tirto.id - IM57+ Institute menilai masih banyak calon bermasalah yang lolos tes tulis dalam seleksi pemilihan calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Hal itu merespons pengumuman hasil seleksi tes tulis 40 Calon Pimpinan dan 40 Calon Dewan Pengawas KPK yang disampaikan Pansel Pimpinan dan Dewan Pengawas KPK, Kamis (8/8/2024).
Menyinggung soal Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron yang turut lolos tes tulis, Ketua IM57+, Praswad Nugraha, menyebut proses seleksi tertulis harusnya merepresentasikan soal pengetahuan atas pengalaman memberantas korupsi.
"Adanya calon-calon yang gagal menjalankan misi selama 5 tahun menjabat seperti Nurul Ghufron seharusnya menjadi ukuran bagi pansel dalam mengukur jawaban tes tertulis yang bersifat jawaban terbuka," kata Praswad dalam keterangan tertulis, Jumat (9/8/2024).
Praswad mengatakan, meloloskan calon yang jelas gagal dalam memimpin lembaga anti korupsi membuat pansel terlihat lebih mementingkan aspek formil dibandingkan materil.
"Pesimisme menjadi semakin mengemuka atas kondisi ini sehingga membuat publik tidak yakin akan menghasilkan pimpinan yang mampu memberikan gebrakan," ujar Praswad.
Selain itu, pria yang juga mantan pegawai KPK itu, menyoroti soal banyaknya calon pimpinan KPK yang lolos tes tulis adalah mantan penegak hukum baik dari Kepolisian, Kejaksaan maupun Pengadilan.
"Padahal sasaran KPK adalah katalisator dalam penegakan hukum lembaga lain. Menjadi pertanyaan, sejauh mana pansel melihat indepedensi penegakan hukum KPK ke depan apabila hampir seluruh Pimpinan KPK adalah penegak hukum dari institusi lainnya," ujar Praswad.
Kemudian, Praswad mengatakan, dengan begini pengembalian kepercayaan KPK yang dinilai telah keluar jalur tidak akan terjadi dengan pola seleksi saat ini.
"Artinya apabila gaya bekerja pansel masih seperti ini maka akan semakin jauh impian pengembalian KPK ke jalur sesungguhnya," ucap Praswad.
Sebelumnya, Indonesia Corruption Watch (ICW) juga menyoroti soal Pansel Pimpinan maupun Dewas KPK yang masih berpegang pada mitos untuk meloloskan penegak hukum sebagai pimpinan KPK.
Peneliti ICW Kurnia Ramadhana melihat, hasil seleksi kali ini menunjukkan keberpihakan pada penegak hukum karena banyak penegak hukum yang lolos. Ia mengingatkan, Pansel berpotensi melanggar Pasal 28D Ayat 1 Undang-Undang Dasar 1945 jika benar memberikan karpet merah bagi penegak hukum untuk menjadi petinggi KPK.
Kurnia mengatakan, keberadaan aparat penegak hukum pada level Komisioner KPK berpotensi menimbulkan konflik kepentingan dan akan mengganggu independensi lembaga. Ia pun menyinggung UU KPK yang mengatur bahwa lembaga antirasuah juga memberantas korupsi di penegak hukum.
Penulis: Auliya Umayna Andani
Editor: Anggun P Situmorang