tirto.id - Denisa, bukan nama sebenarnya, digelayuti ketidakpastian yang meresahkan. Perempuan berusia 20 tahun itu terkejut ketika mengetahui dirinya tak lagi terdaftar sebagai penerima bansos Kartu Jakarta Mahasiswa Unggul (KJMU). Keputusan itu datang tiba-tiba, tanpa pemberitahuan dan membuat ia gamang akan nasib perkuliahannya.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tiba-tiba menyunat daftar penerima bansos KJMU dan Kartu Jakarta Pintar (KJP) Plus. KJMU adalah bantuan pendidikan kepada mahasiswa dari keluarga tidak mampu. Penerima manfaat bansos ini mendapatkan dana Rp1,5 juta per bulan atau Rp9 juta setiap semester.
“Seharusnya tidak ada yang namanya pencabutan KJMU karena sejak awal sudah didistribusikan kartu ATM KJMU. Sedangkan penerima tidak melanggar syarat untuk menjadi penerima KJMU,” kata Denisa kepada reporter Tirto, Kamis (7/3/2024).
Mahasiswi salah satu perguruan tinggi swasta di DKI Jakarta tersebut mengaku sudah dua tahun terdaftar sebagai penerima manfaat KJMU. Bansos ini sudah diterima oleh Denisa sejak dia masuk universitas dan membantu biaya perkuliahannya.
Namun, Selasa (5/3/2024) lalu, Denisa baru menyadari dirinya termasuk sebagai penerima KJMU yang dicabut haknya oleh Pemprov DKI Jakarta. Dia bingung harus dengan apa membiayai perkuliahan yang masih belum selesai. Denisa merasa jika haknya sebagai penerima KJMU tidak kembali, maka pilihan realistis ke depan adalah berhenti kuliah.
“Akan tetap putus kuliah karena orang tua saya tidak berkerja,” tutur Denisa.
Denisa bercerita nasib serupa bukan hanya menimpa dirinya seorang. Kawan-kawan dia di kampus juga banyak yang tiba-tiba tidak lagi terdaftar sebagai penerima manfaat KJMU. Mereka kecewa, kata Denisa, karena merasa tidak pernah melanggar persyaratan KJMU.
Lebih lanjut, dia merasa dalih Pemprov DKI bahwa ini hanya sebagai proses verifikasi data penerima manfaat tak masuk akal. Terlebih, anjuran Pemprov DKI agar penerima yang merasa haknya tercerabut bisa kembali ikut mendaftar, dianggap memberatkan dan penuh ketidakpastian.
“Daftar ulang lewat web tergolong menyusahkan karena web suka eror karena terlalu banyak yang log in ke web tersebut. Sebaiknya pendaftaran hanya mengumpulkan berkas saja ke sekolah asal seperti awal mendaftar KJMU,” harap Denisa.
Sebelumnya, Dinas Pendidikan DKI Jakarta menyatakan daftar penerima KJMU saat ini didasarkan pada Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) kategori layak yang ditetapkan pada Februari dan November 2022 serta Januari dan Desember 2023. Data itu dipadukan dengan pendataan registrasi sosial ekonomi (regsosek).
Penerima manfaat KJMU adalah mereka yang masuk dalam kategori desil atau pemeringkatan kesejahteraan dengan kategori sangat miskin (desil 1), miskin (desil 2), hampir miskin (desil 3), dan rentan miskin (desil 4). Masalahnya, pendataan ini disebut tidak ideal dan bisa saja tidak tepat, justru memberatkan mahasiswa penerima manfaat KJMU yang tiba-tiba dicabut haknya.
Anggaran Ikut Disunat
Wakil Ketua Komisi E DPRD DKI Jakarta, Elva Qolbina, menyebut Penjabat Gubernur DKI Jakarta, Heru Budi Hartono, sudah memangkas anggaran KJMU pada 2024. Anggota DPRD dari Fraksi PSI itu menyatakan keputusan itu sebagai politisasi alokasi anggaran yang merugikan dan tidak memprioritaskan kebutuhan masyarakat.
“Kami menilai pengalihan anggaran KJMU sebagai contoh konkret dari politisasi alokasi anggaran di tingkat pemerintah daerah, di mana keputusan anggaran menjadi subjek kepentingan politik tahunan,” ujar Elva Qolbina dalam keterangan tertulis, Kamis (7/3/2024).
