tirto.id - Baru sehari dijalankan, pemberlakuan tilang uji emisi kendaraan di DKI Jakarta kembali dihentikan. Tilang ini rencananya dilakukan mulai Rabu (1/11/2023) hingga akhir tahun. Namun pada Kamis (2/11/2023), Polda Metro Jaya menyatakan tidak lagi melakukan tilang uji emisi kendaraan.
Tidak hanya itu, Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Latif Usman menegaskan, agar warga melaporkan polisi yang bersikukuh melakukan penilangan. Dari hasil evaluasi pihak kepolisian, masih banyak masyarakat yang belum tersosialisasi terkait tilang uji emisi kendaraan. Alhasil, banyak terjadi protes dari masyarakat di lapangan.
“Kami dari kepolisian setelah evaluasi hari pertama, masyarakat mungkin banyak yang belum memahami tentang pentingnya uji emisi dan apabila dilakukan penilangan, mungkin masyarakat akan resistensi,” tutur Latif di Jakarta, Kamis (2/11/2023).
Selanjutnya, kata Latif, imbauan akan diubah polanya agar lebih masif lagi. Titik pemantauan tidak ada perubahan, namun ia memastikan tidak lagi ada anggota yang melakukan penilangan dengan melakukan denda dengan nominal uang.
Tilang uji emisi ini sejatinya bukan baru pertama kali dilakukan. Pemeriksaan emisi dan razia emisi kendaraan sudah sempat dijalankan pada September lalu. Namun jalan sepakan, kegiatan ini pun diberhentikan karena dinilai memberatkan masyarakat.
Gonta-ganti kebijakan tilang uji emisi dan pelaksanaannya yang kurang siap, menjadi sinyal kegagapan Pemprov DKI Jakarta dalam menangani permasalahan polusi udara. Padahal, jika ditilik lebih jauh, aturan uji emisi kendaraan sudah ada pada Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Denda tilang kendaraan tidak lulus uji emisi dalam UU tersebut dinyatakan, Rp250.000 untuk sepeda motor, sedangkan mobil didenda Rp500.000. Namun hingga saat ini, baik tilang uji emisi kendaraan hingga penanganan polusi udara terasa masih meraba-raba.
Juru kampanye WALHI Jakarta, Muhammad Aminullah menyatakan, tilang uji emisi bukan cara yang efektif dalam membenahi polusi udara ibu kota. Jika kendaraan ditilang atau tidak layak pakai, masyarakat bisa membeli kendaraan pribadi baru.
“Artinya sumber polusi di jakarta tetap ada. Sudah begitu yang diuntungkan ya industri otomotif alih-alih industri ini yang dimintai pertanggung jawaban atas penjualan kendaraan pribadi,” kata Aminullah dihubungi reporter Tirto, Jumat (3/11/2023).
Selain itu, Aminullah menilai, belum saatnya konsep tilang dengan denda diberlakukan untuk uji emisi kendaraan. Pemprov DKI harusnya membenahi angkutan umum dan fasilitas non-motor, sebagai alternatif kendaraan pribadi bagi warga yang kendaraan pribadinya belum sesuai standar lingkungan.
“Karena masyarakat tidak punya pilihan, mau naik angkutan umum belum memadai, belum aksesibel, beberapa kasus harganya (angkutan umum) lebih mahal,” terang Aminullah.
Pembenahan kendaraan umum, kata Aminullah, bisa jadi alternatif jika ingin membatasi kendaraan pribadi yang tidak ramah lingkungan. Ia menilai, warga Jakarta sudah sangat ketergantungan kendaraan pribadi, karena kota ini memang didesain nyaman untuk kepemilikan kendaraan pribadi.
“Melalui skema kepemilikan kendaraan yang dipermudah, pajak-pajak murah, fasilitas jalan yang terus ditambah, dan angkutan umum yang tidak memadai,” jelas Aminullah.
Ia menambahkan, untuk mengendalikan polusi sektor transportasi, Pemprov DKI harus bisa melepas ketergantungan masyarakat dari kendaraan pribadi. Pembenahan dan keberpihakan pada penggunaan kendaraan umum menjadi urgensi untuk menstimulasi masyarakat mau beralih.
Denda Tilang Dinilai Percuma
Pengamat perkotaan Nirwono Joga menilai, tilang uji emisi di tempat tidak akan berhasil atau percuma dilakukan, jika Pemda DKI tidak melakukan dukungan bagi warga untuk melakukan perbaikan kendaraan agar sesuai dengan standar lingkungan.
“Memberikan kesempatan dan menggratiskan seluruh kendaraan pribadi untuk segera melakukan perbaikan atau servis kendaraannya agar pembakarannya tidak mengeluarkan gas emisi,” kata Nirwono dihubungi reporter Tirto, Jumat (3/11/2023).
