Menuju konten utama

Ketua GMPG Tolak Setnov Bacakan Nota Keuangan Negara

Selain soal membaca Nota Keuangan Negara, Doli pun menolak Novanto membacakan teks proklamasi dalam upacara kemerdekaan 17 Agustus.

Ketua GMPG Tolak Setnov Bacakan Nota Keuangan Negara
Ketua DPR Setya Novanto memberikan keterangan kepada wartawan di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (18/7). ANTARA FOTO/M Agung Rajasa

tirto.id - Ketua Generasi Muda Partai Golkar (GMPG) Ahmad Doli Kurnia menolak Ketua DPR Setya Novanto (Setnov) membacakan Nota Keuangan Negara pada 16 Agustus 2017 mendatang karena statusnya sebagai tersangka korupsi e-KTP.

"Saya kira bangsa ini kan harus diajari untuk membangun etika dan moral yang baik," kata Doli di Jakarta, Selasa (8/8/2017).

Doli pun mendesak Presiden Jokowi mengganti Novanto dengan pimpinan DPR lainnya untuk membacakan Nota Keuangan Negara. Pasalnya, menurut dia, selama ini Jokowi merupakan pemimpin yang kerap mencitrakan kepemimpinannya bersih dari korupsi.

"Saya kira Pak Jokowi harusnya merasa risih ketika datang ke sebuah lembaga tinggi negara di mana dia akan membacakan nota keuangan yang penting, yang menyangkut hajat hidup orang banyak dan hajat hidup rakyat Indonesia setahun ke depan itu dipimpin oleh satu ketua yang status sekarang tersangka," kata Doli.

Baca: Berbagai Skandal yang Membelit Setya Novanto

Selain soal membaca Nota Keuangan Negara, Doli pun menolak Novanto membacakan teks proklamasi dalam upacara kemerdekaan 17 Agustus. "Proklamasi itu teks yang bernilai tinggi untuk dibaca seorang tersangka korupsi," kata dia.

Penolakan yang sama juga dilontarkan oleh Indonesian Corruption Watch (ICW). Peneliti ICW Emerson Yunto meminta Jokowi tidak menunjuk Setya Novanto membaca teks proklamasi pada hari Kemerdekaan ke-72 mendatang karena yang bersangkutan telah menjadi tersangka kasus korupsi proyek e-KTP.

"Jika negara ini serius ingin merdeka dari korupsi, maka tidak pantas jika orang yang diduga terlibat korupsi diberikan tempat yang terhormat. Sebaiknya tunjuk orang yang berintegritas dan tidak bermasalah sebagai pembaca teks proklamasi misal Ketua MPR," kata Emerson saat dihubungi Tirto Senin (7/8).

Emerson juga mengingatkan bahwa dalam upacara kemerdekaan banyak undangan tamu luar negeri yang nantinya akan memandang buruk citra Indonesia dalam memberantas korupsi.

"Karena sebelumnya Novanto sudah lakukan ini tahun 2015. Jadi bisa bergilir. 2015 Novanto, 2016 ketua DPD Irman Gusman, untuk tahun 2017 bisa Zulkifli Hasan," katanya.

Baca: Sejak 1999, Setya Novanto Sudah Disebut dalam Kasus Korupsi

Berbeda dengan keduanya, Wakil Ketua Fraksi DPR RI Nasdem Johnny G Plate menyatakan tidak ada kaitannya Setya Novanto membaca teks proklamasi dengan citra Indonesia.

"Posisi Pak Setnov di sana sebagai tersangka atau ketua DPR? Kalau soal citra, itu soal yang lain. Ini soal protokoler ya. Kalau soal protokoler itu sebagai apa, kalau dia sebagai ketua DPR ya dia sebagai ketua DPR. Nah tergantung dia itu secara etis atau tidak etis ada pada Pak Setnov, bukan saya," kata Johnny di DPP Nasdem, Senin (7/8).

Johnny pun menyatakan agar mengedepankan azas praduga tak bersalah kepada Novanto mengingat proses hukum masih berjalan.

"Saya tidak boleh buat penilaian etis karena ada azas hukum. Azas hukumnya adalah Presumtion of innocence. Ada itu. Jadi kita juga mesti jaga," kata Johnny.

Menanggapi pernyataan Johnny terkait azas praduga tak bersalah, Peneliti ICW Donal Fariz menyatakan itu hanya alibi seorang yang tidak mau melepaskan kekuasaannya.

Baca: GMPG Inginkan Munaslub Gantikan Setnov sebagai Ketua Golkar

"Padahal banyak praktek di mana orang-orang yang berstatus sebagai tersangka mundur dari jabatannya," kata Donal kepada Tirto, Senin (7/8).

Sementara itu, Ketua DPP PAN Yandri Sutanto menyatakan Setya Novanto telah dipastikan tidak akan membaca teks proklamasi 17 Agustus nanti.

"Yang baca teks proklamasi ketua MPR, sudah diputuskan kok oleh istana, yang membaca naskah proklamasi MPR," kata Yandri di komplek DPR Senayan, Selasa (8/8).

Meski begitu, Yandri menyatakan Novanto akan tetap memimpin sidang DPR 16 Agustus untuk membaca Nota Keuangan Negara.

Baca: "Kekebalan" Hukum Setya Novanto Berakhir di Kasus e-KTP

"Kalau buka sidang iya. (Novanto) masih sah sebagai ketua DPR. Yang mentersangkakan kan KPK, dia sebagai ketua DPR tetap sah," kata Yandri.

Baca juga artikel terkait KORUPSI E-KTP atau tulisan lainnya dari M. Ahsan Ridhoi

tirto.id - Hukum
Reporter: M. Ahsan Ridhoi
Penulis: M. Ahsan Ridhoi
Editor: Alexander Haryanto