tirto.id - Hari Belanja Online Nasional (Harbolnas) 2024 tinggal menghitung hari. Sepekan program obral diskon barang-barang yang dijajakan melalui lokapasar (e-commerce), yakni mulai 10-16 Desember, ditarget meraup nilai transaksi hingga Rp30 triliun. Angka ini lebih tinggi dari nilai transaksi yang ditarget pemerintah pada tahun lalu, yang sebesar Rp25 triliun.
“Target kami mau dorong naik di angka kurang lebih ya 15-20 persenan ya. Kalau dihitung dari 20-25 persenan, kurang-lebih kami mau di angka Rp30 triliun,” ujar Menteri Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM), Maman Abdurrahman saat ditemui di Kantor Kementerian Koordinator Perekonomian, Jakarta Pusat, Kamis (28/11/2024).
Pada pelaksanaannya, pemerintah berencana memberikan paket-paket program diskon kepada para pelaku UMKM di seluruh sektor industri. Dengan paket-paket tersebut, nantinya pemberian diskon akan dapat turun langsung dan dirasakan oleh konsumen.
“Kami akan menyiapkan beberapa paket-paket. Contoh kayak misalnya nama program ini adalah BINA (Belanja di Indonesia Aja) diskon,” imbuh Maman.
Meski bernama Harbolnas, diskon tak hanya bertebaran di lapak-lapak daring saja, namun juga di pusat-pusat ritel, seperti Mal Sarinah. Dengan ini, pelaku UMKM yang belum biasa memasarkan dagangannya di lokapasar dapat merasakan untung dari momen setahun sekali ini.
Selain itu, perpanjangan durasi pelaksanaan Harbolnas hingga 29 Desember 2024 di seluruh pusat ritel, di sisi lain juga diharapkan dapat mengerek konsumsi dalam negeri sekaligus juga mempromosikan produk-produk asli buatan Indonesia.
“Nah itu offline-nya jalan, baik itu di ritel Hippindo, di mal-mal dan juga di ritel modern market kayak Indomaret dan yang lain,” jelas Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, dalam kesempatan yang sama.
Sementara itu, beberapa diskon yang akan diberlakukan pada masa Harbolnas 2024, antara lain diskon 10 persen untuk harga tiket pesawat, gratis ongkos kirim (ongkir) untuk macam-macam produk, hingga diskon yang diberikan oleh Bank Himpunan Negara (Himbara) yang turut bekerja sama dengan pemerintah dalam program ini.
“Kemudian penyelenggaraannya akan ada keterlibatan bank Himbara. Jadi akan ada banyak support dari ekosistem untuk ritel dan ekosistem dari perbelanjaan,” sambung Airlangga.
Sejak pertama kali digelar pada 12 Desember 2012, Harbolnas memang selalu menjadi ajang bagi masyarakat untuk berburu diskon. Di sisi lain, UMKM dan peritel pun mendapat untung dari belanja borongan konsumen.
Pada tahun 2023 saja, nilai transaksi Harbolnas yang digelar pada 10-12 Desember tercatat mencapai Rp25,7 triliun, naik Rp2,9 triliun dari tahun sebelumnya yang senilai Rp22,7 triliun. Sama halnya dengan tahun 2023, perusahaan teknologi yang berfokus pada business intelligence tools, Compas, memprediksi Harbolnas 2024 juga bakal mengerek kinerja penjualan barang konsumsi alias Fast-Moving Consumer Goods (FMCG).
Dalam laporannya yang berjudul Compas Market Insight Dashboard: Pasar FMCG di E-Commerce Menuju Harbolnas 2024, Compas memperkirakan nilai penjualan Harbolnas akan tumbuh 25,2 persen dibanding tahun lalu. Dus, nilai penjualan bulanan produk FMCG pada periode Harbolnas 2024 akan mencapai Rp6,7 triliun, melonjak dibanding periode Harbolnas 2023 yang senilai Rp5,4 triliun.
“Berdasarkan data dari platform Shopee, Tokopedia dan Blibli, peningkatan jumlah produk terjual selama periode Harbolnas sebelumnya, di tahun 2024 diproyeksikan akan meningkat sebesar 13,9 persen dibandingkan dengan Harbolnas tahun sebelumnya,” kata Co-founder & CEO Compas, Hanindia Narendrata, dalam keterangannya, dikutip Selasa (3/12/2024).
