tirto.id - Generasi Z atau singkatnya Gen Z, dan Milenial kerap dicap boros. Keberadaan internet yang mempermudah akses melihat dunia luas dan keberadaan e-commerce yang menjembatani jual-beli barang jarak jauh diklaim menjadi pemicunya.
Mengacu klasifikasi pembagian kelompok generasi yang digunakan Badan Pusat Statistik (BPS), digunakan siklus 15 tahun, Gen Z adalah mereka yang lahir antara tahun 1997-2012, Milenial kelompok untuk mereka yang lahir antara 1981-1996, Gen X kelompok yang lahir antara 1997-2012, dan seterusnya untuk Baby Boomer dan Pre Boomer.
Berdasar klasifikasi tersebut, berarti saat ini, Gen Z berada di kisaran usia 10 - 25 tahun. Ini berarti kebanyakan masih pelajar dan belum punya penghasilan tetap. Hal ini bisa menjadi berbahaya kalau klaim bahwa Gen Z boros terbukti benar.
Seiring dengan perkembangan teknologi, muncul juga layanan pembayaran berbasis kredit di platform digital yakni paylater. Melihat karakteristiknya, paylater menjadi model cicilan atau menunda pembayaran yang ideal dimanfaatkan oleh generasi muda seperti Gen Z maupun Milenial. Namun, di sisi lain hal ini bisa mendorong mereka semakin konsumtif.
Riset perilaku keuangan Milenial dan Gen Z yang dilakukan oleh Katadata Insight Center (KIC) menemukan kalau di dua generasi ini metode paylater memang lebih populer dibanding kartu kredit. Pengguna paylater hampir dua kali lipat jika dibandingkan pengguna kartu kredit di kelompok usia Gen Z dan Milenial.
Berbagai hipotesis ini mendorong Tim Riset Tirto untuk menelusuri bagaimana interaksi Gen Z dengan teknologi pembayaran digital, paylater. Apakah memang penggunaannya membuat generasi muda jadi lebih konsumtif?
Lewat kolaborasi dengan Jakpat, dirancang sebuah survei untuk mengetahui presepsi mayarakat terhadap layanan paylater, secara khusus Gen Z yang kemudian dibandingkan dengan generasi lainnya.
Jakpat sendiri adalah penyedia layanan survei daring yang memiliki lebih dari 1,1 juta responden. Survei ini dilangsungkan pada 18 Oktober 2022 dan melibatkan 1.506 orang responden. Rentang usia responden antara 15 tahun - 71 tahun.
Metodologi
Wilayah riset: Indonesia (tersebar di 33 provinsi)
Instrumen penelitian: Kuesioner online dengan Jakpat sebagai penyedia platform
Jenis sampel: Non-probability sampling
Margin of error: Di bawah 3 persen
Profil responden
Total 1.506 responden yang terlibat dalam survei sekitar 53 persen di antaranya datang dari generasi Milenial (806 responden), diikuti Gen Z sekitar 38 persen (582 responden), dan Gen X sekitar 7 persen (116 orang). Terdapat juga dua orang responden dari Generasi Baby Boomer. Namun, jumlahnya kelewat kecil untuk mewakili satu generasi. Oleh sebab itu dalam riset ini hanya digunakan data dan jawaban dari 1.504 responden.
Sebaran respondennya masih dominan di Pulau Jawa yang mencapai 77 persen. Sementara untuk jenis kelamin jumlahnya masih cukup berimbang antara laki-laki dan perempuan.
Untuk tiap kelompok umur juga terdapat kecenderungan tersendiri terkait pekerjaan utama. Gen Z kebanyakan adalah pelajar/mahasiswa. Sementara Milenial dan Gen X kebanyakan respondennya adalah pegawai swasta.
Terkait pemasukan dan status pernikahan pun mengikuti. Gen Z yang masih dominan pelajar/mahasiswa kebanyakan belum berkeluarga dan pemasukannya mayoritas antara Rp 100 ribu - Rp 2 juta. Sementara responden Milenial dan Gen X kebanyakan telah berkeluarga dengan 1-2 anak.
Untuk pemasukan bulanan, Milenial dominan dengan mereka yang berpenghasilan Rp 2 juta - Rp 5 juta. Sementara Gen X juga serupa tetapi jumlahnya tidak terlalu jauh berbeda dengan mereka yang pemasukan bulanannya Rp 5 juta - Rp 10 juta.
Dari keseluruhan responden, mayoritas sudah memanfaatkan layanan perbankan, hanya sekitar 10 persen yang tidak punya akun bank. Namun, kebanyakan responden pun tidak menggunakan layanan kartu kredit. Pemilik kartu kredit juga lebih besar proporsinya di generasi yang lebih tua.
