Menuju konten utama

Heboh Chat Strategi Perang AS Dikirim ke Editor The Atlantic

Pemerintahan Trump tidak sengaja memasukkan Editor Majalah The Atlantic ke dalam grup chat yang membahas rencana serangan militer Amerika Serikat.

Heboh Chat Strategi Perang AS Dikirim ke Editor The Atlantic
Pesan Lewat Ponsel. foto/istockphoto

tirto.id - Gedung Putih mengonfirmasi bahwa obrolan grup di Signal mengenai rencana serangan AS terhadap Houthi di Yaman yang secara tidak sengaja melibatkan editor majalah The Atlantic, Jeffrey Goldberg, terlihat asli.

Obrolan mengenai serangan tersebut melibatkan 18 pejabat senior The Trump, di antaranya ada Sekretaris Pertahanan Pete Hegseth, Wakil Presiden JD Vance, Penasihat Keamanan Nasional Gedung Putih Mike Waltz, Menteri Luar Negeri Marco Rubio, dan lainnya.

“Pada saat ini, utas pesan yang dilaporkan tampaknya autentik, dan kami sedang meninjau bagaimana nomor yang tidak sengaja ditambahkan ke dalam rantai pesan tersebut. Utas ini menunjukkan adanya koordinasi kebijakan yang mendalam dan bijaksana antara pejabat senior. Keberhasilan berkelanjutan dalam operasi Houthi menunjukkan bahwa tidak ada ancaman terhadap anggota militer kami atau keamanan nasional kami,” tutur Juru bicara Dewan Keamanan Nasional Gedung Putih, Brian Hughes, dikutip dari ABC News (25/3/2025).

Goldberg sendiri menerbitkan sebuah artikel di situs The Atlantic pada Senin (24/03/2025), sembari mengungkapkan awalnya ia tidak percaya bahwa chat tersebut nyata.

"Saya sangat meragukan bahwa grup chat ini benar-benar ada, karena saya tidak dapat membayangkan bahwa para pemimpin keamanan nasional Amerika Serikat akan berdiskusi tentang rencana perang di Signal," tulisnya.

Selanjutnya, Goldberg menyampaikan bahwa di dalam grup chat tersebut, para petinggi AS sedang membicarakan rencana serangan udara terhadap pemberontak Houthi di Yaman untuk tanggal 15 Maret 2025.

Setelah serangan tersebut benar-benar terjadi, Goldberg sadar bahwa informasi itu asli dan ia benar-benar berada dalam grup chat milik anggota Pemerintah AS. Menyadari risiko besar yang mungkin membuntutinya, ia segera keluar dari grup chat Signal.

Saat ini, Dewan Keamanan Nasional AS sedang melakukan penyelidikan bagaimana nomor Goldberg bisa secara tidak sengaja dimasukkan ke dalam percakapan tersebut.

Pengungkapan ini memicu kemarahan dan ketidakpercayaan, termasuk dari mantan Menteri Luar Negeri Hillary Clinton, yang selama ini mendapat kritik terkait penggunaan server email pribadi saat menjabat di Departemen Luar Negeri.

“Ini benar-benar mustahil,” tulis Clinton di akun X pribadinya (25/3/2025), @HillaryClinton, diikuti dengan tautan artikel The Atlantic mengenai kasus ini.

Tanggapan Sekretaris Pertahanan Pete Hegseth

Dilansir dari ABC News (25/3/2025), Hegseth membantah penuturan Goldberg mengenai grup Chat di aplikasi Signal tersebut.

“Saya sudah mendengar bagaimana itu digambarkan. Tidak ada yang mengirimkan rencana perang, dan itu saja yang saya katakan tentang itu,” kata Hegseth segera setelah mendarat untuk transit di Hawaii dalam perjalanan ke Asia.

Bukan hanya membantah, Hegseth juga mengkritik Goldberg sebagai seorang jurnalis yang licik dan sangat tidak kredibel, yang telah menjadikan kebohongan sebagai profesinya secara berulang kali.

“Ini orang yang menjual sampah. Ini yang dia lakukan,” tambahnya.

Tanggapan Presiden Trump

Saat diminta komentarnya tentang insiden tersebut, Presiden Donald Trump mengatakan bahwa ia mendukung Penasihat Keamanan Nasional Mike Waltz, yang diduga menambahkan jurnalis Jeffrey Goldberg ke dalam grup chat Signal.

"Michael Waltz telah belajar dari kesalahannya, dan dia orang baik," kata Trump dilansir dari BBC News (25/3/2025).

Trump menyebutnya sebagai "kesalahan" karena Goldberg ditambahkan, dan mengatakan bahwa staf Waltz yang harus disalahkan.

Ia juga mengatakan bahwa kehadiran Goldberg dalam obrolan tersebut "tidak berdampak sama sekali" pada operasi tersebut. Maka, insiden ini tidak dianggap sebagai masalah besar.

Padahal, menurut konsultan keamanan siber dari Wheelhouse Advisors, John Wheeler, penggunaan aplikasi Signal untuk membicarakan hal-hal yang sensitif merupakan tindakan yang berisiko.

Dengan alat komunikasi eksternal, tampaknya tidak ada protokol otorisasi yang diterapkan.

"Hal yang bersifat sangat sensitif seperti ini seharusnya memerlukan protokol komunikasi yang sangat ketat. Saya sangat terkejut bahwa mereka akan menggunakan solusi semacam ini," kata Wheeler dikutip dari BBC News (25/3/2025).

Insiden ini juga dapat membuat mitra AS di luar negeri berpikir dua kali untuk mengkomunikasikan informasi sensitif kepada pejabat Amerika.

Baca juga artikel terkait INTERNASIONAL atau tulisan lainnya dari Febriyani Suryaningrum

tirto.id - Aktual dan Tren
Kontributor: Febriyani Suryaningrum
Penulis: Febriyani Suryaningrum
Editor: Dipna Videlia Putsanra