Menuju konten utama
Byte

Gairah Industri Teknologi Menyambut Era Kedua Donald Trump

Secara umum, respons industri teknologi terhadap terpilihnya Trump cukup bagus dan keberadaan Musk sebagai pembisik presiden dilihat sebagai kemenangan.

Gairah Industri Teknologi Menyambut Era Kedua Donald Trump
Kandidat presiden dari Partai Republik dan mantan Presiden AS Donald Trump memberi isyarat saat ia masuk ke dalam kendaraan dengan bantuan personel Dinas Rahasia AS setelah ia tertembak di telinga kanannya saat kampanye di Butler Farm Show di Butler, Pennsylvania, AS, 13 Juli , 2024. REUTERS/Brendan McDermid

tirto.id - Kedekatan Donald Trump dengan Elon Musk selama masa kampanye jelang Pemilihan Presiden Amerika Serikat (AS) memantik sebuah pertanyaan besar: Akankah pendekatan Trump selaku presiden terpilih kepada industri teknologi berbeda dengan yang sebelumnya dilakukan pemerintahan Joe Biden?

Pemerintahan Biden cukup galak terhadap perusahaan-perusahaan teknologi seperti Google, Amazon, dan Apple. Mereka menganggap perusahaan-perusahaan ini telah melakukan praktik monopoli yang merugikan konsumen. Selain itu, perusahaan pembuat mikrocip, Nvidia, juga sempat berurusan dengan rezim Biden dengan alasan yang sama.

Kondisi tersebut sempat membuat perusahaan-perusahaan teknologi raksasa berbondong-bondong mengalihkan dukungan kepada Trump kendati para pekerjanya justru memilih untuk mendukung Kamala Harris.

Trump sebelumnya tidak dikenal sebagai sosok yang ramah terhadap perusahaan tekonologi. Dia pernah mengancam akan memenjarakan bos Meta, Mark Zuckerberg, dan berkata: "Aku tidak ingin menyakiti perusahaan-perusahaan itu, tapi aku juga tak ingin mereka menghancurkan generasi muda kita."

Namun, kedekatan Trump dengan Musk yang, suka tidak suka, merupakan wajah dari industri teknologi AS, seperti mengindikasikan hal berbeda. Musk disebut-sebut telah dijanjikan satu pos penting dalam pemerintahan Trump, meskipun tampaknya tidak akan masuk kabinet secara resmi. Yang jelas, dengan donasi untuk kampanye Trump sebesar USD130 juta, Musk telah mengamankan satu posisi untuk memengaruhi cara sang presiden mengelola negara.

Berdasarkan "bocoran-bocoran" dari Musk, peran sosok kelahiran Afrika Selatan itu sepertinya tidak akan terbatas pada bidang teknologi. Lebih jauh, Musk akan berperan dalam memangkas wewenang berbagai agensi pemerintahan supaya tidak terlalu cawe-cawe dalam kepentingan bisnis para "taipan".

Musk sebelumnya pernah berurusan dengan Komisi Perdangangan Federal (FTC), dia dikenai denda USD150 juta sekaligus diperintahkan untuk merestriksi metode pengumpulan data pengguna untuk kepentingan iklan.

Musk juga diperkirakan bakal mendapat sejumlah keuntungan lain dari pemerintahan Trump, terutama dalam kaitan dengan Tesla. Trump disebut bakal memangkas insentif untuk pengembangan kendaraan listrik yang akan membuat Tesla praktis tak terkejar dalam industri tersebut. Ini belum termasuk dana federal senilai USD50 miliar untuk Tesla yang sebelumnya digagalkan pencairannya oleh seorang hakim negara bagian Delaware. Tak heran jika berita kemenangan Trump membuat nilai saham Tesla naik sampai 15 persen.

X, tak ketinggalan, juga akan mendapat keuntungan tersendiri meski tidak dari segi finansial. X adalah platform yang selama ini dianggap sebagai sumber misinformasi dan disinformasi terbesar di AS. Di bawah pemerintahan Trump, X diperkirakan bakal terus menjadi tempat pertarungan retorika yang didominasi pandangan-pandangan sayap kanan dan pro-Trump. Dengan kata lain, X bakal jadi corong efektif bagi propaganda-propaganda Trump.

