tirto.id -
Guru Besar Farmakologi dan Farmasi Klinis Fakultas Farmasi UGM Prof Zullies Ikawati menegaskan Remdesivir hanya dapat digunakan dalam situasi darurat.
"Izin penggunaan obat diberikan secara darurat karena belum ada obat COVID-19 yang definitif dan disetujui. Bukan keadaan darurat karena pasien dalam kondisi darurat," ujar Zullies dalam keterangan tertulis, Senin (5/10/2020).
Menurut Zullies, Remdesivir dapat menghambat pertumbuhan virus dalam tubuh manusia dan mempersingkat masa penyembuhan COVID-19, dengan berubah menjadi zat aktif.
"Pada akhirnya ini menghentikan produksi untai RNA dan menyabotase replikasi virus," ujarnya.
Remdesivir hanya boleh diberikan untuk pasien positif Coronavirus berusia di atas 12 tahun dan berat badan minimal 40 kg dengan cara diinjeksikan ke dalam infus dengan takaran berkala. Pada hari pertama 200 miligram, hari kedua dan berikutnya 100 miligram per hari diberikan selama 5 sampai 10 hari.
Meski memiliki manfaat, Remdesivir memiliki efek samping mual dan muntah. Obat tersebut berpotensi merusak liver karena meningkatnya enzim transaminase pada pasien dengan gangguan fungsi hati mesti berhati-hati dalam mengkonsumsinya.
Zullies menambahkan, ada kemungkinan pengurangan kadar remdesivir dalam darah yang disebabkan oleh penggunaan obat lain. Sejauh ini, menurutnya, "Beberapa antibiotik seperti rifampin dan clarithromycin dilaporkan mempengaruhi ketersediaan remdesivir dalam darah."
Dampak keamanan penggunaan remdesivir pada wanita hamil dan menyusui juga belum diketahui. Namun, menurut Zullies, pada uji pre klinis pada tikus dan kera diketahui penggunaan remdesivir bisa mempengaruhi ginjal pada janin.
Oleh sebab itu, remdesivir tidak bisa diperoleh secara bebas. Menurut Zullies, obat ini hanya bisa diperoleh di rumah sakit.
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Zakki Amali