tirto.id - Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Piprim Basarah Yanuarso tidak menganjurkan pemberian obar racikan pada anak. Ia menilai idealnya pengobatan pada anak tidak menggunakan obat racikan.
“Secara teori itu tidak dianjurkan, kecuali memang sudah tidak ada lagi obat sirop yang bisa digunakan,” kata Piprim dalam acara Sistem Farmakovigilans yang diselenggarakan BPOM, Senin (20/3/2023).
Penggunaan obat racik meningkat setelah kejadian Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal (GGAPA) pada anak akibat penggunaan obat sirop dengan cemaran Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG).
Akibat kejadian tersebut, banyak dokter yang akhirnya memakai obat racikan karena khawatir dengan pemberian obat sirup pada anak.
“Hanya karena kasus kemarin (gagal ginjal), jadi dokter-dokter kembali ke racikan lagi,” ujar Piprim.
Penggunaan banyak jenis obat atau polifarmasi membuat proses identifikasi menjadi sulit jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan atau muncul efek samping obat.
“Selain itu, stabilitas obatnya karena kita enggak tahu obat main campur-campur saja dan enggak memenuhi standar untuk obat yang baik sebetulnya,” kata Piprim.
Pemberian obat racikan dengan polifarmasi juga disebut Piprim memiliki risiko yang berbahaya.
“Mungkin dari internal kita juga akan mengingatkan hal-hal seperti ini tidak boleh. Pihak apotek juga bisa kalau ada yang kasus seperti ini konfirmasi ulang atau ditolak, karena ini tidak sesuai dengan kaidah-kaidah pembuatan obat yang benar dan aman,” jelasnya.
Piprim mengakui usai kejadian gangguan ginjal akut menyerang banyak anak-anak, dokter sejawat masih banyak yang belum berani meresepkan obat sirop pada anak.
Dia meminta kerja sama dari berbagai sektor untuk bisa memastikan penggunaan obat sirop aman untuk anak.
“Kita juga perlu kerjasama dengan BPOM dan Kementerian Kesehatan juga untuk meyakinkan teman-teman mana obat sirop yang sudah aman,” tambah Piprim.
Penulis: Mochammad Fajar Nur
Editor: Gilang Ramadhan