Menuju konten utama

ICW Temukan Indikasi Impor Pangan Tidak Wajar Rp20 Triliun

ICW menemukan ketidakwajaran data impor 4 komoditas pangan pada periode 2005-2017. Volume impor versi BPS lebih sedikit dari data versi negara penjual atau eksportir. 

ICW Temukan Indikasi Impor Pangan Tidak Wajar Rp20 Triliun
(ilustrasi) Sejumlah pekerja menurunkan beras impor asal Vietnam milik Perum Bulog di Pelabuhan Indah Kiat Merak, Cilegon, Banten, Kamis (5/4/2018). ANTARA FOTO/Asep Fathulrahman

tirto.id - Indonesia Corruption Watch (ICW) menemukan indikasi ketidakwajaran impor empat komoditas pangan pada periode 2005-2017. Empat komoditas itu adalah beras, jagung, daging, dan kedelai.

Berdasar kajian ICW, terdapat perbedaan data volume impor 4 jenis bahan pangan tersebut versi Badan Pusat Statistik (BPS) dengan negara penjual atau eksportir.

ICW mencatat BPS melansir data volume impor beras, jagung, daging dan kedelai periode 2005-2017 mecapai 56.593.711 ton. Sedangkan menurut data penjual, volumenya 59.337.007 ton. Terdapat selisih data volume impor sebanyak 2.743.296 ton.

Peneliti ICW Firdaus Ilyas menjelaskan selisih itu menunjukkan indikasi terdapat impor pangan yang tidak tercatat atau “unreporting” dalam jumlah besar pada periode 2005-2017. ICW memperkirakan nilai volume impor “unreporting” berdasar harga rata-rata pada periode itu mencapai 1,451 miliar dolar AS atau setara Rp20,324 triliun (kurs Rp14.000 per dolar AS).

"Kami menemukan nilai yang dikorting atau disebut unreporting. Nanti teman-teman bisa katakan indikasi penyelundupan, indikasi tidak diawasi, indikasi tidak masuk dalam impor kepabeanan, ini kurang lebih 1,451 miliar dolar AS," kata Firdaus di Jakarta, Jumat (15/2/2019).

Untuk impor beras, ICW menemukan data “unreporting” sebesar 1.473.551 ton atau senilai 644,9 juta dolar AS. Angka itu didapat dari perbandingan volume impor beras periode 2005-2017 versi BPS yang sebesar 11.579.881 ton dan data negara penjual, yakni 13.053.432 ton.

Sedangkan untuk impor jagung periode 2005-2017, data “unreporting” ialah sebanyak 459.705 ton dan nilainya diperkirakan 114,5 juta dolar AS. Volume impor jagung selama 12 tahun itu menurut data BPS adalah 21.042.707 ton. Sedangan versi data negara penjual: 21.502.412 ton.

Pada data impor daging, ICW mencatat volume versi BPS ialah 1.295.162 ton. Sedangkan data negara penjual mencatat volume sebesar 1.426.345 ton. Artinya, selama 2005-2017, angka impor daging yang terindikasi “unreporting” mencapai 131.183 ton. Nilainya diperkirakan 390,5 juta dolar AS.

Demikian pula pada data impor kedelai. ICW menyimpulkan impor kedelai pada periode 2005-2017 yang terindikasi “unreporting” sebanyak 678.857 ton, dengan kisaran nilai 301,6 juta dolar AS. Angka itu didasarkan pada perbedaan data BPS yang mencatat volume impor kedelai 22.675.961 ton dengan catatan versi negara penjual, yakni 23.354.818 ton.

Firdaus menjelaskan data itu mengindikasikan petani dan peternak dalam negeri menghadapi banjir barang dari luar negeri yang memicu harga-harga komoditas pangan merosot.

"Artinya apa? teman-teman petani yang harganya lebih kompetitif kemudian drop, harga turun dan mereka tidak mendapat apa-apa," kata Firdaus.

Data itu juga memunculkan indikasi negara rugi triliunan rupiah akibat jutaan ton pangan impor tidak tercatat. Sebab, negara kehilangan pemasukan bea masuk sebagian pangan impor.

"Menurut kami dari total 1,451 miliar dolar AS atau kurang lebih 20,324 triliun [impor 4 bahan pangan yang unreporting], implikasinya sangat besar untuk pasar dan ketahanan pangan," kata Firdaus.

Baca juga artikel terkait IMPOR PANGAN atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Addi M Idhom