tirto.id - Ada dua waktu makan yang menjadi kenikmatan orang berpuasa, yaitu sahur dan berbuka puasa. Makan sahur dilakukan menjelang dimulainya waktu berpuasa yaitu sebelum fajar tiba. Sementara berbuka puasa adalah waktu kembalinya orang berpuasa untuk bersantap makanan ketika matahari terbenam.
Setiap muslim yang hendak berpuasa, dianjurkan untuk dapat makan sahur. Sekali pun tanpa sahur mungkin seseorang merasa tetap kuat berpuasa, namun sunnah sebaiknya tidak ditinggalkan. Sebab, makan sahur memiliki berbagai keutamaan dan tidak sebatas agar tetap bertenaga di siang hari.
Dikutip laman NU Online, di dalam aktivitas makan sahur terdapat sebuah keberkahan. Hal ini ditegaskan oleh Nabi Muhammad melalui sebuah hadits.
Diriwayatkan dari Anas ra, Rasulullah saw bersabda, "Sahurlah kalian, karena sesungguhnya dalam sahur itu mengandung keberkahan.” (HR Bukhari)
Syekh Hasan Al Masyath dalam kitab Is’afu Ahl al-Iman bi Wadza’if Syahri Ramadhan menerangkan tentang makna memperoleh keberkahan dalam hadits tersebut. Menurutnya, sunnah sahur menjadi bentuk kasih terhadap umat Nabi Muhammad.
Nabi melakukan sahur agar dijadikan contoh untuk orang Islam yang akan berpuasa. Sementara Imam Nawawi rahimahullah turut mengatakan, barakah makan sahur sangat jelas, yaitu semakin menguatkan dan menambah semangat orang yang berpuasa (Syarh Shahih Muslim, 7: 206). Hal tersebut berbeda halnya saat seseorang meninggalkan sahur.
Pakar kedokteran Islam, Ibnu Sina, memandang jika bahagia dan sehat dapat terwujud dengan memperbaiki bagian praktis dari jiwa atau perbaikan akhlak.
Dilansir dari tulisan Manfaat Puasa dalam Perspektif Sunnah dan Kesehatan (UINSU 2016), hal tersebut bisa terwujud dengan bersikap pertengahan (moderat) di antara dua akhlak yang saling bertentangan: sikap berlebihan (ifrath) dan sikap kurang (tafrith). Begitu pula dengan ibadah puasa, bentuk sikap kurang atau meremehkan adalah tidak melakukan makan sahur.
Tidak makan sahur berakibat pada menurunnya vitalitas tubuh. Tubuh yang lapar nutrisi bisa memicu kesulitan untuk berkonsentrasi. Efek lainnya yaitu lebih sulit dalam mengendalikan emosi.
Dengan mengambil sikap pertengahan atau moderat dalam berpuasa -- melalui sahur dan berbuka -- maka seseorang dapat melepaskan diri dari ketundukan atas dorongan syahwat.
Sahur juga menjadi pembeda ibadah puasa yang dilakukan oleh penganut agama lain yaitu Yahudi dan Nasrani. Melansir laman Universitas Pakuan, makan sahur sebagai bentuk bara' (tidak loyal) dan pembeda dengan mereka. Dari 'Amr bin Al 'Ash, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Perbedaan antara puasa kita dan puasa Ahli Kitab (Yahudi dan Nashrani) adalah makan sahur." (HR. Muslim No. 1096)
Dan, anjuran mengakhirkan makan sahur juga memiliki hikmah tersendiri. Sahur berada di sepertiga malam yang merupakan waktu bagi Allah turun ke langit dunia. Di saat inilah siapa pun yang berdoa dan meminta akan dikabulkan, termasuk mengampuni yang meminta ampunan.
Oleh sebab itu, sebisa mungkin jangan pernah melupakan makan sahur sebelum berpuasa. Besarnya hikmah yang terkandung dalam makan sahur, membuat amalan ini sayang untuk ditinggalkan. Dari Abu Sa'id Al Khudri, Nabi Muhammad bersabda:
السُّحُورُ أَكْلُهُ بَرَكَةٌ فَلاَ تَدَعُوهُ وَلَوْ أَنْ يَجْرَعَ أَحَدُكُمْ جَرْعَةً مِنْ مَاءٍ فَإِنَّ اللَّهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى الْمُتَسَحِّرِينَ
"Makan sahur adalah makan penuh berkah. Janganlah kalian meninggalkannya walau dengan seteguk air karena Allah dan malaikat-Nya bershalawat kepada orang yang makan sahur." (HR. Ahmad).
Penulis: Ilham Choirul Anwar
Editor: Yulaika Ramadhani