Elva mendesak Heru Budi untuk melakukan pergeseran anggaran yang lebih bijaksana dan memprioritaskan bidang pendidikan. Pasalnya, total anggaran untuk program KJMU dan program-program terkait dalam APBD 2023 mencapai Rp782 miliar. Tahun ini, jumlah tersebut dipangkas menjadi Rp470 miliar.
Menurut Elva, seharusnya KJMU disesuaikan dengan masa studi mahasiswa, yakni untuk jangka waktu minimal 4 tahun. Bukannya malah terus-menerus menyesuaikan jumlah penerimanya setiap tahun. Hal ini penting untuk mencegah potensi putus kuliah penerima KJMU akibat fluktuasi anggaran yang tak menentu.
Anggota Komisi E DPRD DKI Jakarta, Ima Mahdiah, menyatakan jumlah penerima manfaat KJMU tahun ini sudah dipangkas oleh Pemprov DKI. Pengakuan Iman, kuota penerima yang asal mulanya untuk 19 ribu mahasiswa, disunat menjadi 7.900 penerima saja.
Senada dengan Eva, dia menilai penerima manfaat KJMU seharusnya tetap terdaftar sampai lulus bukan disuruh mendaftar ulang tiap tahun.
Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), Ubaid Matraji, menyatakan tindakan Pemprov DKI jelas melanggar hak penerima KJMU. Dengan dalih apa pun, kata dia, sudah jelas perlakuan ini tidak bisa dibenarkan karena mengancam masa depan pendidikan penerima KJMU.
“Jika ini disengaja maka ini jelas upaya marginalisasi. Berbahaya kebijakan semacam ini kalau tidak segera dikembalikan seperti semula,” kata Ubaid kepada reporter Tirto.
Di sisi lain, Ubaid menyoroti pemotongan anggaran untuk pendidikan dan KJMU tahun ini. Masalahnya, untuk anggaran baju dinas dan atribut DPRD saja mengalami peningkatan. Pemprov DKI Jakarta menganggarkan untuk keperluan tersebut mencapai Rp3,08 miliar. Jumlah ini naik dari tahun sebelumnya yang berkisar di angka Rp1,74 miliar.
Naiknya anggaran ini disebabkan adanya pembelian pin emas sebagai atribut pakaian anggota dewan. Ubaid menilai seharusnya anggaran untuk pendidikan lebih penting dibanding memoles pakaian dinas anggota DPRD.
“Masa baju saja dibelikan, memangnya enggak bisa beli baju sendiri. Jadi itu bukan hal prioritas. Pemprov harus lakukan program yang penting dan mendesak. Afirmasi penerima KJP Plus dan KJMU itu hak bagi mereka,” tegas Ubaid.
Sementara itu, pengamat pendidikan dari Fakultas Ilmu Pendidikan dan Psikologi, Universitas Negeri Semarang (UNNES), Edi Subkhan, menilai pemotongan anggaran di bidang pendidikan harus diumumkan alasannya kepada publik. Hal ini untuk mengungkap apakah pemotongan itu berdampak langsung pada pemangkasan daftar penerima KJMU.
“Apa benar pemotongan tersebut langsung berimbas pada dicabutnya hak mahasiswa memperoleh beasiswa dari Pemprov DKI tersebut? Kalau ya, maka alasan adanya sinkronisasi data hanya basa-basi saja,” ujar Edi kepada reporter Tirto, Kamis (7/3/2024).
Edi menilai, jika pemotongan anggaran pendidikan memiliki dampak langsung kepada KJMU, maka hal ini adalah kebijakan yang tidak elok. Terlebih, anggaran untuk baju dinas DPRD saja mendapatkan peningkatan hanya untuk menempel pin emas di pakaian mereka.
“Menunjukkan ketidakberpihakan pemerintah pada pendidikan dan tampak lebih suka hal yang kurang urgen seperti seragam,” terang Edi.
Edi meminta Pemprov DKI bertanggung jawab dengan mendampingi mahasiswa yang terdampak pengurangan kuota KJMU. Kalaupun ketentuan ini karena data status perekonomian mahasiswa terkait semakin meningkat tahun ini, secara realistis penerima KJMU masih harus melakukan penyesuaian dan masih berhak menerima bantuan.
