit dengan kapasitas 500.000 liter per detik untuk menyedot air yang akan membajiri beberapa titik di Jakarta.

Dudi menerangkan, air yang disedot oleh pompa itu kemudian akan dialirkan ke waduk Pluit yang akan menjadi tempat pembuangan air banjir rob dari laut. Namun di beberapa titik pihaknya akan menunggu air rob surut terlebih dahulu.

Jika diperlukan, kata dia, maka tindakan lebih lanjut baru seluruh lini petugas bekerja.

"Jadi enggak bisa waktu saat pasang kami pompa juga. Ya kami mau pompanya ke mana juga. Misalnya kondisi airnya pasang, kalinya penuh, hujan lokal, ya kami pasti akan menunggu dulu itu selesai baru kami kerjakan," kata Dudi kepada Tirto, Rabu (8/1/2020).

Baca juga artikel terkait BANJIR JAKARTA atau tulisan lainnya dari Mohammad Bernie

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Mohammad Bernie
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Abdul Aziz