tirto.id - Konsumen sigaret kretek mesin (SKM) di Indonesia mencapai 63 persen pada 2018, atau merupakan yang paling besar dibandingkan konsumen pada jenis rokok lain. Rokok dengan harga paling mahal ini juga dikonsumsi oleh golongan anak-anak dan juga masyarakat berpenghasilan rendah atau kurang mampu.
"SKM golongan 1 ini harganya mahal. Ini anomali di Indonesia, rokok yang harganya paling mahal justru pangsa pasarnya tertinggi. Itu artinya rokok termahal pun mampu dibeli masyarakat kurang mampu," kata kata Wakil Kepala Pusat Ekonomi dan Bisnis Syariah Fakultas Ekonomi Bisnis (FEB) Universitas Indonesia (UI) Abdillah Ahsan.
Hal itu disampaikannya dalam pemaparannya pada Media Briefing tentang peningkatan cukai dan harga rokok di Kementerian Kesehatan, Jakarta, Selasa (17/9/2019) seperti dilansir dari Antara.
FEB UI mencatat sebanyak 14 perusahaan rokok besar yang ada di Indonesia, baik dari luar negeri atau dalam negeri, juga termasuk dalam produsen pada jenis rokok kretek mesin.
Berdasarkan hal itu, Pusat Ekonomi dan Bisnis Syariah FEB UI mendesak pemerintah untuk menaikkan cukai dan harga kretek mesin hingga dua kali lipat sehingga mampu menurunkan konsumsi rokok.
"Kami mendesak pemerintah agar fokus di harga kretek mesin golongan 1 karena mereka yang menguasai pangsa pasar sampai 63 persen," jelas Abdillah.
Selain itu, desakan tersebut disampaikan didasarkan pada penelitian dari Pusat Kajian Jaminan Sosial UI yang menyebutkan bahwa perokok akan berhenti merokok hingga 74 persen jika harga rokoknya dinaikkan hingga Rp70.000.
"Bahwa harga yang menurunkan konsumsi itu adalah antara Rp60.000 sampai Rp70.000. Itu baru bisa menurunkan konsumsi," katanya.
Karena itu, jika upaya pemerintah untuk menaikkan cukai dan harga rokok bertujuan menurunkan konsumsi rokok, maka kenaikan cukai dan harga perlu ditingkatkan sampai dua kali lipat dan perlu juga difokuskan pada jenis rokok kretek mesin karena paling banyak dibeli masyarakat.
Alhasil, cita-cita pemerintah untuk menurunkan konsumsi rokok dapat tercapai karena kenaikan itu akan memengaruhi sebagian besar konsumen rokok, termasuk dari masyarakat berpenghasilan rendah dan anak-anak.
"Jadi usulannya naikkan dua kali lipat. Dua kali lipat untuk tarif cukai dari Rp590 menjadi Rp1.180. Untuk harga ecerannya naik dua kali lipat juga dari Rp.1.120 menjadi sekitar Rp2.000 per batang," katanya.
Pemerintah berencana menaikkan cukai rokok sebesar 23 persen mulai 1 Januari 2020, setelah absen menaikkan pada tahun 2019. Dengan kenaikan cukai itu, harga rokok eceran diperkirakan naik hingga 35 persen.
Menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, pemerintah telah mempertimbangkan keputusan itu baik dari sisi industri, tenaga kerja, hingga sektor pertanian.
Penulis: Nurul Qomariyah Pramisti
Editor: Ringkang Gumiwang