tirto.id - Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus menilai perluasan ruang kerja anggota DPR merupakan pemborosan anggaran. Oleh karena itu, menurut dia, wacana ini sebaiknya tidak direalisasikan.
"Pemborosan itu pasti. Karena harus mengeluarkan anggaran untuk sesuatu yang tidak sangat mendesak," ujarnya kepada Tirto, Rabu (12/6/2019).
Lucius mengatakan, jika anggota dewan membutuhkan ruang kerja lebih luas untuk rapat, mereka bisa menggunakan ruangan fraksi atau komisi.
Selain itu, menurut Lucius, sebagai wakil rakyat, seharusnya anggota DPR mengerti dengan kondisi perekonomian yang sulit dan menipisnya keuangan negara.
"DPR masih bisa bekerja layak dengan satu meja plus kursi yang bagus. Kan untuk urusan lain semisal menerima warga dari dapil, bisa menggunakan ruangan-ruangan yang lebih besar di DPR," ucapnya.
Lucius mengatakan, persoalan ruang kerja pribadi anggota DPR yang dianggap sempit sudah jadi masalah klasik.
Dia menuding banyak anggota dewan mendambakan fasilitas mewah sehingga perombakan ruang kerja DPR terus-menerus direncanakan.
"Tapi apa yang terjadi? Setiap kali mereka mulai merencanakan, sejak saat itu juga publik menolak. Dalam urusan permintaan fasilitas bagi anggota DPR, publik selalu saja nyaris kompak menyatakan penolakan," kata Lucius.
Padahal, kata dia, kalaupun ruang kerja anggota DPR diperluas, tidak jaminan kualitas kinerja mereka akan membaik. Apalagi, dia menuding anggota DPR belum menunjukkan perbaikan kinerja baik secara kualitas maupun kuantitas.
"Ditambah lagi dengan banyaknya kasus korupsi yang terjadi, DPR praktis masih sulit untuk dipercaya. Ketidakpercayaan ini tentu saja juga muncul ketika mereka meminta fasilitas baru justru di saat mereka gagal meyakinkan publik melalui kinerja mereka," ujar Lucius.
Dia menambahkan seharusnya dengan ruangan yang sudah tersedia saat ini, anggota DPR dapat menghasilkan banyak hal.
"Tetapi mental mereka yang manja tentu saja tak banyak berubah pun kalau fasilitas ruangan menjadi lebih besar," kata dia.
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Addi M Idhom