tirto.id - Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai penindakan kasus korupsi oleh penegak hukum menurun selama 2019 dengan dibandingkan pada tahun sebelumnya.
Peneliti ICW, Tama S Langkun menyebut pada 2017 jumlah ada 576 kasus korupsi terungkap. Jumlahnya menurun sejak 2018 ada 454 kasus korupsi, kemudian jumlahnya turun nyaris 50 persen pada 2019 menjadi 271 kasus korupsi saja yang terungkap.
"Dari tahun ke tahun korupsi daerah banyak. Nah sekarang semuanya turun. Pertanyaanya, betulkah nggak ada korupsi? Atau justru sekarang penanganan perkaranya nggak ke sana orientasinya," ujarnya di kantornya, Jakarta Selatan, Selasa (18/2/2020).
Ia juga menduga penurunan itu disebabkan oleh kemauan Presiden Joko Widodo untuk mengutamakan pencegahan ketimbang penindakan dalam pemberantasan korupsi.
"Bahkan KPK sekarang didorong untuk pencegahan makanya penanganan perkaranya kedepan bisa turun karena didorong pencegahan," ujarnya.
ICW mencatat terdapat 271 kasus korupsi yang ditangani pada 2019 dengan total 580 tersangka dan jumlah kerugian negara mencapai Rp8,04 triliun. Kasus tersebut berasal atau yang ditangani oleh KPK, Kejaksaan RI, dan Polri selama 1 Januari 2019 hingga 31 Desember 2019.
KPK tercatat menangani 62 kasus dengan 155 tersangka, Kejaksaan RI menangani 109 kasus dengan 216 tersangka, dan Polri menangani 100 kasus dengan 209 tersangka.
"Terus terang untuk data kita mengumpulkan dari pemberitaan. Nggak semua bisa diakses. Boleh jadi ada ketimpangan data yang kita sampaikan karena akuntabilitas dan transparansi penanganan perkaranya gak maksimal, sehingga informasi perkara lainnya ga bisa diakses," tandasnya.
Modus Suap Paling Banyak
Pola korupsi pejabat Indonesia menurut ICW adalah suap. Peneliti ICW, Wanna Alamsyah mengatakan, tindakan pidana suap menduduki urutan pertama dari 12 modus kasus korupsi lainnya.
"Suap merupakan modus yang paling dominan dilakukan oleh para tersangka korupsi," ujar Wana.
ICW merinci total modus suap sepanjang 2019 sebanyak 51 tindak pidana dengan nilai Rp169,5 miliar. Modus lainnya yani mark up atau penggelembungan anggaran sebanyak 41 kasus; penyalahgunaan anggaran 39 kasus; penggelapan 35 kasus; penyalahgunaan wewenang 30 kasus; proyek fiktif 22 kasus; laporan fiktif sebanyak 22 kasus; pungutan liar 11 kasus; gratifikasi 7 kasus; pemerasan 7 kasus; pemotongan 5 kasus; dan mark down 1 kasus.
Oleh sebab itu, Wana meminta aparat penegak hukum agar lebih memprioritaskan penanganan di kasus suap serta meminta pemerintah dapat merumuskan sistem pencegahan.
"Pemerintah dan lembaga antikorupsi perlu merumuskan sistem pencegahan praktik suap dengan memperkuat sistem integritas badan publik, salah satunya melalui Sistem Manajemen Anti Penyuapan (SMAP)," tandasnya.
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Zakki Amali