Menuju konten utama
Hari Raya Idulfitri 2022

Hisab & Rukyat: Penentuan Lebaran 2022 Berpotensi Kompak 2 Mei?

Pemerintah menggabungkan metode hisab dan rukyat dalam menentukan 1 Syawal 1443 H. Lebaran tahun ini diprediksi bersamaan.

Hisab & Rukyat: Penentuan Lebaran 2022 Berpotensi Kompak 2 Mei?
Kepala Kanwil Kementerian Agama Provinsi Kalteng Noor Fahmi (kedua kanan) melakukan pemantauan hilal (bulan) menggunakan teropong saat Rukyatul Hilal di Palangkaraya, Kalimantan Tengah, Jumat (1/4/2022). ANTARA FOTO/Makna Zaezar/aww.

tirto.id - Kementerian Agama (Kemenag) akan menggelar sidang isbat penetapan 1 Syawal 1443 H atau Hari Raya Idulfitri 2022 pada Minggu petang, 1 Mei 2022. Penentuan lebaran tahun ini diharapkan bersamaan, termasuk organisasi kemasyarakatan Muhammadiyah.

Direktur Jenderal Bimas Islam Kemenag, Kamaruddin Amin menjelaskan, sidang isbat menggunakan dua metode. Informasi awal berdasarkan hasil perhitungan secara astronomis (hisab) dan hasil konfirmasi lapangan melalui mekanisme pemantauan (rukyatul) hilal.

Secara hisab, kata Kamaruddin, semua sistem sepakat bahwa ijtimak menjelang Ramadan jatuh pada Minggu, 1 Mei 2022 M atau bertepatan dengan 29 Ramadan 1443 H.

“Pada hari rukyat, 29 Ramadan 1443 H, ketinggian hilal di seluruh wilayah Indonesia sudah di atas ufuk dan di atas kriteria baru MABIMS [Menteri Agama Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, Singapura] yaitu di atas 3 derajat," kata Kamaruddin di Jakarta, Senin (18/4/2022).

Menurut Kamaruddin, tahun ini Kemenag akan menggelar rukyatul hilal pada 99 titik di seluruh Indonesia. “Hasil rukyatul hilal yang dilakukan ini selanjutnya akan dilaporkan sebagai bahan pertimbangan Sidang Isbat Awal Syawal 1443 H,” ucapnya.

Namun, jauh sebelum pemerintah akan menggelar sidang isbat pada 1 Mei, Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah telah menetapkan Hari Raya Idulfitri 2022 atau 1 Syawal 1443 H jatuh pada Senin, 2 Mei 2022.

Keputusan Awal Hari Raya Idulfitri tertuang dalam maklumat PP Muhammadiyah Nomor 01/MLM/1.0/E/2022 tentang Penetapan Hasil Hisab Ramadhan, Syawal dan Zulhijah 1443 Hijriah.

Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Syamsul Anwar menjelaskan, metode yang digunakan pihaknya dalam menentukan Idulfitri 2022 yaitu hisab wujudul hilal atau perhitungan astronomis.

Dalam model ini, terdapat tiga syarat kriteria, yaitu: terjadi ijtimak (konjungsi), ijtimak itu terjadi sebelum matahari terbenam, dan saat terbenamnya matahari piringan atas bulan berada di atas ufuk (bulan baru telah wujud).

Berdasarkan maklumat itu disebutkan, hasil perhitungan ijtimak menjelang bulan Syawal jatuh pada 30 Ramadan 1443 H atau bertepatan dengan Minggu, 1 Mei 2022, tepatnya pada pukul 03.31 WIB.

Lalu, tinggi bulan pada saat matahari terbenam di Yogyakarta telah mencapai 4 derajat. Dengan demikian, hilal sudah dapat terlihat dan memenuhi kriteria kedua.

Selanjutnya, kriteria ketiga awal bulan menurut metode hisab wujudul hilal juga terpenuhi. Di seluruh wilayah Indonesia pada saat matahari terbenam itu bulan berada di atas ufuk.

“Jadi tidak berdasarkan penampakan benda langit saja, karena penampakan benda langit itu tidak sepenuhnya terlihat, karena banyak halangannya. Misalnya kendala atmosfer dan gangguan seperti awan," kata Syamsul kepada Tirto, Jumat (22/4/2022).

Syamsul menjelaskan, alasan PP Muhammadiyah menggunakan metode hisab karena dapat menentukan tanggal tertentu sejak jauh-jauh hari. Jika menggunakan rukyat, baru bisa ditentukan sehari sebelum tanggal yang ditentukan.

“Kami bahkan sudah menghitung sampai tahun 1450 Hijriyah [2029 Masehi] buat Ramadan dan lebaran. Bahkan bukan cuma itu, tanggal besar lainnya juga, jadi tinggal penempatan tanggalnya saja," ucapnya.

Walaupun menggunakan metode hisab, PP Muhammadiyah juga melakukan rukyat di sejumlah perguruan tinggi di bawah naungannya. Seperti di pusat astronomi Muhammadiyah, Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta, Universitas Muhamadiyah Sumatera Utara, dan Uhamka.

“Hanya untuk menguji hasil perhitungan hisab yang sudah kami buat saja," tuturnya.

Meski terdapat perbedaan waktu Ramadan maupun Idulfitri, PP Muhammadiyah berharap seluruh masyarakat Indonesia dapat saling memahami. "Jangan jadikan perbedaan menjadi pangkal perpecahan," kata dia menambahkan.