Adapun, pada 2023, rata-rata penjualan bulanan produk FMCG selama Harbolnas mencapai sekitar 141,3 juta unit, sedangkan pada 2024 angka ini diperkirakan akan naik menjadi lebih dari 160,9 juta unit.
“Prediksi peningkatan ini diukur menggunakan metode regresi linear, di mana kami mengukur berdasarkan nilai penjualan bulanan selama dua tahun terakhir,” tambahnya.
Melihat daya beli masyarakat yang masih melemah, peritel memasang target lebih realistis dibanding pemerintah, yakni sekitar 10 persen dari realisasi transaksi Harbolnas 2023. Selain daya beli masyarakat, target realistis ini juga dipasang dengan melihat masih menantangnya kondisi industri ritel di tanah air, khususnya yang bergerak di penjualan produk fesyen.
“Ada ritel yang mungkin cukup menantang untuk kita terus genjot. Ada juga yang tanda kutip ya nggak semuanya ritel. Kan sekarang kayak department store pasti ber apa? Ya sekarang setiap minggu kan nggak beli baju kan? Nah yaudah itu aja. Tapi kalau makan tiap hari kan? Nah yaudah itu aja. Kebutuhan pokok lah,” jelas Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), Solihin, di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kamis (28/11/2024).
Dengan bakal terbatasnya nilai transaksi Harbolnas 2024, Solihin pun meminta agar para pengusaha ritel dapat lebih menginsentifkan layanan daring mereka, termasuk dalam hal ini memberikan diskon gratis ongkir. Sebab, meski festival belanja berlangsung pula di pusat-pusat ritel modern, namun tak dipungkiri pusat transaksi akan terjadi di aplikasi-aplikasi belanja daring.
Tak cuma saat Harbolnas, transaksi dari festival belanja daring juga diharapkan dapat berlanjut hingga momen perayaan Hari Raya Natal 2024 dan Tahun Baru 2025 (Nataru).
“Yang kita harapkan di Nataru ini terjadi peningkatan omzet yang sebetulnya bagi perusahaan siapa pun, ini kan festive ya, seluruhnya akan dikerahkan semuanya. kebetulan pemerintah melakukan itu. Jadi kita tambah semangat untuk bisa menaikkan omzet supaya bisa mencapai angka yang diharapkan,” ujar Solihin.
Senada, Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Nailul Huda, juga memperkirakan nilai transaksi yang akan didapat industri ritel dan UMKM dari Harbolnas di tahun ini tak akan sebesar tahun-tahun sebelumnya. Sebab, tak seperti biasanya yang semangat menyambut pesta diskon dan libur panjang Nataru, kali ini masyarakat justru dihadapkan pada penaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen dan skema baru penyaluran subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) yang semuanya direncanakan dimulai pada 1 Januari 2025.
Berbagai rencana kebijakan itu praktis membuat ekspektasi masyarakat terhadap awal tahun 2025 tak begitu bagus, sehingga menurunkan daya beli. Hal ini pun telah terlihat dari inflasi November 2024 yang dicatat Badan Pusat Statistik (BPS) sebesar 1,55 persen secara tahunan (year on year/yoy), atau 0,30 persen secara bulanan (month to month/mtm). Inflasi ini lebih tinggi dibandingkan bulan Oktober 2024 yang sebesar 0,16 persen.
Kemudian, pelemahan daya beli masyarakat juga tercermin dari penurunan transaksi e-commerce yang pada 2023 hanya mencatatkan nilai Rp454 triliun, turun dari tahun 2022 yang sebesar Rp476 triliun.
“Harbolnas tahun ini nampaknya cukup sepi karena daya beli masyarakat memang melemah. Selain itu, ada faktor expected inflation akibat adanya rencana kenaikan tarif PPN 12 persen hingga pembatasan BBM pertalite,” kata Huda kepada Tirto, Selasa (3/12/2024).
Namun tak dimungkiri, harapan akan adanya bonus akhir tahun yang mengiringi momen Harbolnas, diperkirakan tetap akan memberikan dampak positif pada kinerja penjualan ritel, khususnya melalui penjualan di lokapasar. Dengan melihat lemahnya daya beli masyarakat, sudah sangat untung Harbolnas 2024 dapat mencatat transaksi sebesar Rp27 triliun dan maksimal di angka Rp28 triliun.
