tirto.id - Terhitung hingga Selasa (19/1/2021) Merapi telah mengeluarkan 10 kali awan panas. Akibat awan panas tersebut, Kabupaten Klaten dan Boyolali juga mengalami hujan abu.
Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) menyebut bahwa Gunung Merapi telah mengalami erupsi sejak 4 Januari 2021.
"Aktivitas erupsi tersebut berupa guguran lava pijar dan awan panas sejauh maksimal 1.800 meter yang disebut dengan erupsi efusif," kata Hanik Humaida Kepala BPPTKG seperti yang dilansir dari Anatara.
Lebih lanjut, Hanik menyebukan karena erupsi Merapi yang cenderung efusif dan arah erupsi ke Barat, potensi bahaya akan segera berubah.
"Per 15 Januari 2020, distribusi probabilitas erupsi dominan ke arah erupsi efusif 40 persen dan eksplosif 21 persen, sehingga potensi erupsi eksplosif dan kubah dalam menurun signifikan," kata Hanik.
Apa bedanya erupsi dengan gunung meletus?
Menurut BPPTKG erupsi merupakan peristiwa keluarnya magma di permukaan bumi. Bentuk erupsi bisa berbeda-beda untuk setiap gunung berapi.
Namun, secara umum erupsi dibagi menjadi dua jenis, yakni erupsi efusif dan erupsi eksplosif. Erupsi sendiri sering disebut sebagai dengan letusan, dan memiliki makna yang sama.
Namun, istilah "gunung meletus" lebih sering dikaitkan dengan fenomena erupsi eksplosif dibanding erupsi efusif.
Lalu, apa bedanya erupsi efusif dengan erupsi eksplosif?
Erupsi efusif terjadi ketika magma basal cair mencapai permukaan. Pada erupsi jenis ini, lava, gas, dan material vulkanik lainnya keluar secara perlahan tanpa diiringi ledakan yang merusak.
Lontaran material vulkanik dari erupsi efusif kurang dari 100 meter kubik dan umumnya bersifat lelehan. Erupsi efusif sering terjadi pada jenis Gunung Berapi Perisai landai seperti yang ada di Hawaii.
Sementara erupsi eksplosif terjadi ketika gunung mengalami erupsi yang diiringi oleh ledakan. Umumnya, erupsi eksplosif diakibatkan oleh suhu magma yang lebih dingin dan lebih kental (seperti andesit) mencapai permukaan.
Selain itu gas larut tidak dapat keluar dengan mudah, sehingga menumpuk tekanan yang mengakibatkan ledakan gas dan pecahan lava ke udara. Salah satu kasus ledakan eksplosif pernah terjadi pada Gunung Anak Krakatau dan Gunung Tambora, yang dampaknya dapat dirasakan dalam radius ratusan kilometer dan mengakibatkan aktivitas seismik yang signifikan.
Kekuatan erupsi gunung berapi diukur menggunakan Volcanic Explosivity Index (VEI). Metode pengukuran ini dirumuskan oleh Chris Newhall dari States Geological Survey dan Stephen Self dari University of Hawaii pada 1982. Indeks pengukuran ini berguna untuk membandingkan kekuatan letusan suatu gunung berapi dengan letusan gunung berapi lainnya.
Penulis: Yonada Nancy
Editor: Nur Hidayah Perwitasari