Menuju konten utama

Gairah Belanja Masyarakat di Tengah Ketidakpastian Ekonomi 2025

Meski belanja online masih bergairah, tapi ada kekhawatiran minat belanja masyarakat tahun depan akan berkurang. Mengapa?

Gairah Belanja Masyarakat di Tengah Ketidakpastian Ekonomi 2025
Header decode hobi belanja di tengah ketidakpastian ekonomi tahun depan. tirto.id/Fuad

tirto.id - Wawan Prasetya urung belanja di malam puncak perayaan Hari Belanja Online Nasional (Harbolnas) 2024 yang jatuh pada 12 Desember. Pasalnya, barang yang diidamkannya hanya memiliki diskon kecil atau bahkan tak ada potongan harga sama sekali.

Padahal, biasanya pria berusia 30 tahun itu selalu memanfaatkan momen Harbolnas atau yang lebih dikenali dengan 12.12 untuk membeli barang yang diinginkannya dengan harga miring.

“(Biasanya) CO (check out/beli) barang-barang elektronik seperti headset, TWS (True Wireless Stereo/teknologi audio nirkabel), charger HP, sama item fesyen. Lebih ke fesyen item kali ya, sama kebutuhan tersier macam pulsa sama paket data. Aksesori HP juga,” kata dia, kepada Tirto, Rabu (18/12/2024).

Selain karena tak ada diskon untuk barang yang ingin dibelinya, alasan tak memanfaatkan momen 12.12 kali ini juga dilakukannya untuk sedikit menghemat pengeluaran bulanan. Ini juga sebagai antisipasi atas kondisi ekonomi Indonesia yang akan semakin tidak pasti di tahun depan, imbas penerapan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen mulai 1 Januari 2025.

“Ekonomi Indonesia akan semakin berat di masa depan. Ditambah dengan kenaikan pajak, membuat konsumsi publik dirasa akan menurun,” ujar pengajar Bahasa Jepang di salah satu Lembaga Pendidikan Bahasa di Cilandak, Jakarta Selatan.

Kendati, tak dipungkiri dia masih akan tetap membeli barang-barang non-esensial atau bukan barang yang tergolong kebutuhan pokok seperti produk fesyen dan aksesoris gawai pintarnya. Namun, di saat yang sama ada pos-pos yang bakal dikuranginya, seperti produk perawatan wajah dan tubuh.

Hal ini dilakukan agar pengeluarannya tidak terlalu menekan kantongnya, yang meski Upah Minimum Provinsi (UMP) naik menjadi 6,5 persen pada 2025, namun upahnya sebagai pekerja dinilainya tak akan bertambah.

“Barang-barang perawatan wajah dan tubuh, atau dicari pengganti dengan fungsi yang sama, tapi harga lebih kompetitif. Sama mengurangi/membatasi barang yang berkaitan dengan hobi,” ucap pria yang menggemari budaya Korea Selatan tersebut.

Berbeda dengan Wawan, Lola Simanjuntak (28), masih memanfaatkan momen Harbolnas 2024. Meski ia baru membeli barang yang diinginkannya pada 13 Desember.

Tidak hanya itu, barang yang dibelinya di Harbolnas kali ini juga tak sebanyak Harbolnas 2023, baik secara nominal maupun jumlah barang. Sebagai perbandingan, pada Harbolnas kali ini, Lola membeli 4 jenis barang dengan total nilai mencapai Rp514 ribu. Turun tipis dibanding Harbolnas tahun lalu saat ia menghabiskan dana sebesar Rp522 ribu untuk membeli sekitar 10 barang.

“Kenapa saya bilang lebih turun dari segi nominal maupun jumlah barang yang dibeli pas Harbolnas? Karena ini baru versi satu ‘toko orange’. Tahun 2023 itu saya belanja di beberapa platform e-commerce lainnya. Sementara di tahun ini, tok baru di Shopee doang, di toko orange doang,” kata dia, saat berbincang dengan Tirto, Selasa (18/12/2024).

