Menuju konten utama
Al-Ilmu Nuurun

Ikhwan al-Shafa, Perkumpulan Rahasia Ilmuwan Islam

Pada abad pertengahan, di Timur Tengah terdapat satu persaudaraan rahasia yang beranggotakan ilmuwan dan pemikir: Ikhwan al-Shafa.

Ikhwan al-Shafa, Perkumpulan Rahasia Ilmuwan Islam
Ilustrasi Ikhwan Al Shafa. tirto.id/Sabit

tirto.id - Ikhwan al-Shafa adalah sebuah kumpulan persaudaraan rahasia para peneliti muslim. Organisasi ini dipercaya berada di daerah Basra, Irak. Namun, muncul pula spekulasi kalau kelompok rahasia ini berdiri di Bosra, Suriah. Sampai saat ini, belum diketahui pasti kapan organisasi rahasia ini berdiri dan mengapa menggunakan nama Ikhwan al-Shafa.

Ignac Goldziher, salah satu ilmuwan Islam dari Hungaria, berpendapat nama Ikhwan al-Shafa berasal dari sebuah cerita fabel dari Indo-Persia berjudul Kalila wa Dimna. Diwald, salah satu ilmuwan lain berpendapat penamaan kelompok sesuai dengan tujuan mereka membuat ensiklopedia Ikhwan al-Shafa, yakni keselamatan jiwa melalui pencapaian pengetahuan dan pemurnian hati.

Persaudaraan ini diperkirakan aktif pada abad ke-8 atau abad ke-10. Ikhwan al-Shafa mulai diketahui setelah adanya catatan Abu Hayyan al-Tauhidi yang hidup pada masa Ikhwan berkiprah (1023). Kala itu, Irak tengah dipimpin kekkalifahan Abbasiyah, salah satu kekkalifahan dengan masa keemasan bagi Islam. Selama kekhalifahan ini, banyak ilmuwan dan filsuf menerjemahkan ilmu pengetahuan dari berbagai daerah seperti Yunani, Cina, India, Persia, dan Mesir.

Sementara itu, pada abad ke-19, F. Dieterici menduga kemunculan Ikhwan Al-Shafa aktif sekitar tahun 961-986. Pendapat itu berdasarkan laporan leksikografi di zaman Haji Khalifa dan kehadiran sejumlah sajak dari al-Mutanabbi pada tahun 965. Massignon, salah satu akademisi katolik yang mendalami Islam, menggunakan sajak Ibn al-Rumi yang keluar pada tahun 896 Masehi untuk menduga kemunculan kelompok rahasia ini.

Meskipun tercatat aktif pada abad ke-8 sampai 10, anggota organisasi ini tidak tercium sama sekali. Tidak ada yang mengetahui secara pasti nama-nama anggota kelompok tersebut. Dalam tulisan pada ensiklopedia filsafat Stanford University tentang persaudaraan ini, mereka disebut sebagai kelompok persaudaraan.

Karya mereka disebut sebagai karya "pemula" yang ingin mempertajam ilmu pengetahuan mereka. Catatan Abu Hayyan al-Tauhidi menyebut ada sejumlah tokoh dalam kelompok Ikhwan al-Shafa. Beberapa di antaranya adalah Abu Sulayman al-Busti (dikenal sebagai al-Muqaddasi), Ali b. Harun al-Zanjani, Muhammad al-Nahrajuri (al-Mihrajani), al-Awfi, dan Zayd ibn Rifai. Nama-nama itu diyakini sebagai anggota kunci Ikhwan al-Shafa sekaligus penulis Rasail Ikhwan al-Shafa atau Ensiklopedia Ikhwan al-Shafa.

