Menuju konten utama
Idul Adha 2023

Hukum Pembagian Daging Kurban untuk Non Muslim

Bagaimana hukum pembagian daging kurban untuk non-muslim? Siapa saja yang berhak mendapatkan daging kurban?

Hukum Pembagian Daging Kurban untuk Non Muslim
Ilustrasi pembagian daging kurban. Panitia dan remaja masjid menghitung berat daging kurban sebelum dibagikan di kawasan Menteng Atas, Setiabudi, Jakarta, Jumat (1/9/2017). ANTARA FOTO/M Agung Rajasa

tirto.id - Daging sembelihan hewan kurban biasanya dibagikan secara umum kepada masyarakat. Lantas, bagaimana hukum pembagian daging kurban untuk non-muslim? Siapa saja golongan yang berhak mendapatkan daging kurban?

Ibadah kurban dilaksanakan untuk mendekatkan diri pada Allah. Berdasarkan syariat, hewan kurban berupa sapi, unta, kerbau, domba, atau kambing. Seekor sapi, kerbau, atau unta digunakan untuk ibadah kurban 7 orang, sedangkan kambing untuk satu orang. Ketentuan terkait hal itu dijelaskan dalam syariat sebagaimana yang Rasulullah tuntunkan.

Mengutip laman resmi Majelis Ulama Indonesia (MUI), menurut pendapat ulama, daging kurban dapat dibagikan untuk tiga kategori. Pertama, kaum fakir miskin yang memang berkekurangan dan membutuhkan bantuan. Kedua, tetangga, yakni orang-orang yang bermukim di sekitar rumah kita. Ketiga, orang yang berkurban itu sendiri. Sebagaimana ditegaskan dalam Surah Al-Hajj ayat 28 berikut:

“…Maka makanlah sebahagian daripadanya dan (sebahagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara dan fakir.” (QS. Al Hajj, 22: 28).

Hukum Memberikan Daging Kurban untuk Non-Muslim

Perihal pembagian daging kurban, tidak terdapat aturan khusus yang menetapkan golongan masyarakat yang berhak menerimanya. MUI menjelaskan, pemilik hewan kurban berhak memakan sebagian hewan kurbannya dan memberikan sebagian yang lain pada kaum fakir miskin.

Tidak ada ketentuan khusus yang menetapkan bahwa sasaran pemberian kurban ini harus seorang muslim. Artinya, tetangga non-muslim boleh mendapatkan hewan kurban. Salah satu dalil yang mendasarinya terdapat dalam Surah Al-Mumtahanah ayat 8 berikut:

“Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangimu karena agama dan tidak mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil,” (QS. Al-Mumtahanah, 60: 8).

Dalam sebuah riwayat Fatwa Lajnah Daimah nomor 1997 juga disebutkan, Rasulullah pernah memerintah Asma’ binti Abu Bakar untuk menemui ibunya, seorang musyrik, dengan membawakan harta untuk diberikan.

Dengan demikian, memberikan bagian hewan kurban kepada non-muslim dibolehkan karena status hewan kurban sama dengan sedekah atau hadiah. Diperbolehkan juga memberikan sedekah maupun hadiah kepada non-muslim.

Ibnu Qudamah, dalam kitab Al-Mughni menjelaskan, pemberian daging kurban kepada non-muslim tidak bisa dipahami secara mutlak. Dia mengecualikan pembagian tersebut kepada non-muslim golongan harbi.

Istilah harbi digunakan untuk mengacu pada non-muslim yang memusuhi Islam. Berikut redaksi penjelasannya:

“Pasal: dan boleh memberikan makan dari hewan kurban kepada orang kafir [non-muslim]. Inilah pandangan yang yang dikemukakan oleh Al-Hasanul Bashri, Abu Tsaur, dan kelompok rasionalis [ashabur ra'yi]. Imam Malik berkata, ‘Selain mereka [non-muslim] lebih kami sukai’. Menurut Imam Malik dan Al-Laits, makruh memberikan kulit hewan kurban kepada orang Nasrani. Sedang menurut kami, itu adalah makanan yang boleh dimakan karenanya boleh memberikan kepada kafir dzimmi sebagaimana semua makanannya, (Lihat Ibnu Qudamah, Al-Mughni, Beirut, Darul Fikr, cet ke-1, 1405 H, juz XI, halaman 105).

Selain itu, perlu juga diperhatikan bahwa daging hewan kurban yang diberikan berasal dari kategori kurban sunah, bukan wajib. Yang dimaksud kurban wajib adalah ibadah kurban yang dinazarkan.

Orang yang berkurban nazar tidak boleh mengambil sedikitpun daging hasil penyembelihan. Sementara itu, orang yang berkurban sunah justru dianjurkan memakan sebagian dari dagingnya.

“Orang yang berkurban tidak boleh memakan sedikit pun dari ibadah kurban yang dinazarkan [wajib] tetapi ia wajib menyedekahkan seluruh bagian hewan kurbannya. [Ia memakan] maksudnya orang yang berkurban dianjurkan memakan [daging kurban sunnah] sepertiga bahkan lebih sedikit dari itu,” (Lihat KH Afifuddin Muhajir, Fathul Mujibil Qarib, [Situbondo, Al-Maktabah Al-Asadiyyah: 2014 M/1434 H] halaman 207).

Ketentuan Pembagian Hewan Kurban

Pembagian daging kurban ditujukan pada tiga kalangan penerima, meliputi:

1. Shohibul Kurban Beserta Keluarga

Sepertiga bagian kurban ditujukan pada shohibul qurban serta keluarga. Orang yang berkurban juga dapat membagikan bagian ini pada pihak-pihak lain, seperti panitia hewan kurban. Namun, perlu diingat baik-baik bahwa pekurban dilarang menjual hewan kurban bagiannya dalam bentuk apapun.

2. Sahabat, Kerabat, dan Tetangga

Bagian sepertiga lain ditujukan pada sahabat, kerabat, atau tetangga. Meskipun kalangan ini merupakan orang yang berkecukupan, mereka tetap berhak mendapatkan daging kurban.

3. Fakir Miskin, Yatim, Piatu dan Duafa

Bagian sepertiga berikutnya diberikan pada fakir miskin, yatim, piatu dan duafa sebagai kelompok yang paling membutuhkan. Pekurban juga dapat memberikan bagiannya pada kelompok fakir miskin, yatim piatu, dan duafa. Pemberian daging kurban ini dalam rangka kepedulian dan solidaritas bagi orang yang berkekurangan.

Baca juga artikel terkait IDUL ADHA 2023 atau tulisan lainnya dari Nurul Azizah

tirto.id - Pendidikan
Kontributor: Nurul Azizah
Penulis: Nurul Azizah
Editor: Fadli Nasrudin