tirto.id - Kami, Christophorus Taufik, S.H., Ricky K. Margono, S.H., M.H., Adidharma Wicaksono, S.H.,LL.M; dan David Surya, S.H., M.H; para advokat yang tergabung dalam Dewan Pimpinan Pusat Lembaga Bantuan Hukum Perindo (DPP LBH-PERINDO). Bersama ini, atas nama klien kami Bapak Hary Tanoesoedibjo ingin menyampaikan hak jawab sebagai berikut:
Bahwa pada hari Rabu, 19 April 2017, Tirto telah memuat pemberitaan dengan judul “Investigasi Allan Nairn: Ahok hanyalah dalih untuk makar”. Dalam pemberitaan tersebut terdapat penafian (disclaimer) “Tirto mendapat izin dari Allan Nairn untuk mempublikasikan edisi Indonesia khusus untuk pembaca Indonesia. Penerjemah dikerjakan dengan menanggalkan beberapa bagian yang kami anggap minor”.
Dengan demikian dalam penafian tersebut telah jelas bahwa Tirto tidak menterjemahkan secara menyeluruh dari artikel aslinya yang terdapat dalam The Intercept yang berjudul “Trump’s Indonesia Allies In Bed With ISIS-Backed Militia Seeking To Oust Elected President” yang ditulis oleh Allan Nairn;
Bahwa pada tanggal 5 Mei 2017 Tirto diadukan oleh kami selaku Kuasa Hukum dari Bapak Hary Tanoesoedibjo kepada Dewan Pers yang pada pokoknya pengaduan tersebut berisi tentang ketidakprofesionalan Tirto sebagai Pers dengan tidak mengindahkan Undang-Undang Pers dan Kode Etik Jurnalistik, terlebih pemberitaan tersebut telah dibaca dan dibagikan lebih dari 65.000 kali (pada saat surat pengaduan dibuat).
Pada 24 Mei 2017 telah terbit Risalah Penyelesaian Pengaduan yang pada paragraf ketiga terdapat penilaian dari Dewan Pers yang berbunyi “Berdasarkan hasil pemeriksaan dan klarifikasi tersebut, Dewan Pers menilai berita teradu melanggar pasar 1 dan 3 Kode Etik Jurnalistisk karena tidak berimbang, tidak uji informasi dan memuat opini yang menghakimi”.
Penilaian tersebut didasarkan adanya fakta bahwa pemberitaan memang disusun tidak berdasarkan data yang dapat diuji validitasnya serta klien kami juga sama sekali tidak pernah dimintakan keterangan ataupun klarifikasi mengenai pemberitaan tersebut.
Selain itu, klien kami merupakan pribadi yang tunduk dan patuh terhadap hukum yang berlaku di Indonesia serta mendukung penuh pemerintahan yang sah, maka tuduhan makar yang disebutkan dalam pemberitaan hanyalah karangan penulis saja.
Tuduhan sebagaimana disampaikan dalam pemberitaan yang dimuat Tirto, “Pendukung utama gerakan makar ini termasuk…. Dan salah satu penyokong politik Donald Trump dan Hary Tanoesoedibjo” adalah tidak benar.
Bahwa pada paragraf 11 dinyatakan “menimbang Kahariady, seorang pejabat Partai Gerindra, mengaku ia berjumpa Hary tiga hari sebelum pertemuan kami. Ia dan tokoh-tokoh gerakan yang lain yakin bahwa Hary memberitahu Trump mengenai pentingnya mendukung mereka dan menyingkirkan lawan-lawan mereka, dan itu dimulai dari Ahok".
Serta pada paragraf 12 dinyatakan “tommy Soeharto tak dapat dihubungi untuk dimintai keterangan. Hary Tanoe menolak berkomentar”.
Atas tulisan pada paragraf 11: klien kami tidak pernah menemui Kahariady dan klien kami tidak pernah memberitahu Trump untuk menyingkirkan lawan-lawan politik dan itu dimulai dari Ahok.
Terhadap tulisan pada paragraf 12, dinyatakan klien menolak berkomentar artinya penulis telah berhasil menemui klien kami karenanya kami tegaskan klien kami tidak pernah bertemu Allan Nairn dan tidak pernah dimintakan keterangan maupun klarifikasi soal berita ini.
Bahwa secara keseluruhan, pemberitaan tersebut adalah tidak benar adanya.
Hormat kami,
Kuasa Hukum Bpk. Hary Tanoesoedibjo
Christophorus Taufik, S. H.
Ricky K. Margono, S.H., M.H.
Adidharma Wicaksono, S. H.,
L. LM. David Surya, S.H., M.H.
Risalah Penyelesaian Sengketa Pers:
Antara Hary Tanoesoedibjo dengan Tirto
Dewan Pers menerima pengaduan saudara Ricky K. Margono (LBH Perindo) selaku kuasa hokum Hary Tanosoedibjo (selanjutnya disebut pengadu), tanggal 5 Mei 2017 terhadap media online tirto.id (selanjutnya disebut teradu) terkait berita berjudul “Investigasi Allan Nairn: Ahok Hanyalah Dalih Untuk Makar” diunggah pada Rabu, 19 April 2017 pukul 12.05 WIB.
Menindaklanjuti pengaduan tersebut, Dewan Pers telah meminta klarifikasi kepada pengadu dan teradu pada Rabu 24 Mei 2017 di sekretariat Dewan Pers Jakarta.
Berdasarkan hasil pemeriksaan dan klarifikasi tersebut, Dewan Pers menilai berita teradu melanggar pasal 1 dan 3 kode etik jurnalistik karena tidak berimbang, tidak uji informasi dan memuat opini yang menghakimi.
Pengadu dan teradu menerima penilaian Dewan Pers tersebut dan menyepakati proses penyelesaian sebagai berikut:
Teradu wajib melayani hak jawab dari pengadu secara proposional sebanyak satu kali disertai permintaan maaf kepada pengadu dan masyarakat. Hak jawab dimuat paling lambat 3 x 24 jam sejak menerima konsep hak jawab dari pengadu.
Teradu wajib memuat pengantar di berita yang diadukan. Pengantar tersebut menyatakan sebagian dari isi berita yang diadukan belum seluruhnya memenuhi unsur keberimbangan dan uji informasi. Permintaan maaf kepada pengadu dan masyarakat dimasukkan di dalam pengantar.
Teradu wajib mencantumkan hyperlink ke hak jawab yang diberikan pengadu di setiap kata yang menyebut nama pengadu di dalam berita yang diadukan.
Sesuai dengan pedoman pemberitaan media siber (peraturan dewan pers nomor 1/2012) pemuatan hak jawab dari pengadu di media siber harus ditautkan dengan berita yang diadukan.
Pengadu mengirimkan hak jawab kepada teradu paling lambat lima belas hari kerja sejak ditandatanganinya risalah penyelesaian ini.
Teradu wajib memuat isi risalah penyelesaian ini bersamaan dengan pemuatan hak jawab dari pengadu.
Teradu berkomitmen untuk terus melanjutkan fungsi control social dengan tetap mengedepankan profesionalisme dan ketaatan terhadap kode etik jurnalistik.
Kedua pihak sepakat mengakhiri kasus ini dan tidak membawa ke jalur hokum, kecuali kesepakatan diatas tidak dilaksanakan. Sesuai pasal 18 ayat 2 undang-undang no. 40 tahun 1999 tentang pers, perusahaan pers wajib melayani hak jawab agar tidak terkena pidana denda paling banyaj Rp 500.000.000.
Demikian risalah penyelesaian pengaduan untuk dilaksanakan sebaik-baiknya.
Jakarta, 24 Mei 2017