tirto.id - Pada 2015, total nilai ekspor Indonesia mencapai 150,25 miliar dolar AS, atau menurun dibanding tahun 2014 yang mencapai 176,29 miliar dolar AS.
Jika berdasarkan sektornya, ekspor non migas hasil industri pengolahan mengalami penurunan sebesar 9,11 persen dibanding 2014, ekspor hasil tambang dan lainnya juga turun 14,99 persen. Demikian juga pada ekspor hasil pertanian yang turun sebesar 2,45 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
Meski secara akumulasi ekspor Indonesia turun, tetapi ada beberapa produk Indonesia yang tetap laris manis di pasar ekspor dunia. Menteri Perdagangan, Thomas Lembong menyebut salah satu yang tetap tumbuh adalah ekspor alas kaki.
Sementara Menteri Perindustrian Saleh Husin juga mengatakan, pemerintah melihat bahwa industri alas kaki merupakan salah satu sektor yang terus memberikan kontribusi cukup signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia melalui peningkatan ekspor dan penyerapan tenaga kerja.
Karena itu, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) juga telah menetapkan industri alas kaki nasional sebagai industri prioritas yang akan terus didorong pengembangannya.
Hal itu dianggap sejalan dengan upaya pemerintah dalam mendorong pengembangan ekspor terutama untuk produk non migas di dalam negeri. Pemerintah juga berharap semakin banyak produsen alas kaki Tanah Air yang dapat melakukan pengembangan usahanya, sehingga nilai ekspor alas kaki nasional dapat ditingkatkan.
Untuk diketahui, investasi industri alas kaki cenderung naik setiap tahunnya. Pada 2011 hingga 2014, kenaikan rata-rata mencapai 4,74 persen. Pada 2014, nilai investasi di sektor industri alas kaki sebesar Rp10,7 triliun atau naik sekitar 1,25 persen dibanding tahun sebelumnya dan mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 643 ribu orang.
Ekspor industri alas kaki juga terus mengalami peningkatan. Pada 2014, nilai ekspor produksi alas kaki nasional mencapai 4,11 miliar dolar AS atau naik sebesar 6,44 persen dibanding tahun sebelumnya.
Lima negara tujuan ekspor utama produk alas kaki Indonesia, diantaranya adalah Amerika Serikat, Belgia, Jerman, Inggris dan Jepang. Pada akhir 2014, surplus perdagangan produk alas kaki sebesar 3,7 miliar dolar AS. Sayangnya, pemenuhan untuk pangsa pasar dunia dari industri alas kaki Indonesia baru mencapai 3 persen.
Potensi Pasar di Inggris
Alas kaki Indonesia membidik sejumlah negara yang potensial. Inggris adalah salah negara tujuan ekspor alas kaki Indonesia, bahkan masuk dalam lima besar negara tujuan ekspor. Sebaliknya, Indonesia juga merupakan salah satu importir andalan Inggris untuk produk alas kaki.
Pada 2015, Indonesia masuk pada urutan ke-8 negara pengekspor alas kaki terbesar untuk Inggris senilai 319 juta dolar AS. Di urutan pertama tentunya raksasa Cina yang ekspor alas kakinya ke Inggris mencapai 2,3 miliar dolar AS, yang kemudian disusul oleh tetangga Vietnam yang berada di posisi ke-2 dengan nilai ekspor sebesar 741 juta dolar AS. Ini berarti , untuk kawasan Asia Tenggara, produk Vietnam adalah saingan terbesar Indonesia untuk pangsa pasar alas kaki Inggris.
Sedangkan untuk kawasan Asia, terdapat Cina dan India. India berada di posisi ke-6 pengekspor terbesar alas kaki untuk Inggris. Sehingga untuk kawasan Asia, Indonesia memiliki pesaing terbesar yakni Cina, India dan Vietnam. Selain dari Asia, Inggris juga mengimpor alas kaki dari beberapa negara Eropa, misalnya Italia, Belgia, Belanda, Jerman, Perancis dan Spanyol.
Sedangkan untuk Indonesia, nilai impor alas kaki Inggris dari Indonesia terus meningkat. Pada 2015 nilai impor alas kaki Inggris dari Indonesia naik 29 juta dolar AS dari tahun sebelumnya, yang sebesar 290 juta dolar AS. Meningkatnya nilai impor alas kaki Inggris ini tentunya menjadi signal positif bagi industri alas kaki Tanah Air. Hal ini juga dapat dimanfaatkan oleh pemerintah untuk terus mendorong para produsen alas kaki tanah air agar terus meningkatkan produksi dan kualitas yang lebih, agar bisa bersaing dengan produk alas kaki negara lainnya.
Potensi pasar alas kaki di Inggris tentunya akan semakin besar lagi bagi negara non-Uni Eropa setelah keluarnya Inggris dari Uni Eropa. Diperkirakan akan terjadi "kejutan dari sisi permintaan" di Inggris yang terkait dengan kemungkinan tarif impor baru.
Barang ekspor negara Uni Eropa ke Inggris tentunya akan dikenai tarif pajak. Hambatan dalam segi tarif tentunya dapat menjadi salah satu kendala dalam proses ekspor produk negara Uni Eropa ke Inggris saat ini. Ketika Inggris masih menjadi anggota Uni Eropa, perdagangan antara anggota tentunya akan lebih mudah. Namun, saat keluar dari Uni Eropa, hambatan perdagangan akan tinggi termasuk pajak yang harus dibayar.
Berdasarkan kategori pemasok alas kaki ke Inggris, negara-negara Uni Eropa memasok senilai 1.884 miliar poundsterling, sedangkan untuk negara dari luar Uni Eropa mencapai 2.909 miliar poundsterling. Jika dikalkulasikan dalam persen maka nilai impor Inggris dari negara Uni Eropa mencapai 39 persen dan dari negara non-Uni Eropa sekitar 61 persen. Ini artinya, negara-negara non-Uni Eropa dapat mencuri peluang pasar di Inggris dari 39 persen itu ketika pasar Inggris mengalami kekurangan produk alas kaki terkait tarif ekspor-impor baru dengan Uni Eropa.
Untuk Indonesia, ini adalah salah satu peluang untuk meningkatkan perdagangan serta meningkatkan nilai ekspor dengan Inggris seperti yang sering dikumandangkan oleh Presiden Joko Widodo. Selain itu, peluang ini juga dapat digunakan untuk merealisasikan Empat Paket Kebijakan Ekonomi XI dalam mendorong kegiatan ekspor dari pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Untuk mewujudkannya, Indonesia harus lebih gesit, mengingat tetangga Indonesia yakni Vietnam dan Cina. Dua negara tersebut merupakan pemasok terbesar alas kaki bagi inggris. Mereka tentunya tidak akan melewatkan begitu saja pintu Inggris yang terbuka lebar.
Penulis: Yantina Debora
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti