tirto.id - Maskapai-maskapai yang tergabung dalam Indonesia National Air Carriers Association (INACA) belum lama ini menyepakati akan menurunkan harga tiket pesawat sebesar 20-60 persen.
Meski ikut bersepakat menurunkan harga tiket pesawat, Direktur Utama Citilink Juliandra Nurtjahjo mengaku beban biaya operasional maskapainya tidaklah ringan.
Menurut dia, beban biaya operasional maskapai penerbangan bisa mendadak melonjak ketika harga minyak dunia naik. Fluktuasi harga avtur pun membuat maskapai penerbangan dibayangi peningkatan biaya operasional.
"Pertama fuel (avtur) nilainya naik 65,4 dolar AS di 2018. Kenaikan 1 sen akan menambah operasional cost [biaya] 4,7 juta dolar AS per tahun," kata Jualiandra dalam diskusi yang digelar oleh INACA di Jakarta Pusat, pada Selasa (15/1/2019).
Hari ini, misalnya, harga minyak mentah dunia kembali menguat. Harga minyak Brent kontrak Maret 2019 menguat 1,1 persen atau 65 sen menjadi 59,64 dolar AS per barel pada Selasa pagi.
Selain itu, Juliandra menambahkan, setiap pelemahan kurs rupiah terhadap dolar AS sebesar Rp100, biaya operasional maskapai penerbangan juga turut membengkak signifikan.
"Kalau bicara setiap Rp100 melemah terhadap dolar AS itu akan akan mengurangi revenue (full year) 5,3 juta dolar AS," ujar Juliandra.
Ia mengaku perusahaannya harus berusaha terus berinovasi untuk bertahan di industri penerbangan, seperti dengan cara menambah bisnis sampingan sampai menghilangkan fasilitas bagasi gratis.
"Kami berusaha untuk bagaimana bisa survive. Kalau bukan menaikkan harga [tiket], diskonnya yang kita kurangi,” ujar Juliandra.
Untuk alternatif sumber pendapatan selain tiket, kata dia, “Salah satunya kalau LCC space di kabin pesawat. Itu ada iklan di dalam pesawat adalah tambahan revenue, di luar ada logonya dengan partner advertising kami. [Penjualan] Makanan pun [jadi sumber pendapatan]."
Penulis: Selfie Miftahul Jannah
Editor: Addi M Idhom