tirto.id - Hak angket yang diajukan oleh DPR terkait pelaksanaan tugas dan kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendapat kecaman dari Indonesia Corruption Watch (ICW). ICW menilai, pengajuan hak angket tersebut tidak mempunyai dasar hukum yang jelas.
Peneliti ICW, Donald Fariz, mengatakan, selain proses pelaksanaan pengambilan keputusan dalam persidangan paripurna DPR, Jumat (28/4/2017), yang dinilai cacat, dasar hukum untuk mengajukan hak angket terhadap KPK juga tidak kuat. Ia menilai, DPR telah salah langkah lantaran hak angket hanya berguna untuk proses kebijakan pemerintah.
"Tidak memenuhi karena angket itu menuju kepada kebijakan pemerintah, bukan proses yudisial," tukas Donald Fariz di Menteng, Jakarta, Jumat (28/4/2017).
Donald menambahkan, pengajuan hak angket mengacu pada UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MD3. Dalam UU MD3, hak angket mengatur bahwa pengajuan hak angket merupakan hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu undang-undang dan/atau kebijakan Pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Pengajuan hak angket baru bisa terkait kebijakan pemerintah, bukan kepada proses hukum.
ICW, lanjut Donald, telah memperoleh salinan dokumen tentang rancangan pengajuan hak angket. Dalam pandangan ICW, alasan pengajuan hak angket dinilai tidak masuk akal. Donald mencontohkan tentang ketidakharmonisan di lingkungan internal KPK. Menurut peneliti senior di bidang korupsi politik ini, alasan tersebut tidak masuk akal karena ketidakharmonisan tidak melanggar ketentuan dan aturan yang berlaku.
"Pasal mana yang dilanggar? Kan angket itu mensyaratkan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Tidak bisa mengangket saja kalau Anda punya argumentasi aturan mana yang dilanggar," beber Donald.
Berkaca dari tidak adanya landasan hukum, Donald menegaskan, KPK tidak perlu hadir atau memenuhi undangan tentang proses hak angket. Apalagi, pengajuan hak angket sudah dinyatakan tidak memenuhi secara unsur materil dan formil.
Hal serupa juga dikatakan oleh peneliti dari Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus. Menurutnya, hak angket tidak bisa diajukan jika DPR lemah dari sisi proses. Ia melihat justru ada faktor kepentingan dalam proses kemunculan hak angket tersebut.
"Masalahnya kan ini dilakukan secara begitu cepat dari wacana yang dimunculkan, belum matang dari sisi wacana kemudian tiba2 diproses begitu cepat dalam paripurna," ujar Lucius Karus pada kesempatan yang sama.
Berdasarkan substansi tersebut, Lucius melihat ada kepentingan lain di balik munculnya hak angket dari DPR. Hal itu sudah terlihat dari alasan yang dijabarkan secara tuntas dalam usulan dari kelompok pengusul hak angket ini.
Lucius melihat kepentingan itu yang sebenarnya lebih kuat dibaca oleh publik ketimbang kemudian alasan-alasan yang disampaikan dalam naskah atau nota pengajuan hak angket yang disampaikan oleh pengusung hak angket. Dengan demikian, secara substansi, pengajuan hak angket digolongkan lemah.
"Substansi hak angket lemah, dari proses juga bermasalah. Jadi lengkap saya kira alasan-alasan kuat posisi tidak sahnya hak angket yang diputuskan dpr kemarin," tutup Lucius.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Iswara N Raditya