Menurut pekerja media tersebut, ia bisa lebih irit dalam berbelanja saat momen Harbolnas ini karena sebelumnya telah membuat daftar barang apa saja yang dibutuhkannya, alih-alih membeli barang hanya sesuai keinginan. Lola menilai, di tengah bayangan makin sulitnya ekonomi Indonesia di 2025 imbas banyaknya pungutan dan iuran yang bakal ditarik pemerintah, lebih selektif dalam berbelanja menjadi jalan yang tepat untuk berhemat.

“Saya pribadi melihat perekonomian Indonesia tahun depan memang belum pasti, ya. Terutama untuk penerapan PPN 12 persen. Ini si yang jadi concern saya sebagai konsumen, karena kalau PPN naik, takutnya harga-harga barang di toko maupun online shop itu akan naik juga. Jadi, otomatis kalau mau belanja tiu lebih pilih-pilih, mikir, entar deh atau bahkan menunda belanja,” imbuh Lola.

Karena itu, untuk menghadapi ketidakpastian di tahun depan, ia berencana untuk tidak jor-joran dalam membeli barang. Pun, dia juga bakal mengerem pengeluaran seperti untuk wisata, menonton konser dan bahkan berbelanja online.

“Tentu, saya ada rencana untuk membatasi pengeluaran di tahun depan. Alasannya, satu karena memang perekonomian kita. Kedua, karena tarif PPN naik, saya meyakini tarif barang dan jasa di luar sana yang dijual pasti naik. Jadi, ada baiknya menargetkan, buat segala sesuatu yang mau dibeli atau dibutuhin di tahun depan itu harus ada prioritasnya,” sambung Lola.

Wakil Ketua Asosiasi E-Commerce Indonesia (Indonesian E-Commerce Association/idEA), Budi Primawan, mengatakan, Harbolnas 2024 dinilai masih bisa menjaring cukup besar nilai transaksi. Meski belum mengetahui angka pastinya, namun nilai transaksi pekan belanja daring yang rutin diadakan tiap tahun itu akan melebihi target pemerintah, yakni mencapai Rp40 triliun.

Optimisme ini didasarkannya pada nilai transaksi yang terus tumbuh sejak pertama kali Harbolnas dihelat pada 12 Desember 2012, meski nilai transaksi secara rutin dicatat oleh Nielsen Consumer LCC dan idEA mulai Harbolnas 2013. Saat itu, nilai transaksi yang dicatatkan dari 3 hari momen belanja daring baru mencapai Rp740 miliar. Pertumbuhan pun terus terjadi pada tahun-tahun berikutnya, hingga pada 2023, Harbolnas mampu menarik nilai transaksi hingga Rp25,7 triliun, naik Rp2,9 triliun dari Harbolnas tahun sebelumnya.

“Jadi memang Harbolnas ini kita lihat sebagai potret dari kinerja atau trend belanja di e-commerce di Indonesia. Karena ini kan dalam waktu yang terbatas, semua marketplace melakukan kegiatan yang relatif sama, walaupun mungkin promonya beda-beda, masing-masing,” kata Budi, saat dihubungi Tirto, Selasa (17/12/2024).

Vice President Government Affair Lazada itu mengakui, saat ini ketidakpastian sedang menghinggapi ekonomi Indonesia, tak cuma luar negeri. Hal ini pun praktis membuat konsumsi domestik dalam beberapa waktu terakhir terus berada di level yang rendah.

Sebagai contoh, pada kuartal III 2024, ketika ekonomi Indonesia tumbuh di angka 4,95 persen secara tahunan (year on year/yoy), konsumsi rumah tangga yang menjadi salah satu kontributor pertumbuhan terbesar hanya tumbuh di level 4,91 persen. Ini jauh lebih rendah dari tingkat konsumsi di 2013 yang pada saat itu mencapai 5,48 persen (yoy), di saat ekonomi tumbuh 5,62 persen (yoy).

Namun, turunnya konsumsi rumah tangga tersebut membuat lebih banyak masyarakat memilih berbelanja daring. Sebab, selain kini akses internet menjadi lebih mudah, belanja di e-commerce menjadi pilihan karena kepraktisannya. Lebih penting, gebyar diskon utamanya di tanggal-tanggal kembar membuat harga barang menjadi lebih murah.