“Misalnya, ternyata mereka beranjak dari low income family menjadi middle income family, kan tidak mudah juga langsung bisa bayar UKT dan lainnya. Middle income family kalau baru satu tahun rasanya belum cukup di tengah UKT yang semakin mahal,” ujar Edi.
Penjelasan Pemprov DKI
Penjabat Gubernur DKI Jakarta, Heru Budi, mengungkapkan pihaknya memang menyinkronkan data penerima KJP Plus dan KJMU dengan data terpadu kesejahteraan sosial (DTKS) milik Kementerian Sosial. Imbasnya, warga yang KJP Plus dan KJMU-nya dicabut saat ini tidak terdaftar dalam DTKS.
“Prosesnya adalah sinkronisasi data. Data dari Pemda DKI tentunya sinkron dengan data dari Kemensos, itu kami padankan,” kata Heru kepada awak media, Rabu (6/3/2024).
Heru mengatakan, warga yang tak lagi terdaftar sebagai KJP Plus dan KJMU bisa membuat aduan di Dinas Sosial (Dinsos) DKI Jakarta jika ingin memprotes. Nantinya, Dinsos DKI akan menggelar musyawarah kelurahan (muskel) untuk membahas aduan-aduan yang diterima soal KJP Plus-KJMU.
“Hari ini, data itu sudah melalui proses panjang, dari November - Desember data DTKS 2023 itu sudah disahkan. Sudah ditindaklanjuti regsosek. Saya kira data DTKS sudah cukup baik,” sebut Heru.
Di satu sisi, Heru berujar, Pemprov DKI telah menyalurkan KJP Plus-KJMU kepada warga yang memang membutuhkan. Menurut dia, warga yang tergolong mampu memang tidak membutuhkan bantuan sosial.
“Jadi data di DKI itu sekali lagi bisa di-link-kan dengan data lainnya. Itu otomatis langsung. Dia punya berapa kendaraan, punya berapa mobil, punya rumah, rumahnya ada di mana itu kita bisa [tahu],” terang Heru.
KJMU merupakan program bantuan dana pendidikan yang diberikan Pemprov DKI Jakarta sejak awal September 2016. Program ini digagas Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok yang kemudian dilanjutkan oleh Anies Baswedan. Data di laman data.go.id milik Pemprov DKI Jakarta menunjukkan penerima KJMU sudah mencapai 23.958 penerima manfaat pada 2023.
Hingga 2023, ada sebanyak 122 PTN dan PTS yang masuk dalam program ini. Misalnya di Universitas Negeri Jakarta, Politeknik Negeri Jakarta, dan UPN Veteran Jakarta. Di luar Jakarta, KJMU juga dapat dimanfaatkan, seperti di Universitas Brawijaya.
Sementara itu, Asisten Kesejahteraan Rakyat Sekretaris Daerah DKI Jakarta, Widyastuti, menyampaikan Pemprov DKI sudah membuka akses pendaftaran kembali KJMU untuk semua mahasiswa penerima di tingkat provinsi. Saat ini, kata dia, Pemprov DKI terus-menerus melakukan kegiatan verifikasi dan validasi data bagi semua penerima bansos, tidak hanya KJMU.
“Verifikasi validasi ini untuk menjaga ketepatan sasaran terhadap warga yang memang berhak menerima bantuan sosial,” kata Widyastuti, Kamis (7/3/2024).
Sebulan ke depan, kata dia, Pemprov DKI melalui Dinas Pendidikan DKI akan membuka komunikasi kanal aduan dan semua bentuk konsultasi terkait masalah bantuan sosial pendidikan terutama KJMU. Aduan ini dapat diakses di nomor WhatsApp 081585958706 atau telepon 021 8571012 serta bisa langsung ke laman KJP.jakarta.go.id.
“Jadi datanya dinamis sehingga setiap enam bulan sekali Dinas Pendidikan melakukan kegiatan pendaftaran ulang untuk memastikan bahwa adik-adik mahasiswa ini memang sudah sesuai,” ujar dia.
Penulis: Mochammad Fajar Nur
Editor: Abdul Aziz