Elon Musk

Pendiri Elon Musk, CEO, dan chief engineer / desainer SpaceX berbicara selama konferensi pers setelah penerbangan roket Falcon 9 SpaceX untuk menunjukkan sistem pelarian darurat kapsul di Kennedy Space Center di Cape Canaveral, Fla. AP / John Raoux

Lantas, bagaimana dengan perusahaan teknologi lain dan industri teknologi secara umum?

Max von Thun, seorang pengamat teknologi dari Open Markets Institute di Brussels, Belgia, mengatakan bahwa ada kemungkinan Trump bakal melakukan tebang pilih.

"Perusahaan-perusahaan teknologi raksasa yang dicap 'woke' atau 'liberal' seperti Google atau Meta akan terus menghadapi tekanan dalam hal regulasi. Sementara perusahaan yang berafiliasi atau diam-diam mendukung Trump, seperti X milik Musk atau Amazon milik [Jeff] Bezos, bakal lolos dari pengawasan," ujarnya, dikutip dari Euronews.

Perlu diketahui, pada masa pemerintahan Trump yang pertama, Google sudah pernah tersandung kasus anti-monopoli juga. Belum lama ini Trump bahkan menelepon CEO Google, Sundar Pichai, untuk menyampaikan sebuah komplain. Menurut Trump, laman penelusuran Google "tidak menampilkan cukup banyak berita bagus tentang dirinya."

Di sisi lain, Trump juga mengakui pentingnya keberadaan tech giants untuk citra Amerika di dunia internasional. Menurut Trump, Google adalah salah satu keunggulan terbesar Amerika atas Tiongkok.

"Tiongkok takut dengan Google. Kami ingin tetap memiliki perusahaan-perusahaan hebat ini. Kami tidak mau mereka jatuh ke tangan Tiongkok," ujar Trump, dikutip dari The Guardian.

Bagaimana pun, Trump membutuhkan Google, terutama dalam urusan memenangi perlombaan kecerdasan buatan (AI) dengan Tiongkok. Dengan Gemini-nya, Google saat ini merupakan salah satu pengembang AI paling terkemuka di dunia. Maka, kemungkinan besar, yang dilakukan rezim Trump adalah menjadikan hukum sebagai senjata untuk memaksa perusahaan-perusahaan teknologi ini untuk berubah sesuai keinginan mereka.

Ketua FTC, Lina Khan, kemungkinan besar akan dicopot sesuai keinginan Musk dan penggantinya nanti adalah orang yang bisa disetir Trump untuk menjadikan undang-undang anti-monopoli sebagai "tuas" untuk memaksakan perubahan di dunia big tech. Prediksi ini diungkapkan Adam Kovacevich, CEO dari Chamber of Progress, seperti diberitakan oleh Wired.

Selain big tech, sektor yang kemungkinan bakal terkena pengaruh besar lainnya adalah kripto. Pada 2016, Trump sempat menyebut kripto sebagai "penipuan". Akan tetapi, belakangan pendiriannya berubah. Partai Republik bahkan sudah menyiapkan sebuah platform untuk mendukung inovasi kripto.

"Republikan bakal mengakhiri langkah-langkah Partai Demokrat dalam memberangus kripto yang tidak berdasar hukum dan anti-Amerika serta menentang pendirian Bank Sentral Mata Uang Digital. Kami akan mempertahankan hak untuk menambang Bitcoin dan memastikan seluruh rakyat Amerika memiliki hak penuh atas aset digital mereka, serta melakukan transaksi yang bebas dari pengawasan serta kontrol pemerintah," demikian isi dokumen Partai Republik itu, dikutip dari Euronews.

Setidaknya ada dua janji politik yang diungkapkan Trump pada masa kampanye. Pertama, memecat Ketua Komisi Sekuritas dan Bursa (SEC), Gary Gensler, yang sering kali melayangkan tuntutan hukum pada bisnis berbasis kripto selama rezim Biden. Kedua, Trump juga berjanji memotong masa hukuman Ross Ulbricht, pendiri lokapasar web gelap, Silk Road, yang merupakan salah satu pelantar daring pertama yang menerima pembayaran Bitcoin.