“Saat kita ngomong daya beli, kan, sebenarnya ada 2 hal ya, kemampuan dan kemauan gitu. Nah, mungkin ini kita melihatnya adalah pada saat ini orang kemampuannya tidak sebesar waktu yang normal misalnya, tapi kemauannya masih ada. Dan itu produk-produk yang dibeli itu memang produk yang satu mungkin secara harga tidak terlalu tebal (mahal) dan kedua yang dipakai sehari-hari,” jelas Budi.

Hal ini pun tercermin dari realisasi transaksi Harbolnas tahun lalu, di mana untuk produk perawatan tubuh (personal care) yang masuk dalam golongan fast moving consumer goods (FMCG) menjadi yang paling laris dan bahkan mencatatkan pertumbuhan hingga 20 persen. Sedangkan untuk produk fesyen dan pakaian olahraga dan produk kosmetik masing-masing turun 11 persen dan 8 persen.

Perlu diketahui, pada Harbolnas 2022, produk perawatan tubuh berkontribusi sebesar 40 persen dari total transaksi, kemudian tumbuh menjadi 60 persen terhadap total transaksi Harbolnas 2023. Sedangkan kontribusi produk fesyen dan pakaian olahraga, pada Harbolnas tahun lalu turun menjadi 70 persen dari yang sebelumnya dapat mencapai 81 persen. Pun dengan produk kosmetik yang kontribusinya juga mencatatkan penurunan pada pekan belanja online 2023 menjadi 50 persen dari yang di 2022 bisa mencapai 58 persen.

Selain produk perawatan tubuh, pembayaran tagihan/isi ulang pulsa maupun paket data juga mencatat pertumbuhan sebesar 16 persen pada Harbolnas 2023. Kemudian, ada juga produk makanan dan minuman tumbuh 4 persen, kebutuhan sehari-hari tumbuh 13 persen, produk teknologi dan gadget tumbuh 7 persen, produk elektronik tumbuh 2 persen dan produk hiburan tumbuh 9 persen.

Sebaliknya, produk yang mengalami pelambatan kontribusi adalah keperluan perjalanan (traveling) yang anjlok 19 persen dan buku serta alat tulis turun 4 persen.

“Jadi malah produk-produk yang cepat habisnya. Itu lumayan meningkat si kalau personal care itu dibandingkan 2022. Ini kalau kita lihat datanya naik sampai 20 persen,” sambung Budi.

Peningkatan tren belanja produk perawatan diri dan sehari-hari juga tercermin dari transaksi yang dicatatkan beberapa e-commerce pada gelaran 12.12 2023 lalu. Shopee misalnya, melalui kampanye 12.12 Birthday Sale, lokapasar yang kerap disebut toko orange itu mampu mencatatkan peningkatan penjualan produk kecantikan lokal hingga 8 kali, sedang fesyen lokal hanya 6 kali.

Pada 12.12 Birthday Sale 2024, untuk produk fesyen lokal seperti atasan dan tas wanita mencatatkan pertumbuhan hingga 7 kali lipat. Pertumbuhan ini lebih rendah dari penjualan produk produk kecantikan seperti kosmetik dan parfum yang mampu tumbuh hingga 11 kali lipat atau produk kebutuhan rumah seperti sabun piring, deterjen dan pewangi pakaian yang tumbuh mencapai 18 kali lipat.

Pada platform lokapasar lainnya seperti Tokopedia, melalui Kampanye Beli Lokal pada Harbolnas 2023, mencatatkan penjualan tertinggi pada produk kecantikan, perawatan tubuh, fesyen, makanan dan minuman, serta kebutuhan rumah tangga. Sedangkan di Tiktok, kategori produk paling laris antara lain, kecantikan dan perawatan diri, pakaian wanita, fesyen muslim, pakaian pria, serta makanan dan minuman.