Nirwono menambahkan, pemerintah juga perlu menyediakan atau hanya menjual BBM dengan kualitas terbaik dan ramah lingkungan. Selain itu, harganya harus terjangkau dan dapat dibeli oleh masyarakat umum secara luas.
“Rencana kebijakan ini juga harusnya berlaku se-Jabodetabek. (Karena) tidak hanya di wilayah DKI Jakarta saja, karena banyak juga kendaraan sekitar Bodetabek yang setiap hari keluar-masuk Jakarta,” ujar Nirwono.
Sementara itu, Juru Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Indonesia Bondan Andriyanu menyoroti pelaksanaan tilang uji emisi kendaraan yang sejatinya sudah diatur lama dalam UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Menurut dia, jika ini sudah dilakukan sejak dulu secara baik, mestinya tidak lagi banyak pelanggaran dari kendaraan yang tidak sesuai standar lingkungan.
“Kenapa ini seolah tidak patuh (hingga saat ini), karena pengambil kebijakannya juga kan dari dulu selalu setengah-setengah melakukannya,” terang Bondan dihubungi reporter Tirto, Jumat (3/11/2023).
Ia berpendapat, kebijakan yang sudah diambil seharusnya konsisten dilakukan dan tidak tebang pilih dalam implementasinya. Harusnya sejak lama aturan ini diterapkan secara konsisten agar menimbulkan efek jera pada pelanggar.
Selain itu, Bondan menyatakan bahwa perlu juga dilakukan uji emisi lebih luas yang konsisten pada pelaku industri. Ini dilakukan agar masyarakat mengetahui industri mana saja yang menyumbang polutan bagi warga DKI Jakarta.
“Sejatinya juga harus diberlakukan untuk cerobong industri dan PLTU sehingga publik tau emisi industri dan PLTU batubara seperti apa dan di mana saja sih yang melanggar,” kata Bondan.
Sementara itu, Aminullah menyampaikan, 70 persen listrik di Jakarta masih memakai PLTU batu bara. Inilah mengapa, kata dia, wacana perluasan kendaraan listrik sama sekali salah dan tidak tepat untuk menangani polusi udara.
“Artinya sumber energi kendaraan listrik masih sangat berpolusi. Selain itu pemulihan lingkungan harus dilakukan dengan adil,” ujar Aminullah.
Menurut Aminullah, pengadaan kendaraan listrik sudah banyak melahirkan kerusakan lingkungan dan merampas hak-hak masyarakat melalui maraknya tambang nikel sebagai bahan bakunya. “Di situ sesatnya, mau memulihkan lingkungan tapi dengan cara merusak lingkungan di wilayah lain,” kata dia.
Tilang Terus Tanpa Denda
Wakil Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, Sarjoko menyatakan, Polda Metro Jaya dan Pemprov DKI akan tetap melanjutkan razia uji emisi kendaraan hingga akhir 2023. Namun, kata dia, ada beberapa penyesuaian atas masukan dari berbagai pihak.
“Terhadap pengguna kendaraan yang tidak lulus uji emisi tidak langsung diberikan tilang, namun diberikan surat wajib servis sebagai peringatan,” ujar Sarjoko dihubungi reporter Tirto, Jumat (3/11/2023).
Melalui keterangan resmi, Kepala Dinas Lingkungan Hidup, Asep Kuswanto, menebalkan pernyataan tersebut. Ia menyatakan tilang akan tetap dilakukan namun tanpa denda uang kepada pelanggar.
Asep menjelaskan, pelaksanaan Sistem Uji Emisi Langit Biru Jakarta Raya yang dirancang oleh DLH DKI Jakarta akan mencatat kendaraan yang terjaring razia, baik yang lulus ataupun yang tak lulus uji emisi. Kendaraan yang tak lulus ditandai dengan status “Tidak Lulus Uji Emisi dan Wajib Service.”
“Jika sudah diberikan surat wajib servis, tapi belum melaksanakan servis sebagaimana rekomendasi akan tetap tercatat dalam sistem,” ungkap Asep di Jakarta, Jumat (3/11/2023).
Asep menegaskan, semua regulasi mengenai uji emisi sudah tertuang dalam Peraturan Gubernur Nomor 66 Tahun 2020 tentang Uji Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor, dan penyusunannya berdasarkan kajian yang sudah matang. Ia berpesan agar kendaraan berusia di atas tiga tahun harus mulai melakukan perawatan rutin dan diwajibkan uji emisi satu tahun sekali.
“Implementasi Pergub 66/2020 harus terus dilaksanakan untuk perbaikan kualitas udara Jakarta,” tutur Asep.
Penulis: Mochammad Fajar Nur
Editor: Abdul Aziz