Penentuan 1 Syawal Diprediksi Bersamaan

Sementara itu, Wakil Menteri Agama, Zainut Tauhid berharap, penetapan 1 Syawal tahun ini bersamaan, termasuk Muhammadiyah yang telah menetapkan 1 Syawal jatuh pada 2 Mei 2022.

“Kalau melihat ukuran dari hilal, rukyat itu posisi hilal sudah di atas 3 derajat, memungkinkan bisa dirukyat. Mudah-mudahan untuk lebaran kali ini kita bisa bersama-sama dengan seluruh umat islam," kata Zainut di Kantor Kemenag, Jakarta Pusat, Senin (25/4/2022). https://tirto.id/grxA

Sejak 2015 sampai dengan 2021, penetapan awal bulan Ramadan dan Idulfitri antara pemerintah dan Muhammadiyah selalu berbarengan. Namun, pada 2022 ini, PP Muhammadiyah menetapkan awal Ramadan pada 2 April, sementara pemerintah 3 April 2022.

Jika nantinya penetapan 1 Syawal terdapat perbedaan, Zainut mengatakan akan memberikan panduan dan pendekatan kepada masyarakat tersebut. "Untuk mereka, bisa memiliki pedoman perhitungan untuk baik awal Ramadan maupun awal Syawal untuk memastikan bahwa semua harus sesuai dengan kaidah fiqhi yang kita ikuti bersama," ucapnya.

Memahami Metode Rukyat

Rukyat merupakan aktivitas pengamatan visibilitas hilal (bulan sabit) saat matahari terbenam menjelang awal bulan di Kalender Hijriah. Metode ini digunakan sejak zaman dahulu sebelum ditemukannya teknologi yang akurat untuk menghitung astronomi.

Hilal bisa dilihat dengan ketinggian minimal 2 derajat, elongasi (jarak sudut matahari-bulan) 3 derajat, dan umur minimal 8 jam saat ijtimak.

Dalam melakukan pemantauan hilal, Kemenag bekerja sama dengan organisasi masyarakat (ormas) Islam, pakar BMKG, pakar Lapan, dan pondok pesantren yang telah melakukan penghitungan di wilayahnya.

Jika ada minimal dua orang yang melihat bulan, sudah bisa dipastikan bahwa malam itu sudah masuk tanggal 1. Sebaliknya, jika saat itu hilal tidak terlihat, maka jumlah hari dalam bulan tersebut akan digenapkan menjadi 30 hari.

Penghitungan tersebut dilakukan untuk menghindari terjadinya salah lihat. Sebab, jika tinggi hilal berada di bawah 2 atau 4 derajat, maka kemungkinan obyek yang dilihat bukan hilal, melainkan bintang, lampu kapal, atau obyek lainnya.

Persoalannya, melihat hilal sangat sulit. Hal ini disebabkan karena hanya sekitar 1,25% bagian dari permukaan bulan saja yang terkena paparan sinar matahari. Hal ini membuat penampakan bulan dari bumi hanya seperti garis lengkung tipis saja. Terlebih, kondisi saat hilal akan terlihat adalah ketika langit masih dalam keadaan terang di waktu magrib.

Kadang-kadang cahaya bulan akan kalah dengan berkas cahaya matahari, sehingga membuat hilal terlihat samar. Atau, jika tidak, malah langit dalam keadaan mendung.

Mengenal Metode Hisab

Karena rukyatul hilal memiliki banyak keterbatasan, maka berkembanglah metode hisab. Metode yang bermakna menghitung (‘adda), kalkukasi (akhsha), dan mengukur (qaddara). Hisab berarti menghitung pergerakan posisi hilal di akhir bulan untuk menentukan awal bulan, seperti Ramadan dan 1 Syawal atau Idulfitri.

Perhitungan hisab yang dilakukan para ahli falak (astronomi) dipandang cukup dan punya akurasi yang presisi. Karena alasan ini, tidak sedikit ulama kontemporer yang menggunakan metode ini.

Misalnya, berdasarkan perhitungan PP Muhammadiyah, pada Sabtu, 29 Ramadan 1443 H bertepatan dengan 30 April 2022, ijtimak jelang Syawal 1443 H belum terjadi. Ijtimak terjadi esok harinya, Minggu, 30 Ramadan 1443 H bertepatan dengan 1 Mei 2022 M pukul 03:31:02 WIB.

Tinggi bulan pada saat matahari terbenam di Yogyakarta (f = -07° 48¢ LS dan l = 110° 21¢ BT) = +04° 50¢ 25² (hilal sudah wujud), dan di seluruh wilayah Indonesia pada saat matahari terbenam itu bulan berada di atas ufuk. Umur bulan Ramadan 1443 H 30 hari dan tanggal 1 Syawal 1443 H jatuh pada Senin, 2 Mei 2022.

Dua metode ini adalah gambaran, bahwa dengan metode hisab, para ulama mencoba menggunakan pendekatan rasional. Melihat pola, membacanya, lalu menyusun prediksi-prediksinya. Semua dilakukan dalam rumus-rumus.

Sedangkan metode rukyat merupakan pendekatan empirik. Bagaimana pengalaman menyaksikan tanda-tanda alam adalah penentu sebuah hukum syariat berlaku. Pada akhirnya, seperti yang sudah dijalankan selama bertahun-tahun, pemerintah Indonesia menggabungkan dua metode ini secara bersamaan.

Baca juga artikel terkait SIDANG ISBAT 2022 atau tulisan lainnya dari Riyan Setiawan

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Riyan Setiawan
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Abdul Aziz