tirto.id - Sekjen Partai Golkar Idrus Marham menganggap Gerakan Golkar Bersih yang dideklarasikan Generasi Muda Partai Golkar (GMPG) bukan sebuah hal yang serius untuk ditanggapi.
"Saya enggak tahu ya yang tergolong bersih itu berapa kali mandi sehari, apa dua kali atau tiga kali, maka maksud saya adalah kriteria tentang bersih atau tidak itu kan tidak jelas," kata Idrus di Komplek DPR Senayan, Jakarta (9/8/2017).
Bahkan, menurut Idrus, 17 nama yang dirilis oleh GMPG sebagai politisi Golkar bersih kemarin, Selasa (8/8) tidak ada yang mengonfirmasikan mendukung gerakan itu. Menurutnya, nama-nama tersebut menyampaikan hal itu padanya secara langsung dan melalui grup Whatsapp kepadanya.
Baca: Golkar Rilis 17 Nama Anggotanya yang Dinilai Bebas Korupsi
"Ya saya katakan mungkin Anda disuruh bersih karena Anda jarang mandi. Itu saja saya sampaikan kepada mereka," kata Idrus.
Meski begitu, Idrus merasa tidak perlu menyebutkan siapa saja nama-nama yang telah menghubunginya tersebut. "Saya tidak mungkin bohong sebagai sekjen dan saya dapat mempertanggung jawabkan apa yang saya sampaikan," kata Idrus.
Selain merilis nama-nama politisi Golkar bersih, GMPG yang diketuai oleh Ahmad Doli Kurnia juga mendorong adanya Munaslub di tubuh partai Golkar untuk mengganti Setya Novanto sebagai Ketua Umum Golkar karena tersangkut kasus korupsi e-KTP.
Baca juga:
- GMPG Inginkan Munaslub Gantikan Setnov sebagai Ketua Golkar
- Ketua GMPG Tolak Setnov Bacakan Nota Keuangan Negara
Menanggapi itu, Idrus tegas Golkar tidak akan mengadakan Munaslub. Pasalnya, menurut Idrus, semua elemen di partai Golkar telah sepakat untuk tidak menggelar Munaslub dan tetap menjadikan Setya Novanto sebagai Ketua Umum.
Hal itu, didasarkannya pada rapat pleno DPP Golkar pada 18 Juli lalu dan serangkaian pertemuan dengan Dewan Pembinan dan Dewan Pertimbangan partai Golkar yang telah dilakukan beberapa hari setelah Novanto ditetapkan sebagai tersangka korupsi e-KTP.
"Bahkan pimpinan DPD I kembali ketemu di Hotel Sultan dan pada waktu itu semua mendukung seluruh keputusan-keputusan yang ada. Nah, yang memiliki kewenangan untuk menentukan Munas atau tidak Munas itu adalah DPD I dan juga DPP," tegas Idrus.
Dirinya pun membantah jika Novanto tetap menjadi Ketua Umum akan membuat citra Golkar jelek di masyarakat. Sebaliknya, menurut Idrus, "itu tergantung bagaimana kami bisa memberikan keyakinan kepada masyarakat bahwa ini loh Golkar."
Idrus pun menolak anggapan Peneliti Saiful Mujani Research Centre (SMRC) Sirojudin Abas yang saat dihubungi Tirto Selasa kemarin (8/8) menyatakan Golkar akan lebih kuat secara politik bila dipimpin oleh ketua yang bersih.
Baca: Munaslub Golkar Berpeluang Batalkan Dukungan ke Jokowi
"Untuk mengatakan bersih atau tidak bersih kan keputusan inkracht. Itulah sebabnya azas hukum kita adalah praduga tak bersalah. Sepanjang belum ada keputusan inkracht maka kita harus memandang orang itu tidak bersalah," kata Idrus.
Padahal, Sirojudin juga menyatakan bahwa Idrus merupakan salah satu nama yang akan berpeluang untuk menggantikan Novanto apabila digelar Munaslub Golkar.
"Idrus berpeluang, tapi kelihatannya dukung Novanto," kata Sirojudin.
Perlu diketahui, Generasi Muda Partai Golkar (GMPG) menginginkan adanya Munas Luar Biasa (Munaslub) untuk mengganti Setya Novanto dari Ketua Umum Partai Golkar karena tersangkut korupsi e-KTP dan dianggap merusak citra partai.
Baca: Sejak 1999, Setya Novanto Sudah Disebut dalam Kasus Korupsi
"Pergantian kepemimpinan itu perlu di catat ya, di organisasi manapun itu tidak pernah dikatakan sebagai sumber perpecahan. Tapi justru pergantian kepemimpinan adalah bagian dari konsolidasi organisasi," kata Ketua GMPG Ahmad Doli Kurnia di SCBD, Selasa (8/8).
Doli pun meyakinkan dalam Munaslub tidak akan mengubah keputusan Golkar untuk mendukung Jokowi di 2019 sebagai calon presiden, seperti halnya yang telah disepakati dalam Rapimnas Golkar 2016.
"Dengan turunnya elektabilitas Golkar, tentu akan berpengaruh juga ke Pak Jokowi. Kami tidak ingin justru Pak Jokowi akan rusak karena Golkar. Kami juga sadar bahwa keputusan Rapimnas adalah keputusan kolektif yang diambil secara sadar dan tidak akan berubah," kata Doli.
Penulis: M. Ahsan Ridhoi
Editor: Alexander Haryanto