“Kalau dari kategorisasi, yang disebut fashion dan sport good itu termasuk baju, sepatu, terus pakaian muslim, baju olahraga. Nah ini memang kalau ini tidak secepat yang lain. Karena kan tadi ini juga produk yang mungkin tidak orang beli setiap bulan gitu kan,” nilai Budi.

Sementara itu, meski Harbolnas diartikan sebagai hari belanja online, namun diskon tak hanya diumbar di toko-toko daring saja, melainkan juga di toko-toko ritel dan pusat-pusat perbelanjaan. Namun, sama halnya dengan toko daring, meski banyak potongan harga, saat ini masyarakat lebih memilih membelanjakan uangnya untuk kebutuhan pokok, termasuk makanan dan barang-barang yang cepat habis (consumer goods).

Karenanya, kendati ekonomi Indonesia tak pasti di tahun depan, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), Solihin, menilai, FMCG masih akan menjadi produk yang tumbuh tinggi. Ini seiring dengan masih terus bertambahnya populasi penduduk Indonesia, berikut perumahan atau rumah tangga. Sedangkan untuk produk fesyen, diakuinya tren belanja masyarakat telah bergeser ke digital.

“Pola belanja orang, (barang) konsumen ke fesyen kan tadi saya bilang sudah mulai berakhir, dengan online, elektronik dan (hal-hal) seperti itu. Kalau ditanya prospek 2025, kami optimis pasti jadi lebih baik,” kata dia, saat dihubungi Tirto, Senin (16/12/2024).

Namun demikian, Solihin mengatakan, belum bisa mengungkapkan berapa nilai transaksi yang bisa diraup industri ritel pada Harbolnas 2024. Karena meski Harbolnas ditetapkan mulai 10-16 Desember 2024, namun guyuran diskon di toko-toko offline masih akan berlangsung sampai akhir tahun.

“Asosiasi dan Departemen Perdagangan (Kementerian Perdagangan) juga melakukan suatu event yang tujuannya untuk meningkatkan penjualan di akhir tahun ini, Nataru (Natal dan Tahun Baru). Kayak Hippindo, Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia, itu punya program BINA, Aprindo punya program EPIC, Every Purchase is Cheap,” ujar Solihin.

“Ini semua diakomodir oleh Departemen Perdagangan,” lanjutnya.

Sementara itu, meski optimistis, namun Wakil Ketua idEA, Budi Primawan, tetap khawatir minat belanja masyarakat di tahun depan akan berkurang. Bagaimana tidak, meski 2024 belum berakhir, masyarakat sudah dibayangi oleh berbagai pungutan seperti PPN 12 persen yang akan mulai berlaku per 1 Januari 2025.

Kemudian, ada pula iuran BPJS Kesehatan yang akan mulai berlaku pada pertengahan tahun 2025, iuran Tabungan Perumahan Rakyat sebesar 3 persen yang akan dibebankan pada pekerja dengan kategori upah tertentu, cukai Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (MBDK), asuransi wajib kendaraan bermotor, hingga iuran dana pensiun wajib.

“Terus terang kalau dari idEA, kita lihat pasti ada dampak. Tapi terus terang kita belum bisa terlalu melihat, karena kan belum ada ya. Terus terang, pada saat ini kita belum bisa bikin analisasi,” kata dia.

Namun, menurut Budi, dampak dari pungutan dan iuran yang ditarik pemerintah, utamanya dari PPN 12 persen baru akan terasa dan terlihat pada tiga bulan pertama 2025. Ini karena pada saat kebijakan baru diterapkan, masyarakat akan terlebih dulu menyesuaikan diri dan melihat pos-pos belanja mana saja yang dapat dikurangi atau diganti menggunakan produk dengan harga yang lebih terjangkau.

“Mungkin selama tiga bulan, mungkin di Maret kita baru bisa lihat dampaknya. Karena kan sebenarnya yang kita lihat juga bukan dampak di saat pertama, tapi juga dampak yang sustainable-nya. Karena biasanya kalau saya lihat, jika ada perubahan harga menjadi lebih tinggi segala macam lah, (seperti) harga bensin naik, biasanya di saat-saat pertama orang akan nggak beli itu,” imbuh dia.

