Menuju konten utama

FORMAPPI Sebut Kinerja DPR Saat Ini Terburuk Sejak Reformasi

Minimnya RUU yang dihasilkan menjadi salah satu faktor terbesar mengapa kinerja DPR RI saat ini menjadi yang terburuk.

FORMAPPI Sebut Kinerja DPR Saat Ini Terburuk Sejak Reformasi
Gedung DPR RI. Tirto/Andrey Gromico.

tirto.id - Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (FORMAPPI) Lucius Karus mengatakan, kinerja DPR RI dalam masa sidang 1 tahun 2018-2019 menjadi periode dengan kinerja terburuk sejak Reformasi berlangsung di Indonesia. DPR dinilai tak menjalankan fungsi legislatifnya dengan baik.

"Saya kira secara umum bisa kita katakan sangat buruk, kalau dibandingkan dengan DPR-DPR periode lain sejak era Reformasi. Ada kecenderungan penurunan sejak tahun pertama. Tahun pertama ada 3 RUU yang disahkan. Tahun kedua sempat naik 10 RUU, tapi kemudian terus turun sekarang sudah 4 RUU dari 50 yang direncanakan. Tahun lalu ada 6 yang disahkan dari 52 RUU," kata Lucius pada Jumat (23/11/2018) sore.

Lucius menilai, minimnya RUU yang dihasilkan menjadi salah satu faktor terbesar mengapa kinerja DPR RI menjadi yang terburuk. Ia mengatakan, DPR RI saat ini tak patut dibanggakan karena tak menjalankan fungsi legislatifnya dengan baik.

"Mestinya tak ada alasan lari dari tanggung jawab terkait dengan sedikitnya UU yang dihasilkan DPR RI dari prolegnas prioritas, apalagi kalau dibandingkan anggaran pembahasan DPR per 1 RUU, ada 8 miliar rupiah lebih. Bayangkan setiap tahun DPR memperpanjang pembahasan RUU yang sama dari tahun ke tahun. Itu berarti 1 RUU setiap tahun memakan anggaran 8 miliar," katanya.

Salah satu contoh, kata dia, adalah RUU KUHP yang digagas sejak 2014, namun baru dibahas tahun 2015. Namun, hingga saat ini RUU itu tak kunjung disahkan dan belum tahu akan kapan disahkan.

"2019 juga belum bisa dipastikan. Jadi kalau begitu dalam 5 tahun, tiap tahun RUU ini menyedot 8 miliar untuk sesuatu yang tidak ada hasilnya. Hanya selesai dengan perdebatan beberapa isu tanpa kejelasan kapan disahkan," katanya.

Menurut Lucius, kinerja DPR RI sangat inefisiensi mengingat tak berjalannya fungsi legislasi, korupsi yang muncul, hingga kinerja pengawasan yang melempem.

Ia paham terjadi perdebatan sengit antar anggota dewan ketika membahas sebuah RUU untuk disahkan. Tetapi, kata Lucius, hal tersebut tidak dibarengi dengan kepastian kapan RUU akan disahkan.

"Bayangkan ada begitu banyak RUU prioritas DPR dibahas sejak 2014, sampai dengan jelang masa berakhirnya periode 2014-2019, belum juga disahkan, seperti RKUHP, Jabatan Hakim, Miras, pekerja sosial. Jadi ada RUU yang masuk jadi langganan prolegnas, tapi saat bersamaan DPR tak punya target kapan RUU itu mau disahkan," katanya.

Lucius menduga, salah satu penyebab buruknya kinerja DPR saat ini dikarenakan para anggota dewan malas dan tak memiliki tanggung jawab sosial sebagai wakil rakyat di DPR.

"Malas pasti. Saya kira itu yang paling utama sebagai alasan kenapa banyak pekerjaan DPR yang mangkrak. Selain itu, tanggung jawab moral sebagai wakil rakyat tak ada. Mereka bebas melakukan korupsi, bebas tak hadir rapat-rapat, itu menunjukan tidak ada kesadaran tanggung jawab DPR sebagai wakil rakyat," kata Lucius.

Baca juga artikel terkait KINERJA DPR atau tulisan lainnya dari Haris Prabowo

tirto.id - Politik
Reporter: Haris Prabowo
Penulis: Haris Prabowo
Editor: Alexander Haryanto