Pengguna layanan paylater juga cukup besar. hampir 2/3 responden setidaknya pernah memakai layanan ini. Jumlahnya pun cukup seimbang antargenerasi di kisaran 60 persen.
Perilaku Gen Z dalam Menggunakan Paylater
Melihat alasan penggunaan layanan paylater, dua jawaban yang paling populer bagi Gen Z adalah untuk memenuhi kebutuhan ketika tidak memiliki cukup uang dan banyaknya promo. Survei menunjukkan bahwa Milenial dan Gen X juga kebanyakan beralasan serupa untuk menggunakan paylater.
Namun, Gen X juga tertarik menggunakan paylater lantaran proses aktivasi yang mudah.
Terkait platform penggunaan, lebih dari 90 persen responden dari tiap generasi memanfaatkan paylater untuk transaksi di e-commerce.
Menariknya, justru Gen X yang proporsinya lebih besar dalam pemanfaatan paylater untuk kepentingan lain. Baik untuk transaksi di toko offline maupun di aplikasi pemesanan tiket perjalanan/wisata.
Salah satu simpulan umum yang didapat dari survei ini adalah layanan paylater membuat makin impulsif saat berbelanja. Kebanyakan responden mengaku adanya layanan paylater mendorong mereka membeli barang yang diprespsikan mahal.
Saat dibedah ke tiap generasi, proporsinya cenderung serupa, lebih dari 75 persen responden mengaku terdorong membeli barang mahal karena adanya layanan paylater. Namun, Gen Z proporsinya sedikit lebih kecil.
Sementara itu, sebesar sekitar 60 persen responden Gen X dan Milenial mengaku lebih tertarik untuk melakukan transaksi saat tersedia metode pembayaran paylater. Proporsinya sedikit lebih rendah pada Gen Z, yakni sekitar 57 persen.
Namun perlu digarisbawahi pula bahwa lebih dari setengah orang Gen X, Milenial, dan Gen Z mengaku melakukan 1-5 transaksi tambahan setiap bulannya akibat pemakaian paylater. Artinya, kenaikan jumlah transaksi paylater ini tak hanya murni terjadi pada Gen Z saja, tapi juga Gen X dan Milenial.
Lanjut terkait dengan kategori produk yang dibeli, tiga produk yang paling banyak dibeli Gen Z dengan menggunakan paylater adalah elektronik, gadget, dan aksesorinya; kecantikan dan perawatan; serta fesyen dan aksesorinya. Artinya hampir semua produk yang dibeli dengan paylater bisa dibilang masuk ke kategori kebutuhan tersier atau gaya hidup.
Karakteristik produk yang dibelanjakan sedikit berbeda dengan Gen X dan Milenial yang produk yang paling populer dibelinya adalah elektonik, gadget, dan aksesorinya; peralatan rumah tangga; serta pulsa dan/atau kuota internet. Meski Gen X dan Milenial juga kebanyakan menggunakan paylater untuk membeli gadget, peralatan rumah tangga dan pulsa mungkin bisa dibilang kebutuhan sehari-hari yang lebih mendesak dibanding produk kecantikan.
Kalau dibandingkan dengan hasil survei KIC soal perilaku Gen Z dan Milenial dalam menggunakan paylater, riset tersebut menemukan bahwa Gen Z menggunakan layanan paylater untuk membeli produk fesyen, sementara Milenial untuk membeli gadget.
Terakhir soal gagal bayar. Proporsi Gen Z yang menggunakan layanan paylater kemudian mengalami gagal bayar lebih besar ketimbang dua generasi lainnya. Namun, setidaknya mereka yang gagal bayar dari Gen Z proporsinya juga paling besar yang kemudian mengurangi penggunaan layanan paylater ini.
Dari temuan-temuan yang ada memang terlihat kalau adanya layanan paylater mengindikasikan adanya kecenderungan Gen Z untuk lebih aktif belanja dan bahkan melakukan pembelian impulsif. Namun, hal ini juga terjadi di generasi lainnya.
Pembeda lain, dapat ditemukan pada kategori barang yang dibeli dengan layanan paylater. Kategori barang populer dari Gen Z dengan memanfaatkan paylater berkisar di produk gadget, fesyen, dan alat kecantikan. Sementara dua generasi di atasnya, meski juga memakai paylater untuk membeli produk elektronik, tapi banyak juga yang untuk membeli peralatan rumah tangga dan pulsa/kuota internet.
Hal lain yang perlu ditekankan adalah sedikit lebih tingginya persentase gagal bayar paylater di tengah kelompok usia Gen Z dibanding kelompok usia lainnya.
Temuan ini mungkin mengindikasikan pentingnya untuk memperkuat literasi keuangan, terutama bagi Gen Z yang kebanyakan akan mulai masuk angkatan kerja dalam beberapa tahun ke depan, sehingga label generasi yang boros bisa dilepaskan dari mereka.
Editor: Farida Susanty