Menuju konten utama

Hakim Saldi Isra Soroti Perubahan MK di Kasus Batas Usia Capres

Saldi Isra mengakui MK pernah berubah pendirian, tetapi tidak pernah terjadi secepat ini. Apalagi, perubahan terjadi dalam hitungan hari.

Hakim Saldi Isra Soroti Perubahan MK di Kasus Batas Usia Capres
Hakim Konstitusi Saldi Isra menunjukkan surat suara saat pemilihan Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi periode 2023-2028 di gedung MK, Jakarta, Rabu (15/3/2023). ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay.

tirto.id - Hakim anggota Mahkamah Konstitusi (MK) Saldi Isra mengaku bingung memulai dari mana menyampaikan pendapat berbedanya atau dissenting opinion atas gugatan uji materi Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang batas usai capres dan cawapres.

Pasalnya, perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 atas pemohon Almas Tsaqibirru Re A, dikabulkan sebagian yang dibacakan oleh Hakim Ketua Anwar Usman.

"Saya bingung dan benar-benar bingung untuk menentukan harus dari mana memulai pendapat berbeda (dissenting opinion) ini," kata Saldi di ruang sidang, Senin (16/10/2023).

Saldi mengaku sekitar enam setengah tahun lalu dirinya menjadi hakim di MK, baru kali ini mengalami peristiwa aneh yang luar biasa dan dapat dikatakan jauh dari batas penalaran wajar.

Dia memandang mahkamah berubah pendirian dan sikapnya hanya dalam sekelebat. Sebab, kata dia, sebelumnya, dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 29-51-55/PUU- XXI/2023), Mahkamah secara eksplisit, lugas, dan tegas menyatakan bahwa ihwal usia dalam norma Pasal 169 huruf q UU 7/2017 adalah wewenang pembentuk undang-undang untuk mengubahnya.

"Sadar atau tidak, ketiga putusan tersebut telah menutup ruang adanya tindakan lain selain dilakukan oleh pembentuk Undang-undang," kata Saldi.

Saldi mengakui mahkamah pernah berubah pendirian, tetapi tidak pernah terjadi secepat ini. Apalagi, perubahan terjadi dalam hitungan hari.

Menurut Saldi, perubahan demikian tidak hanya sekadar mengesampingkan putusan sebelumnya. Namun, didasarkan pada argumentasi yang sangat kuat setelah mendapatkan fakta-fakta penting yang berubah di tengah-tengah masyarakat.

Pertanyaannya, kata dia, fakta penting apa yang telah berubah di tengah masyarakat sehingga mahkamah mengubah pendiriannya dari Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 29-51-55/PUU-XXI/2023 dengan amar menolak, sehingga berubah menjadi amar mengabulkan dalam putusan a quo.

Secara keseluruhan, jelas dia, terdapat belasan permohonan untuk menguji batas minimal usia calon presiden dan wakil presiden dalam norma Pasal 169 huruf q UU 7/2017. Sebab, tiga hanya perkara (29, 51, 55) adalah permohonan atau perkara gelombang pertama.

Dari belasan perkara tersebut, jelas dia, hanya perkara gelombang pertama ini yang diperiksa melalui sidang pleno untuk mendengar keterangan pihak-pihak sebagaimana dimaksud Pasal 54 UU MK, yaitu Presiden dan DPR.

Selain itu, kata dia, didengar pula keterangan pihak terkait, ahli pemohon, dan juga ahli pihak terkait. Ketika Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) untuk memutus Perkara Nomor 29-51-55/PUU-XXI/2023 pada 19 September 2023, dihadiri oleh delapan Hakim Konstitusi, yaitu: Saldi Isra, Arief Hidayat, Manahan MP Sitompul, Suhartoyo, Wahiduddin Adams, Enny Nurbaningsih, Daniel Yusmic P. Foekh, dan M. Guntur Hamzah.

RPH pada 19 September 2023 tersebut, kata dia, tidak dihadiri oleh hakim konstitusi dan sekaligus Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman.

Hasilnya, jelas dia, enam hakim konstitusi, sebagaimana amar Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 29-51- 55/PUU-XXI/2023, sepakat menolak permohonan dan tetap memosisikan Pasal 169 I huruf q UU 7/2017 sebagai kebijakan hukum terbuka (open legal policy) pembentuk undang-undang.

"Sementara itu, dua Hakim Konstitusi lainnya memilih sikap berbeda (dissenting opinion)," tutur Saldi Isra.

Sebelumnya, MK mengabulkan sebagian uji materi Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) terkait batas usia capres dan cawapres.

Ketua Majelis Hakim MK Anwar Usman menyatakan sebagian permohonan tersebut beralasan menurut hukum. Permohonan itu dikabulkan sebagian atas dasar syarat alternatif pernah menjabat sebagai kepala daerah yang dipilih melalui pemilihan umum.

“Mengabulkan permohonan pemohon sebagian,” ujar Anwar, Senin (16/10/2023).

MK menyatakan "berusia paling rendah 40 tahun" bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, sepanjang tidak dimaknai "berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah.

Baca juga artikel terkait SIDANG MK atau tulisan lainnya dari Fransiskus Adryanto Pratama

tirto.id - Hukum
Reporter: Fransiskus Adryanto Pratama
Penulis: Fransiskus Adryanto Pratama
Editor: Maya Saputri