tirto.id - Juru Bicara Mahkamah Konstitusi, Fajar Laksono, mengungkapkan bahwa MK akan memulai proses sidang perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) legislatif pada Senin (29/4/2024).
Menurutnya, dalam sidang tersebut akan diisi dengan sidang pendahuluan dan para pihak yang bersengketa yang diagendakan selama empat hari hingga Jumat (3/5/2024). Rabu (1/5/2024) diliburkan karena Hari Buruh.
"Jadi sidang pendahuluan itu kita panggil para pihaknya, terutama pemohon utama," kata Fajar di Gedung MK, Jumat (26/4/2024).
Fajar mengungkapkan bahwa majelis hakim yang akan menangani persidangan telah disiapkan untuk menangani 297 sengketa pileg. MK telah menyiapkannya pada hari ini dan mereka terbagi ke dalam tiga panel.
"Panel satu ada 103 (kasus), panel dua ada 97 (kasus), panel tiga ada 97 (kasus)," kata dia.
Dalam proses persidangan, majelis hakim akan membatasi setiap pemohon dan termohon untuk menyampaikan argumennya dalam beberapa menit.
Berkaca dari sidang sengketa Pileg 2019, Fajar berharap proses sidang tahun ini dapat berlangsung lebih singkat dan memenuhi hak setiap pemohon maupun termohon.
"Kalau tempo hari di 2019, bisa sampai malam, bahkan sampai pagi. Pilpres sampai jam 5 pagi, dari jam 8 malam sampai jam 5 pagi. Break-nya pas salat dan makan," kata dia.
Dia juga menanggapi dua hakim yang dinilai punya konflik kepentingan, yaitu Arsul Sani dan Anwar Usman.
Menurutnya, Arsul Sani tetap diizinkan mengadili sidang sengketa PPP, sedangkan Anwar Usman dilarang untuk mengadili sejumlah pokok perkara yang berkaitan dengan PSI yang dipimpin oleh Kaesang Pangarep.
Fajar menyebut larangan terhadap Anwar Usman sudah diperkuat dengan putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK).
"Berbeda dengan Pak Anwar yang sudah ada putusan MKMK, Pak Arsul kan nggak ada apa-apa," kata Fajar.
Menurutnya, apabila Arsul Sani dilarang karena sebelumnya menjabat Wakil Ketua MPR RI dari PPP, akan mempersulit proses pengadilan sengketa pileg di MK.
Alasannya, karena keterbatasan hakim yang menangani setiap perkara hanya tiga orang, sehingga apabila salah satunya dicabut kewenangannya maka hanya tersisa dua orang.
"Ya, karena itu kalau seperti itu mempersulit atau setidak-tidaknya jalannya persidangan jadi nggak lancar," kata dia.
Penulis: Irfan Amin
Editor: Irfan Teguh Pribadi