tirto.id - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif, mengungkapkan harmonisasi Revisi Peraturan Pemerintah (RPP) Kebijakan Energi Nasional (KEN) telah rampung dan tinggal menunggu persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI untuk dapat disahkan pada Juli 2024.
Telah usainya pembahasan RPP KEN ini didasari oleh terbitnya surat Nomor PPE.PP.03.03-1186 tanggal 4 Juni 2024 yang disampaikan Kementerian Hukum dan HAM kepada Kementerian ESDM.
Kemudian Kementerian ESDM melalui surat nomor T240-HK012024 tanggal 5 Juni telah menyampaikan RPP-KEN kepada Ketua Komisi 7 DPR RI sesuai dengan arahan Kementerian Sekretariat Negara.
Melalui Surat Nomor 31/04 Tahun 2024 tanggal 25 Juni 2924, Kementerian ESDM telah melaporkan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait dengan RPP KEN hasil pengharmonisasian tersebut.
"Dan usulan penyampaian RPP KEN kepada DPR RI untuk mendapat persetujuan sebelum ditetapkan oleh pemerintah sesuai dengan amanat undang-undang nomor 30 tahun 2007 tentang energi pasal 11 ayat 2 bahwa RPP KEN merupakan produk hukum yang perlu mendapat persetujuan DPR RI sebelum ditetapkan oleh pemerintah," beber Arifin dalam Rapat Kerja dengan Komisi VII DPR RI, di Jakarta, Senin (8/7/2024).
Lebih lanjut Arifin menjelaskan, dalam proses pembahasan RPP KEN, pemerintah telah mengadakan focus group discussion (FGD) bersama DPR di sepanjang 2023-2024.
Menurutnya, RPP KEN penting segera disetujui untuk menggantikan PP nomor 79 tahun 2014 mengenai kebijakan energi nasional mengingat belum bisa tercapainya target-target pemanfaatan energi, yang dipengaruhi oleh perubahan perubahan lingkungan strategis yang cukup signifikan baik nasional maupun global.
Selanjutnya, untuk mencapai target nol emisi karbon, Kebijakan Energi Nasional perlu selaras dengan kebijakan perubahan iklim.
"Pada konferensi tingkat tinggi perubahan iklim PBB atau Conference of the Paris COP26 di Glasgow tahun 2021. Presiden telah menyampaikan komitmen Indonesia untuk mencapai emisi nol bersih di tahun 2060 atau lebih cepat," ujarnya.
Saat ini, Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup (KLHK) memang telah menyusun skenario menuju net zero emission di 2060 dengan low carbon scenario compatiblewith Paris Agreement target LCCP, dalam dokumen long term strategy for low carbon and climate resilience 2050 (LTS-LCCR 2050).
Untuk mencapai nol emisi pada 2060, dekarbonisasi sektor energi sangat penting dilakukan, apalagi sektor energi diperkirakan akan menjadi penyumbang emisi gas rumah kaca terbesar yaitu sebesar 129 juta ton CO2.
Pemerintah juga telah menyusun grand strategy energi nasional yang memuat upaya pengendalian impor LPG dan BBM, pembatasan ekspor batu bara, dan pembangunan infrastruktur yang merata yang menjadi masukan pembaruan KEN dan RUEN.
"Selanjutnya kami sampaikan Raker DEN (Dewan Energi Nasional) dengan Komisi VII DPR RI pada tanggal 14 Juni 2021 mendukung kegiatan pembaruan KEN sebagai salah satu dari 16 program strategis Renstra Den periode 2021-2025," jelas Arifin.
Selain itu, dasar penyusunan perubahan PP KEN lain adalah Undang-undang Nomor 30 Tahun 2007, yang mempertimbangkan keselarasan dengan peraturan penurunan lainnya seperti Undang-undang Nomor 32 tahun 2009 tentang pelindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
Selanjutnya, ada pula Undang-undang Nomor 16 Tahun 2016 tentang pengesahan persetujuan Paris atas konvensi kerangka kerja persikatan bangsa-bangsa mengenai perubahan iklim serta substansi Rancangan Undang-Undang Energi Baru Energi Terbarukan atau RUU-EBET.
"Pembaruan KEN memberikan arah dalam upaya mewujudkan kebijakan pengelolaan energi guna terciptanya kemandirian energi nasional, ketahanan energi nasional, dan pemenuhan komitmen Indonesia dalam dekarbonisasi sektor energi untuk mewujudkan ketahanan iklim nasional dan mendukung pembangunan ekonomi hijau," ucap Arifin.
Penulis: Qonita Azzahra
Editor: Irfan Teguh Pribadi