Rasail Ikhwan al-Shafa

Sebagai organisasi cendekia, Ikhwan al-Shafa merupakan salah satu kelompok yang juga mendalami masalah filsafat dan ilmu pengetahuan. Abuddin Nata, salah satu guru besar UIN Jakarta, lewat buku Filsafat Pendidikan Islam, Ikhwan memfokuskan perhatiannya pada bidang dakwah dan pendidikan. Organisasi ini juga mengajarkan tentang dasar-dasar Islam yang didasarkan oleh persaudaraan Islamiyah (ukhuwah Islamiyah), yaitu sikap yang memandang iman seseorang Muslim tidak akan sempurna kecuali ia mencintai saudaranya seperti mencintai dirinya sendiri”.

Karya terbaik dari kelompok rahasia ini adalah Rasail Ikhwan al-Shafa wa Khullan al-Wafa (Surat-surat dari para Pemimpin Murni dan Sahabat yang Tulus). Menurut ensiklopedia Stanford, akademisi menduga Rasail ini ditulis sekitar abad ke-9-10. Rasail sendiri merupakan ensiklopedia yang dibuat untuk mencari jalan kebenaran.

Beberapa pendapat menilai ensiklopedia Ikhwan al-Shafa terinsipirasi dengan pandangan Syiah dan Ismaili. Marquet berpendapat, Rasail Ikhwan al-Shafa sebagai salah satu naskah kuno milik kelompok Ismaili. Naskah ini diduga selesai dibuat pada era Imam Ahmad al-Mastur atau sudah dijaga di era sebelum kepemimpinan Imam Abdullah al-Mastur selama periode Abbasiyah.

Pada tahun 1150, kelompok Sunni ortodoks di era kekhalifaan al-Mustanjid menilai karya Ikhwan al-Shafa sebagai karya menyesatkan. Mereka sempat meminta naskah tersebut dibakar. Namun, ensiklopedia ini berhasil diamankan dan diterjemahkan ke dalam bahasa Persia dan Turki.

Sampai saat ini, masih ada perdebatan mengenai jumlah pasti dalam ensiklopedia dan asal-muasal pembentukan ensiklopedia. Ada yang menyebut sekadar 50 risalah, 53 risalah, dan 52 risalah. Ashgar Ali Engineer mendapati ada perdebatan jumlah risalah tersebut.

“Karya ini terdiri dari 52 surat (Rasail) meski ada kontroversi mengenai jumlah pastinya. Beberapa ilmuwan mengklaim bahwa mereka berjumlah 50 orang sementara yang lain mempertahankan 51 dan yang lainnya 52 atau 53. Namun, angka yang lebih otentik adalah 52 dan risalah ke-53 dikenal sebagai Jami yaitu penjumlahan dari rasail sebelumnya,” tutur Engineer.

Diana Steigerwald dalam Internet Encyclopedia of Philosophy mencatat ensiklopedia Ikhwan al-Shafa terbagi 4 empat kelompok. Kelompok pertama, berisi empat belas risalah ”matematis” tentang angka. Angka tersebut meliputi teori tentang angka, geometri, astronomi, geografi, musik, teori dan praktik seni, etika dan logika.

Kelompok kedua terdiri atas tujuh belas risalah yang membahas masalah ilmu alam. Bahasan mengenai bentuk, pergerakan, waktu, semesta, angkasa, korupsi, metrologi, mineral, tanaman, hewan, manusia, hingga permasalahan hidup-mati dibahas dalam tulisan ini. Dalam beberapa sumber, tulisan dalam kelompok ini mengarah pada karya Aristoteles.

Kelompok ketiga terdiri atas sepuluh risalah membahas masalah”psikologis-rasional”. Bagian ini membahas prinsip-prinsip intelektual, intelek itu sendiri, universalisme dalam makrokosmos, pengetahuan dan sesuatu yang tidak terlihat, periode era, keyakinan, kebangkitan, sebab-akibat, hingga pemaparan.