Seminar Google

CEO Google Sundar Pichai berbicara saat acara produk di San Francisco. Pichai telah menyatakan kecerdasan buatan lebih penting bagi umat manusia daripada api atau listrik. Namun raksasa mesin pencarian semakin harus berurusan dengan masalah orang berantakan: dari kebutuhan untuk 'checkers' manusia untuk menangkap poster nakal YouTube dan bot Rusia sebagai upaya untuk tenaga kerja rumahan di Silicon Valley, Selasa (4/10/16) . AP Photo / Eric Risberg

Selain soal kripto, pendirian Trump soal TikTok juga berubah. Tak seperti pada masa pemerintahan pertamanya dulu, Trump kini tidak ingin lagi TikTok dilarang beroperasi di AS. New York Times menyebut, salah satu alasannya adalah karena Trump sebelumnya sudah didekati salah satu investor terbesar ByteDance, perusahaan pemilik TikTok.

Saat ini AS memiliki sebuah rancangan undang-undang (RUU) yang pada dasarnya melarang TikTok beroperasi jika ByteDance tidak mau menjual pelantar tersebut ke salah satu perusahaan AS. RUU itu sudah disahkan, tetapi Trump masih bisa mengupayakan agar TikTok tidak dilarang beroperasi dengan meyakinkan seluruh anggota Kongres dari Partai Republik untuk membatalkan pengesahannya. Sulit memang, tetapi bukan hal mustahil.

Kalaupun Trump tidak bisa memenuhi hal itu, kesalahan tidak akan dibebankan pada Trump seorang karena pembuatan Undang-undang adalah urusan Kongres. Maka, situasi ini sebenarnya tidak terlalu merugikan bagi Trump secara politis. Hanya saja, ByteDance bakal cukup kelimpungan jika mereka mesti kehilangan pasar AS secara keseluruhan.

Bicara soal TikTok dan ByteDance, kita mesti bicara pula soal perang tarif antara AS dan Tiongkok. Di saat kebijakan-kebijakan Trump lainnya cenderung menguntungkan industri teknologi (kecuali Google), kebijakan tarif ini berpotensi mengganggu industri.

Memang, sampai saat ini belum ada omongan konkret dari Trump soal apa yang ingin dia lakukan. Akan tetapi, tahun lalu, dia sempat berujar akan menerapkan tarif universal 10 persen, tarif Tiongkok 60 persen, dan tarif Meksiko 100 persen. Dengan begini, biaya produksi Apple yang 95 persen piranti kerasnya diproduksi di Tiongkok, bakal meningkat sampai 60 persen.

Trump bukannya tidak menawarkan solusi karena dia sudah mengusulkan dana sebesar USD50 miliar untuk mendorong industri semikonduktor domestik. Meski demikian, memindahkan produksi ke dalam negeri jelas memiliki tantangan tersendiri bagi perusahaan-perusahaan seperti Apple, karena ongkos produksi mereka juga akan lebih tinggi lantaran biaya upah dipastikan bakal meningkat drastis. Ini belum termasuk pembangunan pabrik dan sebagainya.

Satu hal lain dari pemerintahan Trump yang dinilai "tidak pro industri" adalah rencana mencabut Pasal 230. Pasal ini menguntungkan tech giants karena konten-konten berbahaya, khususnya bagi anak-anak, tidak akan membuat perusahaan-perusahaan teknologi raksasa dikenai hukuman apa-apa.

Itu semua berkaitan dengan upaya perlindungan anak dari dampak negatif media sosial. Apple dan Google, terutama diminta untuk memperbaiki proses verifikasi usia bagi para pengakses App Store dan Play Store, supaya anak-anak di bawah umur tidak bisa mengakses aplikasi yang berbahaya bagi mereka. Trump bakal mengupayakan betul hal ini, khususnya karena kebijakan ini sejalan dengan kepentingan Partai Republik.

Dari situ semua, bisa disimpulkan bahwa akan ada plus dan minus bagi industri teknologi ketika Trump resmi jadi presiden. Industri teknologi akan mendapat lebih banyak kebebasan, terutama yang berkaitan dengan regulasi.

Di sisi lain, ada tantangan dalam bentuk kebijakan lain, khususnya mengenai tarif dan perlindungan anak. Namun, secara umum, respons industri teknologi terhadap terpilihnya Trump cukup bagus dan keberadaan Musk sebagai pembisik presiden dilihat sebagai sebuah kemenangan.

Baca juga artikel terkait DONALD TRUMP atau tulisan lainnya dari Yoga Cholandha

tirto.id - Mild report
Kontributor: Yoga Cholandha
Penulis: Yoga Cholandha
Editor: Irfan Teguh Pribadi