Hal ini juga diamini oleh Ketua Umum Indonesian Digital Empowering Community (IDIEC), M. Tesar Sandikapura. Meski begitu, seiring dengan pergeseran tren belanja masyarakat ke toko online, pelambatan nilai transaksi belanja daring di tahun depan diperkirakan tak akan terjadi. Tapi sebaliknya, dia sangsi, nilai transaksi belanja online akan tumbuh tinggi.

“Wah ini banyak banget efeknya makanya saya bilang di 2025 kalau memang kenaikannya serentak, ya. Ini pasti sangat memukul belanja online. Kita belum hitung, cuma prediksi saya, kalau misalnya naik pun tidak akan sebesar kenaikan dari 2023 ke 2024. Karena dari 2023 ke 2024 itu lumayan kenaikannya, tapi kalau 2025 ini cenderung mungkin stagnan kalau menurut saya,” jelas dia, kepada Tirto, Selasa (17/12/2024).

Penurunan nilai transaksi belanja daring, lanjut dia, tak akan terjadi karena pada dasarnya tidak ada penurunan minat belanja di masyarakat. Hanya saja, harga barang-barang yang menjadi makin tinggi imbas penaikan PPN yang disebut pemerintah hanya 1 persen, membuat masyarakat mau tak mau menekan konsumsinya.

Selain itu, kebutuhan pun juga lebih difokuskan pada barang-barang pokok saja. Sehingga, keperluan non esensial tak menjadi prioritas belanja masyarakat.

“Ketika harga-harga ini naik nanti, ya. Misalkan mereka biasa belinya Rp50 ribu misalkan gitu, ya jadi Rp100 ribu, itu pasti akan menurunkan daya beli. Mereka jadi berpikir dua kali gitu kalau misalkan harganya naik. Karena di 2024 ini kan harga cenderung masih stabil, ya. Masih harga lama lah,” sambung Tesar.

Karenanya, agar daya beli masyarakat tak semakin tertekan sehingga akan mempengaruhi nilai transaksi belanja online masyarakat di tahun depan, Tesar menyarankan agar pemerintah lebih melek terhadap dampak penaikan tarif PPN dan juga implementasi pungutan dan iuran lainnya. Menurut dia, memang PPN dan tarif cukai MBDK memang bakal menyumbang pendapatan negara, namun di balik itu ada ancaman keterpurukan ekonomi domestik akibat semakin dalamnya pelemahan daya beli masyarakat.

“Orang malah banyak menyimpan uang atau berhemat sehingga nanti semua ekonomi bukan hanya e-commerce gitu ya efeknya, bahkan yang offline pun akan terjerembab gitu. Jadi menurut saya, saya sih berharap PPN ini dilihat ya dari 1-2-3 bulannya efeknya seperti apa. Jika memang memburuk ya mending digagalkan,” tegas dia.

Terpisah, Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda, menilai, meski saat ini daya beli masyarakat sedang lemah, target nilai transaksi Harbolnas yang sebesar Rp40 triliun bisa saja tercapai. Pasalnya, tak seperti tahun-tahun sebelumnya yang hanya digelar tiga hari, pada 10-12 Desember, Harbolnas kali ini digelar dalam jangka waktu cukup lama, yakni sampai enam hari sejak 10-16 Desember.

Namun, sebetulnya hal ini tak bisa dibanggakan, karena jika sama-sama dilihat dalam tiga hari pelaksanaan, nilai transaksi Harbolnas 2024 dari 10-12 Desember diperkirakan tak akan menyentuh angka Rp27 triliun.

“Artinya tidak ada, ada pertumbuhan tapi sedikit gitu. Nah ini yang saya rasa harus dibandingkannya apple to apple dengan 2023. Kalau Rp40 triliun di 10 hari gitu, kan, ya itu mungkin saja terjadi. Tapi kalau tiga hari doang Harbolnasnya tanggal 10, 11, 12, itu saya rasa mencapai angka Rp25 ataupun Rp27 triliun itu sudah sangat-sangat bagus sekali,” ujar dia, kepada Tirto, Selasa (17/12/2024).