Kelompok keempat terdiri atas empat belas risalah yang membahas cara mengenal Tuhan, akidah dan pandangan hidup Ikhwan al-Shafa, sifat hukum Ilahi, kenabian, tindakan-tindakan makhluk halus, jin dan malaikat, rezim politik, dan terakhir hakikat teluh, azimat, dan aji-aji.

Ikhwan al-Shafa berusaha menyatukan pandangan astrologi, hermeneutika, dan Islam ke dalam Rasail. Pembuatan rasail ini mendapat sentuhan dari pandangan India, Persia, hingga Yunani. Pandangan-pandangan tokoh-tokoh Yunani seperti Phytagoras, Sokrates, Plato, Aristoteles, Ptolemy, serta Euclid diduga mempengaruhi penulis dalam pembuatan Rasail.

infografik al ilmu al shafa

Philip Khuri Hitti, penulis History of Arabs, seperti dipetik Engineer, berpendapat Rasail mencakupi beragam disiplin seperti matematika, astronomi, geografi, musik, etika, filsafat, dan semua kultur hidup yang perlu dipahami. Ia menilai, bahasa-bahasa dalam tiap surat menunjukkan ekspresi sains dalam berbagai aspek.

Setiap rasail mempunyai nilai-nilai khusus yang berisi ajaran dan kesimpulan terkait suatu masalah. Semua nilai-nilai tersebut masuk dalam Rasail guna membuat seseorang menjadi "manusia sempurna". Dalam Rasail, disebut bahwa seorang manusia dapat dikatakan sempurna jika hidup sama rasa seperti Timur Persia, memegang keyakinan Arab, bersifat seperti orang Irak, yaitu bahasa Babilonia, dalam pendidikan, hebat seperti Ibrani, disiplin dalam kode etik seperti umat kristiani, sama salehnya dengan seorang biarawan Suriah, pandai dalam ilmu pengetahuan alam seperti orang Yunani, dan pandai dalam menafsirkan misteri seperti orang India.

Ada pula yang berpendapat, Rasail ini berusaha menggambarkan "muslim" yang saintifik. Akibatnya, para ilmuwan mempertimbangkan Ikhwan al-Shafa sebagai perwakilan dari pendekatan humanistik terhadap ajaran Islam. Sementara itu, Husain Marwah, filsuf Arab kontemporer yang terkenal mengutip pengamatan seorang sarjana hijrah abad ke-4 Zaid bin Rifaah yang seharusnya sezaman dengan Ikhwan al-Shafa. Ibnu Rifaah mengatakan bahwa para penulis itu memiliki pengetahuan yang luas tentang prosa dan puisi, keahlian dalam bidang matematika, komunikasi, sejarah, agama, dan memiliki visi tentang agama komparatif.

Ikhwan al-Shafa juga adalah kaum revolusioner yang ingin menggulingkan rezim Abbasiyah. Mereka menganggap era menindas dan eksploitatif. Mereka menggambarkan Abbasiyah sebagai penindas dan perampas hak duafa. Mereka mempertahankan bahwa orang Abbasiyah tidak pantas menjadi khalifah. Abbasiyah adalah khalifah karena orang-orang menerima mereka untuk menjadi khalifah, bukan karena mereka pantas untuk menjadi seperti itu. Abbasiyah, menurut Ikhwan, membunuh teman-teman dan anak-anak para nabi.

Sepanjang Ramadan, redaksi menayangkan naskah-naskah yang mengetengahkan penemuan yang dilakukan para sarjana, peneliti dan pemikir Islam di berbagai bidang ilmu pengetahuan, dan teknologi. Kami percaya bahwa kebudayaan Islam—melalui para sarjana dan pemikir muslim—pernah, sedang, dan akan memberikan sumbangan pada peradaban manusia melalui ilmu pengetahuan dan teknologi. Naskah-naskah tersebut akan tayang dalam rubrik "Al-ilmu nuurun" atau "ilmu adalah cahaya".

Baca juga artikel terkait AL-ILMU NUURUN atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Humaniora
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Maulida Sri Handayani