Terbatasnya nilai transaksi Harbolnas ini, lanjut Huda, salah satunya juga dipengaruhi oleh penaikan biaya admin oleh masing-masing platform lokapasar. Meski bermandikan diskon akhir tahun, harga-harga barang yang dijual di berbagai merchant akan menjadi lebih mahal setelah masuk ke keranjang belanja konsumen. Hal ini lah yang kemudian membuat masyarakat akan lebih mantap menahan hasrat untuk belanja.
“Jadi ada penurunan transaksi e-commerce yang menjadi salah satu data penurunan daya beli berpengaruh kepada online commerce. Saya rasa tahun ini juga ada koreksi terhadap penjualan via e-commerce karena daya beli belum kembali bagus,” jelas Huda.
Selain itu, terbatasnya pertumbuhan nilai transaksi Harbolnas juga dipengaruhi oleh semakin sedikitnya orang yang berbelanja saat festival belanja dilaksanakan. Kata Peneliti Ekonomi dari Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Yusuf Rendy Manilet, hanya masyarakat dari kelompok kelas menengah atas lah yang masih berbelanja. Sedangkan dari kelompok kelas menengah dan menuju kelas menengah (aspiring middle class) tetap akan menahan konsumsi di tengah ketidakpastian ekonomi domestik dan global serta tingginya harga kebutuhan harian.
Hal ini pun akan berlanjut sampai periode Nataru yang kemudian berpotensi membuat konsumsi masyarakat di akhir 2024 kian melambat.
“Libur Natal dan Tahun Baru umumnya itu dia terpisah untuk kelompok pendapatan menengah ke atas. Kalau kita lihat secara proporsi, kelompok pendapatan atas ini relatif tidak sebesar kelompok pendapatan menengah. Jadi menengah yang terklasifikasi menengah dan juga calon kelas menengah,” jelas Yusuf kepada Tirto, Selasa (3/12/2024).
Berdasar catatan BPS, pada 2024 tercatat sebanyak 47,85 juta orang yang tergolong dalam kelompok kelas menengah. Jumlah ini turun dari tahun 2019 yang masih sebesar 57,33 juta orang. Penurunan ini terjadi karena adanya kenaikan pada kelompok menuju kelas menengah menjadi 137,5 juta orang atau 49,22 persen dari total populasi di tahun 2024.
Adapun untuk kelompok masyarakat rentan miskin juga terus mengalami penaikan dari tahun ke tahun, di mana pada 2019 kelompok masyarakat rentan miskin dilaporkan ada sebanyak 54,97 jiwa atau 20,56 persen dari total populasi, menjadi 67,69 juta jiwa atau 24,23 persen dari total populasi di 2024. Sedangkan jumlah penduduk miskin yang pada tahun 2019 tercatat sebanyak 25,14 juta jiwa atau sebanyak 9,41 persen naik tipis menjadi 25,22 juta jiwa atau 9,03 persen pada 2024.
“Jadi ini yang kamu kira meskipun ada dorongan atau ada semacam faktor dari kelompok atas yang ingin memanfaatkan momentum libur Natal dan Tahun Baru. Tapi kami kira dorongannya tidak akan sangat signifikan untuk kemudian mendorong konsumsi rumah tangga secara keseluruhan. Termasuk dalam hal ini saat Harbolnas,” ujar Yusuf.
Dalam hal ini, banjir diskon saat Harbolnas memang bakal menstimulasi orang untuk berbelanja, namun fenomena ini hanya akan terjadi di kelompok masyarakat kelas menengah atas saja. Sedangkan golongan di bawahnya tak akan mendapat dampak apa pun dan sebaliknya tak akan memberikan sumbangan besar pada nilai transaksi Harbolnas 2024.
Alih-alih berbelanja, Yusuf menilai, kelompok kelas menengah bawah akan sibuk untuk menyesuaikan pola konsumsinya dengan kebijakan-kebijakan anyar pemerintah, seperti kenaikan tarif PPN, pencabutan subsidi BBM bagi golongan masyarakat tertentu, hingga penyesuaian tarif iuran BPJS Kesehatan yang seluruhnya akan berlaku mulai tahun depan.
“Yang pendapatan menengah ke bawahnya itu dia masih relatif melakukan penyesuaian konsumsi ya untuk merespons perubahan harga yang bisa saja terjadi di akhir tahun nanti. Selain itu juga, kita harus tahu bahwa komponen transaksi e-commerce ataupun ekonomi digital terhadap ekonomi kalau kita bicara konteks Indonesia relatif masih tidak begitu besar kontribusinya,” pungkas Yusuf.
Penulis: Qonita Azzahra
Editor: Fahreza Rizky