tirto.id - Gubernur Jawa Tengah (Jateng) Ganjar Pranowo diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Rabu (7/12/2016) sebagai saksi dalam penyidikan kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam pengadaan paket penerapan KTP berbasis nomor induk kependudukan secara nasional (E-KTP) 2011-2012 di Kementerian Dalam Negeri.
Terkait dengan itu, Ganjar mengaku ditanya soal pembagian uang kepada anggota Komisi II DPR yang diduga diterima terkait pengadaan paket penerapan E-KTP 2011-2012.
"Ada pertanyaan apakah di Komisi II ada pembagian uang, apakah Pak Ganjar menerima atau tidak, saya jawab tidak, kebetulan tadi ada salah satu yang langsung dikonfrontasi ke saya, ya saya jawab apa adanya," kata Ganjar seusai diperiksa di gedung KPK Jakarta, Rabu.
Ganjar diperiksa selama tujuh jam oleh penyidik terkait sejumlah rapat yang dilakukan oleh Komisi II saat menganggarkan E-KTP.
"Semua dokumen berkaitan dengan rapat-rapat kita terkait seluruh yang ada dan mengerucut pada proses anggaran. Saya agak kecapaian menyebutkan nama-nama siapa anggota fraksi PDIP, Golkar dan semua fraksi. Jadi saya tidak hapal, maka saya ambilkan dokumen saya baru dikonfirmasi satu per satu, sehingga agak lama lalu juga dikonfirmasi soal proses pembahasan satu per satu," tambah Ganjar.
Menurut Ganjar anggaran E-KTP adalah anggaran tahun jamak dengan nilai total sekitar Rp. 6 triliun sejak 2009.
"Selama proses penganggaran berjalan, biasa saja. Memang (prosesnya) bertahap, mau membeli chip, mau membeli kartu, chip-nya seperti apa, alatnya seperti apa. Selama kita prosesnya biasa saja," ungkap Ganjar.
Namun Ganjar mengaku ia tidak terlalu mencermati secara detail mengenai pengadaan tersebut.
"Saya sih tidak ikuti soalnya dengan detail, kita ikuti yang soal manfaat, persiapan pelaksanaan untuk 'single identity number', lalu persiapan pemilu pilkada, tapi memang ada (anggota komisi) yang tidak setuju, terus ada juga yang menyampaikan laporan, biasa kan kalau menang-kalah itu," tambah Ganjar.
Sedangkan anggota Komisi II DPR dari fraksi Partai Golkar, Markus Nari usai diperiksa juga mengaku ditanya mengenai mekanisme rapat di Komisi II.
"Saya kan tidak rapat lagi, saya cuma belakangan saja. Saya baru datang 2012, cuma karena banggar [Badan Anggaran] itu jadi dipanggil semua," ungkap Ganjar.
Meski demikian, Ganjar mengaku tidak ditanya soal aliran dana.
"Tidak, karena cuma (ditanya) pembahasan itu saja, saya tidak tahu aliran dana karena saya tidak ikut," tambah Ganjar.
KPK sudah menetapkan dua tersangka dalam kasus ini yaitu mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kemendagri, Irman dan mantan Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Ditjen Dukcapil Kemendagri sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen, Sugiharto.
Irman dan Sugiharto disangkakan pasal ayat 1 atau pasal 3 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 jo pasal 64 ayat 1 KUHP.
Irman diduga melakukan penggelembungan harga dalam perkara ini dengan kewenangan yang ia miliki sebagai Kuasa Pembuat Anggaran (KPA).
Mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Nazaruddin, melalui pengacaranya Elza Syarif pernah mengatakan bahwa proyek E-KTP, dikendalikan ketua fraksi Partai Golkar di DPR yaitu Setya Novanto, mantan ketua umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum yang dilaksanakan oleh Nazaruddin, staf dari PT Adhi Karya Adi Saptinus, Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi, sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri dan Pejabat Pembuat Komitmen.
Berdasarkan perhitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), kerugian negara akibat kasus korupsi e-KTP itu adalah Rp2,3 triliun karena penggelembungan harga dari total nilai anggaran sebesar Rp6 triliun.
Penulis: Alexander Haryanto
Editor: Alexander Haryanto