Dengan adanya penaikan tarif PPN dan juga pungutan dan iuran lainnya, Huda menilai transaksi di e-commerce mulai tahun depan perlahan akan melambat. Apalagi, kebanyakan produk yang dijual di loka pasar adalah barang yang dikenakan tarif PPN.

“Nah, saya rasa dampaknya akan sangat luas sekali untuk menaikkan PPN 12 persen ini, yang dikenakan di hampir semua barang. Karena walaupun naiknya 1 persen ya, dari 11-12 persen, tapi pajak yang dibayarkan itu jauh dan lebih tinggi pastinya dan harga itu akan meningkat 9-15 persen. Artinya harga-harga akan semakin mahal dan bisa berakibat kepada penurunan permintaan,” kata Huda.

Karena itu, jika tidak dengan menunda atau membatalkan penaikan tarif PPN 12 persen melalui Peraturan Pemerintah, maka Huda berharap pemerintah dapat memberikan berbagai stimulus untuk mendongkrak daya beli masyarakat. Bukan stimulus yang dapat berdampak untuk jangka pendek saja, melainkan dapat bertahan lama supaya pertumbuhan ekonomi Indonesia pun tak akan terancam.

“Kalau kita lihat stimulus yang kemarin diberikan dan disampaikan oleh pemerintah, itu stimulus jangka pendek semuanya. Diskon tarif listrik 50 persen itu hanya 2 bulan dan sebagainya, yang saya rasa itu tidak akan berimpek banyak terhadap daya beli masyarakat. Nah, ini yang harus kita dorong,” tegas dia.

Penjelasan Pemerintah

Sementara itu, Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kemenko Perekonomian, Ferry Irawan, mengatakan, sampai akhir tahun ini daya beli masyarakat masih relatif kuat, tercermin dari IKK (Indeks Keyakinan Konsumen) November 2024 yang tercatat sebesar 125,9. Naik cukup signifikan dibandingkan bulan sebelumnya yang hanya 121,1.

“Peningkatan IKK ini mengindikasikan bahwa masyarakat semakin optimis terhadap kondisi ekonomi saat ini dan masa depan,” kata dia, dalam pesannya kepada Tirto, Rabu (18/12/2024).

Sejalan dengan IKK yang optimistis, data terbaru dari NielsenIQ menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia semakin gemar belanja. Hal ini terlihat dari peningkatan pengeluaran untuk barang konsumsi sehari-hari alias FMCG yang mencapai lebih dari Rp208 triliun pada kuartal III 2024, meningkat 1,1 persen dibanding tahun lalu. Sementara untuk barang-barang teknologi, masyarakat menghabiskan lebih dari Rp47 triliun dengan peningkatan 4,3 persen (yoy).

“Dengan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan inflasi yang terjaga, terlebih dengan adanya libur Nataru, peluang bagi konsumsi akan meningkat pada kuartal IV ini, terlebih dengan dorongan program event belanja di Desember ini, di antaranya HARBOLNAS, EPIC SALE, BINA, dll,” imbuh Ferry.

Pada 2025, meski terdapat banyak pungutan dan iuran, namun pemerintah telah menyiapkan Paket Kebijakan Ekonomi untuk Kesejahteraan Masyarakat yang akan digulirkan di awal 2025. Hal ini tak lain untuk meningkatkan daya beli masyarakat dan daya saing usaha.

“Secara khusus untuk peningkatan daya beli masyarakat, pemerintah menyiapkan stimulus baik untuk kelas berpendapatan rendah maupun kelas menengah. Berbagai stimulus ini menjadi pelengkap atas berbagai program reguler seperti Kartu Sembako, PKH, dan bantuan lainnya,” jelas dia.

Baca juga artikel terkait BELANJA ONLINE atau tulisan lainnya dari Qonita Azzahra

tirto.id - News
Reporter: Qonita Azzahra
Penulis: Qonita Azzahra
Editor: Abdul Aziz